(Foto: @info-terkumpul)
22 Oktober 2009, Jakarta -- Tenggelamnya pulau-pulau kecil terluar akibat kenaikan muka laut tidak akan menghilangkan kedaulatan teritorial negara. Titik pangkal terluar, yang menjadi patokan penarikan garis kedaulatan wilayah, tetap diakui global.
Posisi titik pangkal terluar di pulau terluar berada di bawah permukaan laut rata-rata. Sesuai dengan Konvensi Hukum Laut (UNCLOS) tahun 1982, titik itu batas tinggi kering saat air surut terendah, yang siklusnya berulang setiap 18,6 tahun.
”Kalau ada pulau tenggelam, negara akan kehilangan wilayah darat. Namun, tidak wilayah lautnya,” kata pakar hukum laut internasional Hasjim Djalal dalam diskusi kelautan yang diadakan kelompok pencinta alam Wanadri dan Rumah Nusantara di kantor Redaksi Kompas, Jakarta, Rabu (21/10). Sejumlah tokoh hadir, di antaranya, adalah mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Sarwono Kusumaatmadja, Panglima Komando Lintas Laut Militer Laksamana Muda Marsetio, dan Kepala Pusat Pemetaan Batas Wilayah Bakosurtanal Sobar Sutisna.
Pernyataan Hasjim menjawab kekhawatiran dan salah pengertian, termasuk kalangan birokrat, mengenai potensi menciutnya wilayah Indonesia menyusul perkiraan tenggelamnya 2.000 hingga 3.000 pulau akibat kenaikan muka laut dampak pemanasan global. ”Secara hukum, wilayah Indonesia tak akan berubah. Kecuali, negara menjual pulau miliknya,” kata dia.
Menurut Sobar, Indonesia memiliki 193 titik pangkal tempat menarik garis batas terluar kepulauan Indonesia, yang memiliki 92 pulau terluar. Seluruh data titik pangkal dan pulau terluar tersebut sudah didaftarkan kepada Sekretariat PBB.
”Hingga kini tidak ada keberatan dari negara tetangga yang berbatasan langsung dengan Indonesia,” kata dia. Pendaftaran ke PBB sangat penting, mengantisipasi sengketa perbatasan yang mungkin muncul.
Efektifkan pengawasan
Menurut Hasjim, daripada khawatir kedaulatan negara berkurang, pemerintah lebih baik mengefektifkan pengawasan di laut dan pulau terluar. ”Kunjungi berkala, masukan dalam administrasi daerah, dan lakukan aktivitas pengamanan,” kata dia.
Pengawasan efektif, selain layak dilakukan, juga berefek global. ”Lakukan sesuatu, sebelum perkara muncul,” kata dia.
Dikatakan Laksamana Muda Marsetio, TNI AL terus meningkatkan patroli rutin di kawasan perbatasan. Salah satu kasus terpanas adalah sengketa Blok Ambalat, yang melibatkan angkatan bersenjata kedua pihak.
TNI AL juga melayani keberatan negara lain yang disampaikan lewat nota diplomatik.
Diskusi juga menyampaikan hasil dan rencana Ekspedisi Pulau Terdepan oleh Wanadri dan Rumah Nusantara. Dari 92 pulau terluar, mereka sudah mengunjungi 64 pulau dan menghasilkan dua buku.
”Kami akan lanjutkan sisa 28 pulau pada akhir bulan ini,” kata Ketua Bidang Eksternal Tim Ekspedisi Ipong Witono.
Kompas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar