Jumat, 27 Februari 2009

Anggaran TNI Idealnya 5,7 Persen dari PDB

28 Februari 2009, Jakarta -- Pengamat Politik mengatakan, Tentara Nasional Indonesia (TNI) idealnya mendapat anggaran 5,7 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) agar terhindar dari berbagai ancaman seperti kehilangan wilayah hingga separatisme.

"Anggaran TNI tidak pernah lebih dari satu persen atau rata-rata hanya 0,98 persen dari PDB, bahkan tahun ini malah turun jadi 0,6 persen karena ada Pemilu," kata pengamat politik dari FISIP UI, Connie Rahakundini Bakrie pada Peluncuran Bukunya "Defending Indonesia" di Jakarta, Jumat.

Direktur Eksekutif Institute of Defense Security Study (IODAS) itu mengatakan, dengan anggaran yang minim, alat utama sistem pertahanan (Alutsista) Indonesia juga akan lemah, dan dampaknya pertahanan Indonesia kurang memadai.

Indonesia, ia menguraikan, merupakan negara yang sangat luas wilayahnya yang menuntut perlindungan maksimal dari sengketa wilayah, sumber daya laut yang dicuri, hingga upaya mencegah separatisme.

Indonesia juga selalu dianggap ancaman oleh negara-negara lain, karena itu tidak mungkin Indonesia terus menerima kondisi seperti ini dengan terus berniat baik.

"Militer Indonesia dibangun tanpa niat sebagai pengancam, bahkan sangat lemah dalam sarana militer, tank tua, kapal yang tanpa radar, pesawat yang ketinggalan zaman, sementara negara lain terus membangun peralatan militernya," ujarnya.

Konstelasi di kawasan Asia Pasifik saat ini, tambahnya juga telah berubah, di mana negara lain telah meningkatkan anggaran militernya, seperti China, India, Jepang, Korea, termasuk negara-negara tetangga. Hal ini menambah ketidakpastian masa depan.

"Satu tentara Singapura hanya menjaga sembilan penduduk, sementara satu tentara Indonesia harus menjaga 1.000 penduduk, ini memprihatinkan," katanya.

Ia menyesalkan, rakyat Indonesia yang selalu menuduh TNI melanggar HAM, padahal tentara Indonesialah yang selama ini sering dilanggar hak-haknya.

Ia juga memberi contoh Israel yang lemah, dikelilingi negara-negara yang dianggap lawan dan tidak punya uang mencari cara meningkatkan pertahanannya dengan bekerjasama dengan AS.

Perkembangan hubungan Indonesia-AS sejak naiknya Barack Obama ke kursi Presiden, ujarnya, seharusnya dimanfaatkan dengan baik, karena kebetulan Obama pernah tinggal di Indonesia dan cinta Indonesia.

Kedatangan Menlu AS Hillary Clinton dengan gagasan "comprehensive partnership", menurut dia, merupakan pertanda keinginan Washington untuk membangun hubungan yang lebih luas dengan Indonesia.

"Tapi sayangnya ada hambatan, eksekutif sulit bergerak, jadi memang lebih baik pihak non eksekutif yang maju," kata istri seorang petinggi militer ini. (antara)

Admin
Untuk memilih 500an orang poli-tikus, puluhan poli-tikus daerah, dan 2 orang pemimpin negara ini hingga menggadaikan kedaulatan negeri ini.
Ruaaaar biasaaaaaaa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar