Jumat, 09 Oktober 2009

TNI Bantah Pemberian Izin Penggunaan Peralatan Militer Asing di Padang

Personil AU AS dan Marinir AS menurunkan bantuan dari helikopter CH-53E Super Stallion untuk korban gempa di Padang, Sumatera Barat, Jumat (9/10). (Foto: USN/Mass Communication Specialist 2nd Class Byron C. Linder)

9 Oktober 2009, Padang -- Kepala Danrem 032 Wirabraja, Kolonel Infantri Mulyono membantah kabar yang menyatakan bahwa TNI memberikan izin kepada pesawat pengintai asing dalam proses rehabilitasi dampak gempa Padang-Pariaman. “Tidak benar itu,” katanya.

Mulyono menjelaskan, TNI hingga kini belum sekalipun memberikan izin kepada instalasi peralatan militer negara asing dalam proses rehabilitasi pasca gempa. Meski demikian, ia mengakui jika sejumlah negara telah menawarkan bantuan tersebut.

“Kalau ada pesawat pengintai yang meminta izin hanya untuk memotret dampak kerusakan dan struktur geologi wilayah yang terkena gempa, Indonesia sebenarnya sudah memiliki data tersebut. Mereka bisa meminta dengan kami," katanya.

Mulyono menerangkan, izin penggunaan instalasi militer negara asing hanya diberikan untuk keperluan bantuan kemanusiaan. Hal mana tampak dari banyaknya pesawat Hercules yang difungsikan untuk mengangkut barang bantuan.

Guna mempercepat distribusi bantuan korban gempa, kata Mulyono, TNI juga memfungsikan landasan yang berada di bekas bandara Tabing. "Tapi itu hanya beberapa saja. Sebagian besar masih dikonsentrasikan di Bandara Internasional Minangkabau," ujarnya.

Departemen Pertahanan Belum Tahu Ada Pesawat Pengintai di Lokasi Gempa


CH-53E Super Stallion dari Dragon Marine Medium Helicopter Squadron (HMM) 256 tergabung dalam kekuatan Amphibi Armada Ke-Tujuh. (Foto: USN/Mass Communication Specialist 2nd Class Byron C. Linder)

Departemen Pertahanan memastikan setiap aktifitas asing di wilayah Indonesia harus sepengetahuan dan seizin otoritas RI. Sekretaris Jenderal Departemen Pertahanan Letnan Jenderal Sjafrie Syamsudin mengatakan semua bantuan dan kegiatan dari luar yang masuk yurisdiksi nasional harus sepengetahuan dan seizin otoritas RI. "Kalau aktifitas militer yang harus seizin markas besar TNI, tidak bisa begitu saja masuk," kata Sjafrie kepada wartawan di kantor Departemen Pertahanan Jakarta, Jumat (09/10).

Pernyataan Sjafrie tersebut menjawab pertanyaan tentang masuknya pesawat pengintai milik Amerika Serikat ke wilayah Sumatra Barat. Gubernur Sumatra Barat Gamawan Fauzi mengatakan pesawat tersebut akan melakukan pemetaan. Kedatangan pesawat, kata Gamawan telah seizin Jakarta.

Sjafrie mengatakan bahwa terkait pernyataan Gubernur Sumatra Selatan pihaknya belum mengetahui. "Untuk operasional seperti ini silahkan konfirmasi ke mabes TNI," ujarnya. Namun dia menjelaskan bahwa pihaknya memang berkewajiban mengkanalisasi, memonitor memfasilitasi tetapi proses yang bersikap regulasi tetap jalan. "Itu kalau ada gempa dengan skala diatas 8,5 skala ritcher. Sebab dalam kondisi seperti ini internasional wajib masuk".

Kepala Pusat Penerangan TNI, Marsekal Muda Sagom Tamboen mengatakan belum bisa berkomentar. "Saya belum bisa berkomentar, akan coba cari info dulu dari bagian terkait," tulis Sagom dlam pesan pendek yang diterima Tempo.

Gamawan Fauzi : Pesawat Amerika untuk Pemetaan Udara

Marine Cpl. Casey Hannan dan seorang personil AU Indonesia menaikan bantuan ke helikopter CH-53E Super Stallion untuk dibagikan ke para korban gempa. (Foto: USN/Mass Communication Specialist 2nd Class Byron C. Linder)

Dua hari terakhir beredar kabar yang mengatakan pesawat pengintai Amerika Serikat akan Padang, Sumatera Barat. Gubernur Sumatera Barat, Gamawan Fauzi, yang dikonfirmasi Tempo membenarkan pihaknya dikabarkan pihak TNI tentang akan datangnya pesawat Amerika. Namun dia tidak mengetahui kapan dan di mana pesawat itu kini berada.

Menurut Gamawan, pesawat tersebut bukan pengintai untuk kepentingan mata-mata, melainkan resmi untuk melakukan pemotretan. “Mereka akan datang untuk melakukan pemotretan udara,” kata Gamawan di ruang kerjanya, Padang, Jumat (9/10). “Pemetaan udara, bukan pengintai. Kan ini supaya tahu geologisnya, daerah yang terkena gempa”.

Pesawat itu, kata dia, harus resmi atas izin Markas Besar TNI di Jakarta. “Resmi atas izin TNI. Dia kan tidak bisa masuk wilayah kita tanpa izin”. Meski begitu Gamawan mengaku tidak dalam kapasitas untuk memberi keterangan lebih lanjut. “Saya tidak dalam kapasitas. Sudah ada protap (prosedur tetap) kalau asing TNI (yang menangani),” ujar Gumawan. “Silakan konfirmasi ke Danrem”.

TEMPO Interaktif

Tidak ada komentar:

Posting Komentar