Selasa, 01 Desember 2009

Menkeu Kritisi Pemesanan Produk Alutsista Dalam Negeri


1 Desember 2009, Jakarta -- Beberapa waktu lalu, BUMN Industri Strategis mengeluhkan ketidakkonsistenan TNI dalam pemesanan produk buatan mereka. Padahal, mereka sudah dianggarkan untuk diadakan selama beberapa tahun dengan mekanisme pengadaan tahun jamak (multiyears). Atas hal itu, Menkeu Sri Mulyani mencoba menganalisa dan mengkritisinya.

"Keluhannya kan tadi order tidak kontinu, berarti bukan saya, tapi Dephan. Tapi, nanti kan dibilang saya tidak kontinyu karena anggaran tidak kontinyu, nanti salah-salahan terus. Jadi, kita perlu duduk sama-sama yang mana yang akan dialokasikan secara strategis untuk kita alokasikan ke industri strategis, mana yang belum bisa diproduksi BUMN Industri Strategis," ujar Sri Mulyani dalam sambutan seminar Revitalisasi Industri Pertahanan di Jakarta, Selasa (1/12).

Ia juga menyoroti ketidakkonsistenan pengadaan itu akibat perencanaan yang tidak rapi. Misalnya, jika terjadi pergantian pejabat di lingkungan tersebut. Akibat perencanaan tak simultan, yang semestinya dimasukkan kembali dalam perencanaan anggaran, luput dimasukkan. Hal itu berimbas pada pelimpahan pengadaan dalam pengadaan ad hoc.

"Selama multiyears, Dephan akan selalu melakukan konfirmasi. Tapi, ketika diganti pejabat baru, itu lupa dianggarkan dan kemudia melapor ke saya setelah itu lewat," tukasnya.

Untuk mendukung revitalisasi industri itu, ia juga berjanji akan terus memperbaiki produk-produk kebijakan agar keluarnya lebih cepat. Untuk tahun 2010, ia telah mencatat ada 20 kegiatan yang nilainya Rp800 miliar dan direncanakan menggunakan pembiayaan dalam negeri dari perbankan nasional.

"Mereka hanya bridging saja, tapi industri perlu uang dimuka yang harus dia impor atau produksi, dia butuh pendanaan dari perbankan nasional," jelasnya.

Terkait hal itu, ia berjanji akan mengevaluasi proses penjaminan untuk BUMN terkait. Pasalnya, BUMNIS seringkali harus meminta comfort letter agar bisa meyakinkan pengucur dana. Namun, ia juga meminta agar BUMN bersangkutan disehatkan karena seringkali order yang masuk malah digunakan untuk membayar utang masa lalu, bukan untuk peningkatan perusahaan ke depan.

"Kalau memang itu jadi bottle neck, kita akan evaluasi. Tapi, kalau bukan masalah comfort letter karena industri strategis karena banyak utang masa lalu yang belum selesai, manajemen BUMN itu harus disehatkan sehingga ketika terima order itu tidak hanya untuk tutup bolong masa lalu. The problem is not uncertainty financing, tapi kesehatan BUMN itu sendiri," tukasnya.

MEDIA INDONESIA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar