Senin, 06 September 2010

Pertemuan Indonesia-Malaysia di Sabah, Hanya Bicarakan Insiden Bintan

Menlu Malaysia Anifah Aman memberikan penjelasan kepada para wartawan target pertemuan kedua Menlu RI-Malaysia di Kota Kinabalu, Malaysia, Senin (6/9), guna membahas insiden perairan Bintan, perbatasan dan TKI yang dapat memicu ketegangan hubungan kedua negara. (Foto:ANTARA/Adi Lazuardi/Koz/hp/10)

06 September 2010, Jakarta -- Menlu Malaysia Anifah Aman menegaskan bahwa pertemuan sehari Menlu Indonesia dan Malaysia di Kota Kinabalu, Sabah, Senin, tidak akan bisa menyelesaikan semua permasalahan yang diagendakan untuk dibahas.

"Ini pertemuan ke-16 antara kedua Menlu. Bisa saja persoalannya selesai pada pertemuan ke-17, 18 atau pertemuan berikutnya. Namun agenda pembicaraan sudah disepakati yakni membicarakan insiden di perairan Bintan," kata Menlu Malaysia Anifah Aman, di Kota Kinabalu.

Menlu RI Marty Natalegawa bertemu dengan mitranya dari Malaysia Anifah Aman untuk membahas berbagai masalah yang berkembang belakangan ini, terutama soal perbatasan dan insiden di perairan Bintan yang membuat ketegangan hubungan kedua negara bertetangga dan serumpun ini. "Agenda pimbicaraan di antaranya insiden perairan laut Bintan, masalah perbatasan, dan TKI," kata Anifah.

Dengan masuknya masalah TKI maka kedua Menlu telah sadar bahwa ketegangan hubungan kedua negara yang sering mencuat bukan hanya disebabkan oleh masalah perbatasan tapi juga perlakuan TKI di Malaysia.

"Kami akan membahas bagaimana prosedur pengamanan masalah perbatasan agar insiden Bintan tidak muncul lagi pada mendatang. Kami yakin masalah ini bisa diselesaikan oleh kedua negara dengan baik namun perlu waktu untuk menyelesaikannya. Dalam pertemuan kedua Menlu itu hadir Dubes RI untuk Malaysia dari perwakilan Dephan RI, Polri, dan Bakorsutanal.

Di sisi lain, sayap organisasi Partai Golkar, Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI) meminta pemerintah segera mengambil tindakan tegas dan konkret kepada Malaysia.

"Kita ini sering dikadali Malaysia, dan ini sudah sering terulang, dialog dan pendekatan diplomatik tidak membuat Malaysia benar-benar menghormati kita, bahkan terus mendikte pemerintah," kata Ketua Umum DPP AMPI, Dave Laksono, dalam siaran persnya, Senin.

Dave menilai, imbauan keras Perdana Menteri Malaysia Najib Tun Razak, semakin menunjukkan pemerintah Malaysia merasa sangat superior terhadap rakyat dan pemerintah Indonesia. "Mereka tahu persis titik lemah RI itu di diplomasi Kementerian Luar Negeri. Jadi, Malaysia tidak akan segan-segan menggertak kita," kata Dave.

Menurut dia, secara ekonomi, RI tidak terlalu tergantung kepada Malaysia, bahkan Malaysia yang sangat tergantung kepada RI. "Investasi Malaysia di perbankan kita sekitar Rp 50 triliun, Telekomunikasi puluhan triliun rupiah. Malaysia juga punya lahan sawit dua juta hektare, belum industri penerbangan. Ekspor kita juga enggak seberapa ke Malaysia. Jadi Malaysia yang sangat tergantung ke kita. Kalau kita tarik dua juta TKI, ekonominya ambruk. Takut apa lagi," kata dave.

AMPI mendesak pemerintah agar segera memberi peringatan keras ke PM Malaysia. AMPI memperkirakan, gertakan PM Malaysia hanya merupakan gertak sambal untuk mengetahui sejauh mana nyali pemerintah RI. AMPI mengingatkan Pemuda UMNO agar tidak bereaksi berlebihan kepada ormas Bendera. AMPI menilai, Pemuda UMNO tidak memahami iklim kebebasan berdemokrasi di Indonesia.

"Di Malaysia itu kan pemerintah semiotoriter dan tidak ada kebebasan berdemonstrasi seperti di RI. Jadi begitu ada demonstrasi seperti dilakukan Bendera, mereka terkaget-kaget. Padahal di Indonesia dan negara-negara seperti Amerika Serikat dan negara demokratis lainnya, demo seperti Bendera itu hal yang biasa. Mereka saja yang kaget-kaget," katanya.

Suara Karya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar