Rabu, 09 September 2009
Sebelum Jatuh, Nomad ‘Sekarat’, Tinggal Memiliki 86 Jam Terbang
9 September 2009, Jakarta -- Pesawat milik Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (AL) jenis Nomad tipe N24 Nomor P-837, yang jatuh di sekitar perairan Kalimantan Timur (Kaltim), ternyata telah “sekarat” dan tinggal memiliki 86 jam terbang. Sebelum terbelah dua tatkala jatuh tambak di Bulungan, pesawat tersebut terlebih dulu mengalami gangguan mesin.
Kepala Dinas Penerangan Angkatan Laut (Kadispenal), Laksamana Pertama TNI Iskandar Sitompul, ketika dimintai konfirmasi di Jakarta mengakui bahwa jam terbang pesawat buatan Australia tahun 1982 itu hanya tersisa 86 jam lagi. Namun ia membantah bahwa pesawat intai dan patroli tersebut sudah tak layak jalan.
“Ketika beroperasi kemarin, pesawat tersebut masih laik jalan. Hal ini berdasarkan sertifikat kelaikan terbang dengan nomor SLU/44 V 2009 tanggal 28 Mei 2009,” ujar Iskandar Sitompul, seperti dilansir Kompas.com, Selasa (8/9).
Mengutip data di Pusat Penerbangan TNI AL, Iskandar menjelaskan, TNI AL memiliki 44 pesawat Nomad, yang dulu didatangkan dari Australia dalam tiga gelombang. Gelombang pertama, 1975-1980, sebanyak 20 unit; gelombang kedua, 1997, sebanyak 20 unit –termasuk yang jatuh di Bulungan– dan gelombang ketiga, 2003, sebanyak empat unit.
Menurut Kadispenal, sebagian besar Nomad sudah digroundedkan, dan sekarang sisa 19 unit. Dari jumlah itu, yang stand by sebanyak 14 unit, dan yang masih laik terbang ada delapan unit. “Nomad yang jatuh di Kalimantan Timur itu tergolong pesawat Nomad yang masih laik terbang sesuai dengan sertifikat kelaikan udara,” tegasnya.
Iskandar juga mengungkapkan bahwa Kepala Staf TNI AL (KSAL), Laksamana TNI Tedjo Edhy Purdijatno, bereaksi keras atas jatuhnya Nomad yang menelan empat korban jiwa dan lima korban luka itu. KSAL pun melarang semua pesawat Nomad terbang.
“Bapak KSAL telah mengeluarkan larang terbang untuk semua jenis pesawat Nomad sampai batas waktu yang tidak ditentukan,” tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, Nomad TNI AL jatuh saat melakukan patroli maritim mencari data intleijen di perbatasan Malaysia-Kaltim. Nomad ini jatuh dalam perjalanan dari Long Bawan, Kabupaten Nunukan, ke Bandar Udara Juwata, Tarakan, Senin (7/9) pukul 11.11 Wita.
Pesawat yang dipiloti Lettu (P) Erwin Wahyuono, warga Waru, Kabupaten Sidoarjo, ini terbelah sesudah jatuh di sebuah tambak di Bulungan. Saat jatuh, pesawat militer tersebut memuat sembilan orang –enam di antaranya warga sipil. Empat dari enam warga sipil itu tewas, sedangkan dua lainnya luka-luka. Demikian pula tiga anggota TNI AL –termasuk Lettu (P) Erwin– juga luka sehingga harus dirawat di RSAL Tarakan.
Dimakamkan
Dari Balikpapan, Kaltim, dilaporkan, dua dari empat jenazah korban kecelakaan Nomad akan dibawa ke Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB). “Dua jenazah tersebut adalah Fikri dan Srihadi, yang akan dibawa dengan menggunakan pesawat Batavia via Surabaya,” kata Kombes Pol Rudi Pranoto, kepala bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Kaltim, di Balikpapan, Selasa (8/9).
Adapun dua korban lain sudah diambil keluarga masing-masing untuk dimakamkan. Mereka, Yakob Kayang, dibawa keluarga e Longsam, Kabupaten Bulungan; dan Muslimin, dibawa ke Pamusian RT 25, Tarakan Timur.
