KRI Surabaya. (Foto: TNI AL)
2 November 2009, Jakarta -- Masalah bahan bakar minyaK tak hanya dihadapi oleh skala rumah tangga. TNI pun mengalami hal serupa. Tak cukup anggaran, utang pun membludak. Pertamina beberapa waktu lalu menyatakan bahwa utang alat pertahanan negara ini mencapai Rp7,1 triliun.
Atas hal ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa pemerintah akan berusaha untuk mencari jalan terbaik agar utang ini tak menjadi beban Dephan/TNI. Syaratnya, mereka harus membuat perhitungan kebutuhan BBM yang bisa diprediksi sehingga anggaran menjadi rasional.
Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso kemudian menjawab bahwa mereka telah membuat perhitungan kebutuhan BBM tersebut. Namun, ia meminta agar urusan BBM ini sepenuhnya diberikan perhatian karena mereka juga bertugas mendukung departemen yang ada jika diminta.
"Perlu diketahui, departemen itu di dalam pelaksanaan tugasnya apabila butuh kapal, misalnya, juga meminta bantuan TNI. Seperti baru-baru ini, permintaan pengedropan logistik di Wamena karena di sana kekurangan logistik. Baru-baru ini, juga ada permintaan Dephub untuk survei wilayah perbatasan Timor Leste. Tahun 2007, MenLH memindahkan harimau saja meminjam kapal kepada kami. Belum lagi bencana alam, bantuan ke luar negeri, itu memakai alat transportasi TNI dan tentunya memakai bahan bakar," jelasnya di Jakarta, Rabu (2/12).
Penjelasan lebih detil tentang kebutuhan BBM ini dijawab oleh Asisten Logistik Panglima TNI Mayjen Abdul Ghofur. Ia menyatakan bahwa persoalan mendasar adalah dukungan anggaran yang tidak penuh dari pemerintah terhadap kebutuhan BBM serta pengenaan harga keekonomian bagi TNI.
"Kami sudah mendesak kebutuhan setahun dipenuhi. Tapi, ternyata yang dipenuhi hanya sekitar 40% dari total kebutuhan, baik rutin maupun operasi. Contohnya, kebutuhan Rp3,6 triliun, tapi didukung Depkeu hanya Rp1,3 triliun. Itu BBM saja," jelasnya.
MEDIA INDONESIA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar