Brevet Komando merupakan ciri khas pasukan Kopassus. Untuk mendapatkannya seorang prajurit harus mengikuti latihan selama lima bulan yang meliputi tahapan basis, gunung hutan dan rawa laut. (Foto: detikFoto/Ramadhian Fadillah)
20 Agustus 2009, Jakarta -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meminta aparat kepolisian maupun TNI untuk transparan dalam menjalankan tugas, terutama terkait kasus terorisme. SBY juga mewanti-wanti agar pengalaman kelam seperti kasus Petrus (penembak misterius) pada zaman Orde Baru tidak terulang.
"Kita punya pngalaman yang tidak baik di waktu yang lalu dan tidak boleh terjadi lagi. Tidak boleh terjadi lagi, misalnya kasus Petrus, masih ingat? kasus penculikan, dan tewasnya Munir. Yang itu menurut saya keluar dari undang-undang dan aturan," tegasnya di hadapan seribuan prajurit Kopassus di Balai Komando Markas Kopassus, Cijantung Jakarta Timur, Kamis (20/8/2009).
Presiden kembali mengingatkan, kepada semua pihak, terutama kepolisian, untuk tetap berpedoman pada hukum yang berlaku, transparan dan akuntabel. "Semua bisa dipertanggung jawabkan, terbuka, tidak ada yang gelap, tak ada yang aneh-aneh. Kita tidak menganut model seperti Guantanamo misalnya," jelasnya.
SBY mencontohkan, ketika penyergapan rumah yang diduga tempat persembunyian teroris, hampir semua televisi dan media mengetahui dan menyiarkannya. Selain itu, dalam penindakan kasus terorisme, prosesnya selalu dijalankan secara terbuka melalui pengadilan.
"Akuntabel, diproses secara hukum. Ada pengacara, pembela yang itu belum tentu dilakukan oleh negara lain," paparnya.
SBY pun kembali menyindir pihak-pihak yang menilai negara dan kepolisian telah melanggar hak asasi manusia (HAM) dalam menangani aksi terorisme ini.
"Jadi hati-hati untuk mengatakan negara melanggar HAM, kepolisian melanggar HAM. Kapolri ada di sini dan saya minta kepolisian, semua penegak hukum bekerja sesuai dengan undang-undang, aturan. Maka tidak akan ada yang disebut dengan melanggar HAM," pungkasnya.
okezone
Tidak ada komentar:
Posting Komentar