“Sedangkan lima korban yang selamat saat ini masih dirawat di Rumah Sakit Angkatan Laut Tarakan,” kata Rudi kemudian menambahkan bahwa tiga dari lima korban luka –Erwin, Lettu Syaiful (kopilot), dan Serma SAA Sodikin (teknisi)– mengalami luka parah, sedangkan Uhip dan Muhamir luka ringan.
Rudi juga menyatakan bahwa upaya evakuasi Nomad yang jatuh tersebut belum dilakukan, dan baru akan dilaksanakan Rabu (9/9) hari ini. “Pihak Polda Kaltim menurunkan persone dengan melibatkan Polres Bulungan untuk mengamankan lokasi jatuhnya pesawat Nomad,” katanya kepada Antara.
Selain mengirim sejumlah petugas, kepolisian bertugas untuk mengamankan lokasi. “Untuk olah tempat kejadian perkara (TKP, Red) dan evakuasi bangkai pesawat akan dilaksanakan besok (hari ini, Red) oleh tim Mabes TNI AL dengan menggunakan transportasi air menuju lokasi,” ujar Rudi.
Dijaga Ketat
Sementara itu, rumah Lettu (P) Erwin Wahyuono, di Jalan Raya Taman Bunga Nomor 84, Perumahan Garden Dian Regency, Kecamatan Waru, Sidoarjo, dijaga ketat oleh aparat keamanan, Selasa (8/9). Banyak aparat keamanan –dari pihak satpam perumahan maupun dari POMAL– berjaga-jaga di rumah tersebut. Bahkan semua wartawan yang hendak mewawancara Ny Erwin dihadang di depan pintu perumahan.
Dua satpam –Imam S dan Ari Susanto– yang berjaga-jaga di pintu masuk perumahan melarang wartawan masuk . “Instruksi yang kami terima seperti itu,” ujar Imam kepada Surya, Selasa (8/9).
Selain dari keluarga, instruksi tersebut berasal dari teman-teman Erwin di TNI AL. Alasannya, keluarga dan teman-teman Erwin tak mau diganggu dan enggan semakin terbebani pemberitaan media massa. “Apalagi bapak (mertua) Pak Erwin kan seorang jenderal di TNI AL,” sambung Ari.
Selain itu, Erwin yang tinggal di Perumahan Garden Dian Regency sejak lima tahun lalu tersebut juga menjabat ketua RW. Bapak tiga anak ini pun ditunjuk sebagai koordinator satpam perumahan sejak 2007 silam. “Makanya jangan heran bahwa warga di sini proaktif ikut mendukung larangan terhadap wartawan untuk meliput di rumah keluarga Pak Erwin,” tegas Imam.
Di Jakarta, beberapa pihak meragukan apakah saat jatuh pesawat Nomad itu benar-benar sedang melakukan patroli maritim. Mereka juga menyesalkan keberadaan para penumpang sipil dalam Nomad. “Kalau dilihat dari jalurnya, pengintaian TNI AL seharusnya menuju ke pantai,” ujar Jaleswari Pramowardhani, analis militer dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Menurutnya, sudah menjadi rahasia umum bahwa sebagian alat utama sistem senjata (alutsista) digunakan untuk mengangkut para warga sipil. Mereka, kata Jaleswari, membayar sejumlah uang untuk jasa tumpangan tersebut.
“Hal ini (dilakukan dengan alasan) atas nama kesejahteraan prajurit. Saya pikir, kejadian jatuhnya beberapa pesawat tahun ini harus mendorong TNI untuk selalu memprioritaskan keamanan,” tegasnya.
Sedangkan menurut Anggota Komisi I (Komisi Pertahanan) DPR RI yang juga Ketua Pansus RUU Peradilan Militer, Andreas Pareira, adanya warga sipil dalam Nomad merupakan pelanggaran. “Harus ada tindakan tegas sesuai dengan mekanisme di tubuh TNI AL. Komandan juga harus bertanggung jawab,” ungkapnya.
Di pihak lain, Iskandar Sitompul menegaskan bahwa Nomad tersebut memang tengah melaksanakan patroli rutin maritim. Iskandar mengatakan, Nomad, yang bertolak dari Tarakan pada pukul 11.00 Wita, tengah mengumpulkan data intelijen maritim ketika di Bandara Long Apung.
Namun, dia mengakui adanya warga sipil yang tidak ada kaitannya dengan tugas kemiliteran. “Mereka menumpang karena kesulitan transportasi,” ujarnya.
SURYA
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar