Rabu, 11 Februari 2009
Kobangdikal Luluskan 15 Perwira Spesialisasi Peperangan Ranjau
10 Februari 2009, Surabaya -- Kembali Kobangdikal meluluskan 15 perwira spesialisasi peperangan ranjau. Sebagai tanda keberhasilan dalam mengikuti program pendidikan tersebut, Komandan Kobangdikal Laksda TNI Sumartono secara langsung menyematkan Brevet Peperangan Ranjau (PPR) kepada mantan siswa Kursus PPR di Gedung Winarto, Pusdiklapa, Morokrembangan, Selasa (10/2).
Acara tersebut juga dihadiri oleh Komandan Kodikopsla Laksma TNI Ade Supandi, SE dan para pejabat teras Kobangdikal lainnya. Selain para mantan siswa Sus PPR (Lettu-Kapten), Brevet PPR kehormatan itu diberikan juga kepada 17 perwira lainnya yang dinilai berkompeten untuk menerimanya.
Dalam sambutannya Komandan Kobangdikal mengatakan bahwa Sus PPR adalah salah satu upaya untuk membentuk prajurit yang handal serta memiliki kemampuan khusus dalam tugas peperangan ranjau. Mantan Danpuspenerbal ini berharap, usai kursus ini para mantan siswa PPR terus mengembangkan, mengasah pengetahuan dan keahlian peperangan ranjau ini.
“Brevet Peperangan Ranjau yang membanggakan itu jangan hanya tersemat didada saja, namun harus diimbangi dengan keahlian dan kesiapan untuk ditugaskan kapan saja dan di medan tugas manapun,” pinta Laksamana bintang dua kelahiran Kediri ini.
Di era globalisasi, lanjutnya, profesionalisme SDM merupakan tuntutan yang tidak bisa dipungkiri bagi setiap organisasi agar mampu bersaing dan tetap eksis. Tanpa dukungan SDM berkualitas sangat sulit bagi suatu organisasi untuk mencapai tujuannya. Bagi korps pelaut, profesioanalitas setiap personel menjadi urgen. Hal tersebut tidak berarti menafikan material alut sista dan tingkat kemajuan teknologinya. Alutsista yang modern dan canggih akan teronggok percuma bila diawaki prajurit yang tidak profesional.
”The Man behind the gun” tegasnya. Ungkapan tersebut memberikan pemahaman bahwa kita hasus tetap menempatkan kunci keberhasilan pada faktor manusianya sebagai faktor yang ada dibalik material yang tidak boleh diabaikan.
Kedepan, lanjutnya, tugas dan tanqgungjawab TNI AL semakin kompleks, sehinga sejak dini perlu disiapkan generasi penerus berkualitas, tanggap, tanggon dan trengginas. Selain itu juga dibutuhkan calon-calon pemimpin yang mampu berkomunikasi dengan baik, tidak hanya dilingkup TNI/TNI AL saja namun dengan instansi diluar TNI, mengingat keberhasilan tidak akan dicapai tanpa kerjasama yang baik dan harmonis dengan satuan lainnya.
Sementara itu Komandan Kodikopsla Laksma TNI Ade Supandi, SE mengatakan bahwa kegiatan peranjauan merupakan salah satu aksi dalam suatu peperangan untuk menghambat dan membatasi gerakan lawan. Namun dalam pelaksanaannya terdapat aturan-aturan yang harus diterapkan, mengingat timbulnya bahaya ranjau bagi kapal-kapal non militer. Aturan tersebut antara lain area perairan yang diranjau harus dicatat, dan setelah selesai perang, ranjau harus dibersihkan.
Di perairan Indonesia masih ada beberapa kawasan yang banyak sisa-sisa ranjaunya terutama ranjau bekas Perang Dunia II, hal ini karena pada waktu itu tidak tercatat dan pembersihan ranjau tidak dilaksanakan secara menyeluruh. “Kondisi ini menjadi salah satu tantangan dan pekerjaan rumah bagi TNI AL untup tetap menjamin seluruh perairan Indonesia bersih dari ranjau sisa perang dunia II sehingga aman bagi pelayaran,” terangnya. (tnial.mil.id)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar