ROKS Lee Eokgi (SS 071) kapal selam kelas Chang Bogo milik AL Korsel. Seoul menawarkan ToT untuk pembangunan kapal selam jenis ini pada Indonesia, jika Jakarta memilih Chang Bogo untuk TNI AL. (Foto: USN/Mass Communication Specialist 2nd Class N. Brett Morton)
6 Juni 2011, Jakarta (TEMPO Interaktif): Meski pemerintah menargetkan industri pertahanan sudah terbangun pada 2024, Indonesia diharapkan sudah bisa memproduksi kapal selam sendiri pada 2020. Untuk itu, mulai tahun ini Indonesia akan mulai melakukan alih teknologi untuk pembuatan kapal tersebut.
“Tahun ini kita akan kirim insinyur-insinyur untuk memulai proses alih teknologi,” ujar Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan, Laksamana Muda Susilo, kepada Tempo, Senin, 6 Juni 2011.
Tahap awal proses alih teknologi dilakukan dengan mengirimkan sumber daya manusia dari Indonesia untuk terlibat dalam perakitan kapal selam yang dipesan oleh pemerintah ke negara produsen kapal itu. Tahap berikutnya dari alih teknologi adalah perakitan dan produksi sebagian komponen kapal selam di Indonesia.
Susilo mengatakan tahun ini Indonesia berencana memesan dua kapal selam. Pada pemesanan berikutnya diharapkan perakitan salah satu unit yang dipesan bisa dilakukan di tanah air walaupun komponen dan alat-alat utamanya masih diimpor. "Misalnya kita beli tiga, yang dua diproduksi di sana (negara produsen), satu lagi kita rakit di sini," ujarnya.
Susilo mengatakan saat ini potensi pengembangan kapal selam di Indonesia memang belum ada. Industri kapal di dalam negeri belum menguasai teknologi pembuatan kapal selam maupun sumber daya manusia berupa tenaga ahli. Persoalan lain yang dihadapi untuk mengembangkan industri ini adalah investasi yang diperlukan sangat besar.
Indonesia, kata dia, juga belum memiliki galangan kapal dan kelengkapannya dengan kapasitas yang cukup besar untuk membangun kapal selam. Meskipun ada galangan yang cukup besar, diperlukan perbaikan dan penambahan fasilitas. "Biaya untuk membangun galangan kapal ini lebih besar dari biaya untuk pembelian satu unit kapal selam," kata Susilo.
Juru Bicara Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) Silmy Karim mengatakan komite bersama Kementerian Pertahanan akan mendorong beberapa kebijakan untuk mendukung pertumbuhan industri pertahanan nasional. Salah satunya yang akan diusulkan adalah pembebasan bea masuk sparepart untuk industri pertahanan.
Ini dilakukan untuk memicu produksi alat pertahanan oleh perusahaan-perusahaan di dalam negeri. "Sekarang kami sedang menginventarisir komponen apa saja yang perlu diberi pembebasan bea masuk," katanya. Kementerian akan meminta agar peraturan pembebasan dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan khusus komponen pertahanan.
Sumber: TEMPO Interaktif
Tidak ada komentar:
Posting Komentar