Kamis, 09 Juni 2011

Mewaspadai Gas Dieng

Gunung Dieng di sebelah utara Wonosobo Jawa Tengah baru-baru ini dinyatakan sebagai daerah yang disiagakan berhubung kemungkinan keluarnya gas racun. Berdasarkan catatan, dalam kurun waktu 200 tahun terakhir telah jatuh korban tidak kurang dari 300 jiwa, diantaranya 149 orang meninggal dunia karena latusan pada tahun 1979. Letusan ini dipicu oleh gempa yang menyebabkan gas dan uap yang berakumulasi di dalam bumi didorong ke luar dalam bentuk panas dengan konsentrasi gas yang tinggi.

Gunung Api Dieng merupakan sekumpulan pusat letusan yang berbentuk kawah dan lubang gas dalam berbagai ukuran. Gunung api ini lebih tepat dinamakan Kompleks Gunung Dieng. Di sini terdapat tidak kurang dari 26 pusat letusan, diantaranya yang memperlihatkan kegiatan ada 15 pusat letusan. Sebagai pusat letusan berbentuk telaga, sebagian kering, dan sebagian merupakan kawah bergejolak (fumarol). Pusat letusan tersebar pada arah barat-timur di suatu wilayah dengan panjang lebih kurang 12 km dan lebar 3 km yang dibagi dalam kelompok Kawah Timbang/Butak-Petarangan di sebelah barat dan kelompok Dieng di timur. Kelompok Dieng dapat dibagi lagi atas Kelompok Kawah Sileri dan Kelompok Pakuwaja.

Kelompok yang sering menimbulkan letusan adalah Kelompok Kawah Timbang/Butak-Petarangan dan Kelompok Kawah Sileri. Pada tahun 1786, letusan Butak-Petarangan menyebabkan 38 orang tewas, sedangkan letusan Kawah Timbang pada 1939 dan 1979 menelan korban jiwa masing-masing 10 orang dan 149 orang. Kawah Sileri meletus pada tahun 1944 dan menimbulkan korban 59 orang meninggal dunia, 38 orang luka, dan 55 orang hilang.

Letusan Freatik
Karena penyebab letusan adalah uap dan gas, letusan ini berbentuk Lumpur panas yang mengandung konsentrasi gas yang tinggi. Letusan semacam ini dinamakan letusan freatik. Panas yang merembet dari dapur magma ke dalam batuan telah memanaskan air tanah sehingga membentuk uap. Bersamaan dengan pasokan panas dari magma atau merembes pula gas CO2, H2S NO2 dan berbagai jenis gas racun seperti HCN dan Arsen. Gas-gas itu berakumulasi bersama uap atupun membentuk kantung sendiri di dalam tanah.

Tingkat kematangan gas dan uap untuk meledak secara teoretis dapat diperkirakan, antara lain dengan memperhatikan masa istirahat. Akan tetapi, faktor yang sulit diduga adalah terjadinya gempa yang dapat memicu letusan tersebut. Pemonitoran seismisitas untuk mendeketsi pergerakan gas dan uap di dalam bumi dapat juga membantu, tetapi getaran yang terdeteksi tidak selamanya berakhir dengan letusan.

Dalam keadaan gas keluar secara serentak, konsentrasinya menjadi tinggi. Gas yang tidak beracun, seperti CO2 bila konsentrasinya melewati batas ambang 5.000 pm (parts per million) akan berubah menjadi gas racun. Gas seperti ini sifatnya lebih berat dari gas lainnya, sehingga akan mengambang di atas tanah atau mengisi lembah. Dalam cuaca berkabut, apabila tidak ada angin, konsentrasi gas dengan mudah akan melampaui batas ambang.

Letusan Lumpur di suatu tempat dapat dibarengi dengan keluarnya gas berkonsentrasi tinggi. Pada letusan 1979. Lumpur keluar daei Kawah Sigluduk dan Kawah Sinila yang terletak di sebelah timur laut Kawah Timbang, sedangkan kawah ini hanya mengeluarkan gas. Penduduk Kampung Kepucukan yang mengungsi menuju Kota Kecamatan Batur terjebak oleh gas yang menyebar dari Kawah Timbang, dan dari retakan-retakan yang terdapat disekitarnya. Letusan itu terjadi pada 20 Februari 1979 dini hari.

Muka Magma Dangkal
Melihat letusannya yang berjenis freatik, diperlirakan magma dalam keadaan melemah atau merupakan sisa kegiastan lama. Malahan Junghuhn menduga, Kompleks Dieng merupakan bekas kaldera dengan batas Gunung Prau, Nogosari, Bismo, dan Srojo. Oleh karena itu, pegunungan Dieng mnerupakan dasar kawah, sehingga memiliki topografi relatif datar. Penyebaran pusat letusan yang luas menunjukkan letak sisi magma tidak terlalu dalam.

Karena kegiatan magmatik merupakan sisa kegiatan lama, letusan yang berupa cairan magma, kemungkinannya kecil terjadi dibandingkan dengan letusan freatik. Bagian atas magma sudah dalam keadaan membeku. Panas yang terus-menerus dihasilkan oleh sisa magma, telah mempercepat pematangan tanah, sehingga Dataran Tinggi Dieng dikenal subur. Akumulasi uap yangh tersebar pada lapangan yang luas menyebabkan potensi panas bumi di daerah ini cukup besar. Namun, pemanfaatannya memerlukan kewaspadaan dan teknologi yang memadai karena kandungan gas dalam uap itu.

Penyebaran kawah dan titik letusan yang luas menyebabkan Datran Tinggi Dieng dikenal indah dan menjadi daya tarik wisata. Letusan uap dari gas racun menimbulkan kesan magis, sehinga sejak zaman dahulu kala. Pegunungan Dieng meruapakan tempat yang dianggap sacral. Disini terdapat beberapa candi dari zaman Hindu. Titik-titik bahaya sudah teridentifikasi, sehingga kesiapan dapat dilakukan melalui pembuatan peta bahaya dan kegiatan latihan yang sudah memasyarakat.

Sumber: Adjat Sudrajat, guru besar pada Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran, /”Pikiran Rakyat”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar