Perbatasan RI - Timor Leste di Mota Ain. (Foto: aurelioximenes)
24 Februari 2010, Kupang -- Komandan Korem 161/Wira Sakti Kupang, Kolonel Dody Usodo Hargo, S. S. Ip menegaskan, penentuan batas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan tanggung jawab negara, bukan pemerintah daerah. TNI diamanatkan oleh negara untuk menjaga keutuhan wilayah agar tidak diganggu oleh pihak lain.
Danrem menegaskan itu untuk mengklarifikasi berita Pos Kupang edisi Selasa (23/2/2010), berjudul, "TNI Pancang Tujuh Pilar, Rugikan Batas wilayah RI", Tanpa Koordinasi dengan Pemkab TTU.
"Saya selaku Danrem 161/Wira Sakti perlu meluruskan pemberitaan tersebut, karena berita tersebut sangat diskriminatif terhadap keberadaan TNI dalam mangawal dan menjaga kedaulatan negara, khususnya satuan Tugas Pengamanan Perbatasan. Mereka memiliki tugas pokok menjaga kedaulatan, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 serta melindungi segenap Bangsa Indonesia di daerah perbatasan dari segala macam bentuk ancaman, dan tugas-tugas lainnya, termasuk mencegah semua bentuk kegiatan ilegal di perbatasan," tegas Danrem saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (23/2/2010).
Menurut Danrem, bicara tentang patok perbatasan merupakan kewenangannya sebagai Komandan Pelaksana Operasi Pengamanan Perbatasan RI-RDTL. Dengan demikian, katanya, masyarakat tidak salah menafsirkannya. "Mana mungkin TNI (prajurit yang bertugas di perbatasan RI-RDTL) melepas kedaulatan NKRI kepada RDTL walau hanya sejengkal tanah saja. Pelanggaran sejengkal tanah yang dilakukan oleh UPF (Unidade Police Foreinter/Polisi Perbatasan RDTL) dalam membangun pos batasnya saya perintahkan bongkar paksa," kata Danrem.
Menurut Danrem, berita yang benar sesuai realita di lapangan adalah pemasangan pilar perbatasan telah disepakati oleh kedua negara melalui jalur diplomasi yang dilakukan oleh Menlu RI dengan Menlu RDTL pada tahun 2005 lalu.
Pemasangan pilar batas dilakukan oleh kedua negara, untuk Indonesia oleh Tim Interdep yang terdiri dari Badan Koordinasi Survei Tanah dan Laut (Bakorsutanal) Dephan dan Depdagri. TNI hanya mengawal pelaksanaannya. Sedangkan permasalahan pemasangan patok batas di Desa Sunsea sudah betul dan sah dengan perincian sebagai berikut, pemasangan dilaksanakan pada tanggal 17 sampai 21 November 2009. Jumlah pilar yang dipasang sebanyak lima pilar (bukan 7 pilar seperti diberitakan, Red).
Danrem merinci, empat pilar batas di Bakitolas dan satu pilar batas di Sunsea. Saat pemasangan dihadiri oleh (pihak masyarakat) Ketua RT 08 Nelu, Martinus Suni, Kepala Dusun III, Andreas Koa dan Kepala Desa Sunsea Imelda Kosat.
"Jadi tidak benar kalau Pemda tidak dilibatkan atau tidak tahu," kata Danrem. Dia menambahkan, saat itu Camat Naebenu, Gaspar Nono, tidak datang.
Danrem menjelaskan, pada 17 November 2009, Tim Interdep menghadap Bupati TTU, tetapi Bupati TTU, Wakil Bupati, Sekda dan para Asisten Sekda TTU tidak ada di tempat. Tim hanya diterima Kabag Tata Pemerintahan Sekda TTU. Sesuai kesepakatan Tim Interdep RI dengan Tim RDTL, maka dipasang lima pilar itu.
"Jadi saya tegaskan sekali lagi pemasangan lima pilar tersebut sudah benar dan batas wilayah NKRI ditentukan oleh negara, bukan oleh bupati atau camat. Tugas TNI menjaga, bukan memasang, tetapi apabila ada pilar atau patok batas negara yang rusak, maka TNI yang bertugas di perbatasan harus dan wajib memperbaiki di tempat yang sama. Sampai titik darah penghabisan satu jengkal kedaulatan NKRI akan tetap dijaga dan dipertahankan. Semoga kita tidak berpikiran kedaerahan secara sempit yang dapat membelokkan dan membentuk opini yang salah," kata Danrem.
POS KUPANG.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar