Pos perbatasan Indonesia - Timor. (Foto: pillandia.blogspot.com)
13 Agustus 2009, Kupang -- Pemerintah Indonesia dan Timor Leste sepakat untuk melibatkan pemangku adat kedua negara dalam menyelesaikan sengketa disejumlah titik batas yang hingga kini masih bermasalah.
Beberapa segmen yang masih disengketakan yakni perbatasan Noel Besi/Citrana seluas 1009 hektar antara Kabupaten Kupang dan istrik Oecusi.
“Dilokasi ini, Timor Leste menempatkan 21 kepala keluarga dan mengklaim wilayah itu sebagai bagian dari wilayah Timor Leste. Sedangkan warga Desa Oepoli, Kabupaten Kupang, mengklaim wilayah itu sebagai bagian Indonesia,” kata Asisten Tata Pemerintahan Setda NTT, Yoseph Mamulak.
Wilayah lain yang masih disengketakan yakni Dilumi/Memo seluas 37 hektar di perbatasan Kabupaten Belu, Segmen Bijael Sunan-Oben seluas 141 hektar di Kabupaten Timor Tengah Utara, makam leluhur masyarakat Dahala, Tasifeto Timur, irigasi sungai Mota Malibaka.
Segmen bermasalah lainnya yakni perkebunan kopi warga Desa Henes, patok batas Timor Leste diatas tanah warga Laktulus, klaim tanah warga seluas 30.000 meter persegi milik warga Desa Alas, Kecamatan Kobalima, serta penempatan patok garis batas dengan mengambil alih tanah warga seluas 19 hektar di Aikakar, Desa Alas, Kecamatan Kobalima.
Menurut Mamulak, beberapa segmen bermasalah ini, akan diselesaikan dengan menggunakan jalur diplomasi, serta melibatkan para pemangku adat sehingga kesepakatan nanti tidak menimbulkan gejolak. “Delegasi Timor Leste yang dipimpin seoarang menteri telah menemui gubernur, dan membicarakan masalah sengketa perbatasan kedua negara,” lanjutnya.
Sementara Konsulat Timor Leste di Kupang, Caetano Gutteres, yang dihubungi terpisah mengatakan, untuk memudahkan penyelesaian batas negara, pihaknya akan menggunakan foto satelit. "Harapkan kita, hasil foto satelit dapat menjadi rujukan untuk penentuan titik batas,” ujar Caetano.
Dia mengaku, masih terdapat lima segmen yang disengketakan, karena kedua negara memiliki dokumen yang berbeda. Khusus wilayah sengketa yang terletak di Noelbesi/Citrana, menurut Caetano, sulit diselesaikan karena karena alur sungai yang sering berpindah-pindah pada saat musim hujan.
"Jika dipaksanakan maka pasti salah satu negara dirugikan karena luas wilayahnya menjadi berkurang,” katanya.
Pekan lalu, Menteri Sekretaris Negara bidang keamanan negara Timor Leste, Fransisco Da Costa Guteres dan Menteri Sekretaris Negara regional Wilayah Oekusi Timor Leste, George Tene, melakukan kunjungan kerja di Kupang, dan membahas masalah perbatasan, pas lintas batas, masalah penyerobotan lahan dalam wilayah Indonesia oleh warga Oecusse di Desa Natuka, Kecamatan Amfoang Timur, Kabupaten Kupang dan masalah visa bagi mahasiswa Timor Leste yang berada di Indonesia, khususnya di NTT.
“Tujuan kedatangan dua pejabat Timor Leste tersebut untuk dapat mencari solusi terbaik bagi masyarakat diwilayah perbatasan,” ujarnya.
VIVAnews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar