Perbatasan Indonesia - Timor Leste di Motaain.
1 Februari 2010, Jakarta -- Kementrian Dalam Negeri menargetkan sengketa batas wilayah antardaerah otonom tuntas 2014. Pada 2010 ditargetkan akan terselesaikan sekitar 94 sengketa segmen batas wilayah dari 794 segmen yang belum terselesaikan hingga sekarang. Selama 100 hari kerja Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II Kementerian Dalam Negeri telah menyelesaikan sekitar 99 sengketa segmen batas wilayah.
"Masih ada sekitar 800 segmen lagi yang harus diselesaikan, baik batas antarkota maupun batas antarprovinsi," kata Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi kepada wartawan di Kantor Kementerian Dalam Negeri, Jumat (29/1).
Tekad pemerintah menuntaskan sengketa segmen batas wilayah ini telah disampaikan kepada DPR dalam rapat konsultasi DPR dengan Mendagri di kantor Kementerian Dalam Negeri, Kamis (28/1). Diharapkan, selama proses penyelesaian sengketa segmen batas oleh pemerintah hingga 2014 tidak ada lagi penambahan kasus sengketa segmen batas dari daerah.
"Mudah-mudahan tidak bertambah, kalau tidak bertambah kita berharap 2014 akan selesai yang 800 segmen tadi itu," kata Gamawan Fauzi. Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Saut Situmorang mengatakan selama ini terdapat sekitar 946 sengketa segmen batas wilayah di tanah air.
Pada 2010 akan di luar program 100 hari akan diselesaikan sekitar 94 sengketa segmen batas wilayah. Pada 2011 ditargetkan selesai sekitar 100 segmen batas, 2012 sekitar 150 segmen batas, 2013 sekitar 200 segmen batas, dan pada 2014 sekitar 250 segmen batas.
Penetapan dan penegasan segmen batas daerah yang ada di sejumlah daerah sekarang, dinilai mengandung potensi kerawanan dan permasalahan sehingga perlu diprioritaskan penyelesaiannya. Potensi rawan itu antara lain konflik batas antardaerah akibat perebutan sumber daya alam yang terdapat di sekitar wilayah segmen batas, persoalan pendaftaran pemilih dalam rangka pemilu, ketidakjelasan pengeluaran perijinan pengelolaan sumber daya alam, surat keterangan hak bukti atas tanah di wilayah perbatasan, dan persoalan tata ruang.
Pangkal sengketa antara lain karena tiadanya ketegasan batas di lapangan secara normatif, termasuk ketegasan UU terkait batas wilayah dalam UU pemekaran sebuah daerah serta kondisi sosial masyarakat setempat.
JURNAL NASIONAL
Tidak ada komentar:
Posting Komentar