Seorang pekerja menyelesaikan proses pembuatan pesawat CN235-110 Maritime Patrol Aircraft (MPA) pesanan Korea Coast Guard di hanggar PT Dirgantara Indonesia (PTDI) Bandung, Jawa Barat, Rabu (18/5). PTDI membutuhkan dana segar berkisar Rp600 miliar—Rp900 miliar dalam upaya restrukturisasi penyelematan BUMN tersebut dari keterpurukan industri dirgantara nasional. (Foto: Bisnis Jabar)
4 Juni 2011, Jakarta (Pelita): Anggota Komisi I DPR RI (bidang Pertahanan, Intelijen, Luar Negeri), Fayakhun Andriadi dari Fraksi Partai Golkar menilai pemerintah terkesan diskriminatif dalam pengembangan dan penguatan alat utama sistem persenjataan (Alutsista) nasional.
Dalam kenyataannya porsi belanja (anggaran pertahanan) lebih besar untuk biaya angkatan darat, sementara biaya untuk angkatan laut dan udara lebih kecil, padahal dua pertiga wilayah kita laut, ujarnya di Jakarta, Jumat (3/6).
Rendahnya keberpihakan pemerintah bukan hanya dari segi anggaran, juga di bidang regulasi. Selama ini Indonesia telah memiliki regulasi berupa Undang Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Bahwasanya pertahanan negara disusun dengan memperhatikan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan (pasal 3 ayat 2), ungkapnya.
Tetapi dalam kenyataannya, menurut politisi yang tengah menuntaskan studi doktor ilmu politik di Universitas Indonesia (UI) ini, porsi belanja itu lebih besar untuk biaya angkatan darat.
Sementara biaya untuk angkatan laut dan udara lebih kecil, dengan alasan kedua angkatan terakhir ini membutuhkan biaya dalam jumlah besar untuk pengadaan dan perawatan Alutsista, ujarnya.
Ekspor alutsista
Fayakhun Andriadi mengatakan, belum lama ini Indonesia mengekspor pesawat CN 235 jenis angkut militer VIP ke negara Senegal Afrika. Sebelumnya juga mengirimkan pesawat yang sama ke negara Burkina Faso, Afrika Barat, ungkapnya.
Menyusul kiriman pesawat ke Senegal itu, lanjutnya, Indonesia juga mengirimkan pesawat CN 235 jenis Maritime Patrol Aircraft (MPA) ke Korean Coast Guard pada hari berikutnya.
Fayakhun Andriadi mengatakan selain jenis pesawat, Indonesia juga mengekspor persenjataan dan peralatan militer lainnya ke sejumlah negara seperti Timor Leste, Korea Selatan dan beberapa negara ASEAN (Filipina, Malaysia, Vietnam, Brunei Darussalam).
Khusus Timor Leste mendapatkan kredit ekspor (KE) 40 juta dollar dari pemerintah Indonesia untuk pembelian dua kapal patrol cepat (fast patrol boat), katanya.
Dua kenyataan tersebut di atas, menurutnya membuktikan negara kita masih dapat berjaya di dunia internasional dengan hasil-hasil produk Alutsista, terutama dari gatra udara, laut.
Dalam pengertian lain, fakta ini juga isyarat bahwa sumberdaya manusia dan mutu produk Indonesia dapat diunggulkan dan bersaing dengan yang dihasilkan oleh negara-negara lain di dunia, tandasnya.
Artinya, demikian Legislator daerah pemilihan (Dapil) Jakarta ini, cita-cita menjadi negara pengekspor Alutsista pertama di ASEAN bukan mustahil dicapai Indonesia.
Hanya saja, harus lebih arif menentukan kebijakan berdasarkan kondisi geografis, apalagi itu sudah ada dasar undang-undanganya. Agar jangan lagi terkesan diskriminatif, kita kembangkan semuanya secara proporsional, kata Fayakhun Andriadi.
Sumber: Harian Pelita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar