Kamis, 09 Juli 2009

Pulau Ransang Terancam Tenggelam

(Foto: satudunia.net)

10 Juli 2009, Selat Panjang -- Seorang pakar, Dr Agusnimar, MSc menegaskan pembangunan kanal di Pulau Ransang yang dilakukan PT Sumatera Riang Lestari sebagai upaya merealisasikan program pembangunan HTI di pulau tersebut, mengamcam keberadaan pulau itu sebagi pulau terluar di negara RI. Pulau yang luasnya sekitar 92.200 hektare tersebut terancam tenggelam.

Pernyataan ini diungkapkannya kepada RPG kemarin terkait kebijakan pemerintah mengeluarkan izin pengeloalan HTI di Pulau Ransang seluas 18.000 hekater kepada PT Sumatera Riang Lestari dan PT Lestari Unggul Makmur.

"Kalau Pulau Ransang tenggelam, jelas garis terluar pantai akan ikut bergeser. Hal ini tidak hanya akan merugikan masyarakat Meranti, tapi akan merugikan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ini akan menjadi ancaman serius bagai perogram penyelamatan pulau-pulau terluar bagi kepentingan pertahanan negara. Untuk itu, izin pengeloalan HTI bagi kedua perusahan harus dicabut," tegas dosen ahli kelautan pada Fakultas Pertanian Perikana Universitas Islam Riau tersebut.

Menurut Agusnimar, saat ini luas Pulau Ransang sudah tergerus dengan abrasi yang terjadi sepanjang tahun. Diperkirakan, luas daratan pulau yang penuh kekayaan itu yang sudah runtuh ke laut mencapai puluhan kilometer. Mulai dari Bantar sampai ke Sungai Gayung Kiri di Kecamatan Ransang.

Kondisi ini diperburuk pula dengan program pembangunan kanal oleh PT SRL dan PT LUM, membelah kawasan Pulau Ransang di Kecamatan Ransang mulai dari Desa Sungai Gayung Kiri hingga ke Desa Repan. Kondisi ini tentunya akan semakin mempercepat tenggelamnya pulau Ransang. Betapa tidak dengan dibangunnya kanal akan menimbulkan terjadinya erosi yang kemudian berdampak negatif bagai ekologis Pulau Ransang.

Apalagi tekstur tanah di Pulau Ransang merupakan kawasan gambut. Secara geograrfis sangat tidak layak untuk dibangun kanal ataupun program HTI. Pembangunan kanal menembus laut kata Agus, akan menyebabkan masuknya air laut ke pedalaman daratan Pulau Ransang. Hal ini tentunya akan menimbulkan kerusakan pada areal perkebunan milik masyarakat. Di sisi lainnya, dengan pembangunan kanal tesebut, air darat yang turun hingga ke kawasan pantai akan berdampak buruk bagi kelestarian hutan bakau yang hidup di sepanjang bibir pantai Pulau Ransang.

Yang jelas, dengan dibangunnya kanal sekarang ini wilayah Pulau Ransang di bagian Timur terputus. "Kita perhitungkan dalam kurun waktu 20-30 tahun ke depan, Pulau Ransang akan hilang tenggelam. Dampak sosial yang akan timbul, akan lebih parah dari kasus lumpur Lapindo. Kemana puluhan ribu warga yang tinggal di Pualu Ransang akan diungsikan. Terlalu besar kerugian yang harus ditanggung masyarakat," papar Putra Selatpanjang yang menyelesaikan study S3 nya di Universitas Of Nagasaki di Jepang dalam program Ekologi Kelautan.

Terus Galang Penolakan

KRI Pulau Rangsang jenis penyapu ranjau kelas Kondor harus berganti nama jika Pulau Rangsang benar-benar tenggelam. (Foto: den_bgs79)

Sementara itu upaya penggalangan penolakan pembangunan HTI di Pulau Ransang semakin meluas. Selain mengajukan surat ke Menhut agar mencabut rekomendasi izin HTI bagi PT SRL dan PT LUM, Forum Kepala Desa di Ransang Barat turut mendukung upaya masyarakat Kecamatan Ransang mendesak pemerintah untuk menutup HTI bagi dua anak perusahaan RAPP tersebut.

"Ini bukan hanya menyangkut kerugian materil, tapi menyangkut soal keutuhan Pulau Ransang sebagai salah satu pulau terluar yang dimiliki Negarai RI. Untuk itu, rekomendasi izin pengeloalaan HTI di Kecmatan Ransang harus dicabut. Kita siap untuk menggalang tanda tangan dari masyarakat Ransang Barat menolak pembangunan HTI tersebut," kata Mahadi Kepala Desa Tanah Merah yang juga Ketua Forum Lepala Desa Kecamatan Ransang Barat.

Sementara itu Pemerintahan Kecamatan Ransang tetap bersikukuh mendukung penuh upaya penolakan pembangunan HTI yang digalang oleh masyarakat Ransang. Menurut Camat H Sudarwito, 18.000 hektare hutan alam terancam gundul untuk disulap menjadi HTI. Kalaupun kemudian ditanami dengan kayu akasia, akan memakan waktu puluhan tahun.

'Menjelang kayu yang ditanam tumbuh besar, banjir dan air pasang sudah menenggelamkan pulau Ransang. Untuk itu, pemda tidak mau ambil resiko dan tetap mendukung komitmen masyarakat mendesak agar rekomendasi izin HTI harus segera dicabut oleh pemerintah pusat," tegas Camat Ransang tersebut.

DUMAI POS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar