Jumat, 03 Juli 2009

Pengamat: Beli Senjata dari Israel Itu Berisiko

Angkatan Bersenjata Spanyol menggunakan Searcher di Afghanistan. SIPRI Arms Transfers Database mencatat Indonesia akan membeli 4 UAV jenis Searcher dari Israel. (Foto: mde.es)

3 Juli 2009, Jakarta -- Pengamat Timur Tengah Rais Abin menilai rencana pemerintah untuk membeli Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) dari Israel terlalu berisiko karena akan menyulitkan posisi Indonesia di dunia internasional.

"Indonesia yang terkenal vokal menyuarakan kebebasan Palestina dan mengecam Israel tiba-tiba ingin membeli alutsista negara zionis tersebut akan dicap plin-plan oleh dunia," katanya di Jakarta, Jumat.

Rais menjelaskan hubungan Indonesia dengan negara-negara lain pendukung kemerdekaan Palestina dikhawatirkan akan merenggang jika rencana pembelian alutsista tersebut jadi dilaksanakan.

Rais justru menyarankan pemerintah untuk lebih gencar menekan Amerika Serikat untuk mencabut embargo militer ke Indonesia.

"Indonesia selama ini sudah membuktikan diri aman dan terorisme bisa ditumpas sehingga AS tidak perlu khawatir persenjataan yang dijualnya ke Indonesia akan jatuh ke tangan yang tidak bertanggung jawab," katanya.

Jika usaha dengan AS tidak berhasil, katanya, maka tidak ada jalan lagi selain membeli peralatan tempur dari China, Rusia atau Israel.

Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPR RI mempertanyakan kebijakan Pemerintah RI membeli senjata dari Israel karena kedua negara tidak memiliki hubungan diplomatik.

"Kami mendapat informasi, pemerintah RI melalui Markas Besar (Mabes) Tentara Nasional Indonesia (TNI) telah menandatangani pembelian tiga unit UAV, yakni pesawat tanpa awak, buatan Merhav Corp Israel senilai 16 juta dolar AS," ungkap anggota FPKS Mutammimul Ula.

Pembelian itu, menurut anggota Komisi I DPR RI itu, dilakukan dengan pihak Kittal Coorporation yang berkedudukan di Filipina melalui agennya di Indonesia.

"Pesawat-pesawat tersebut nyata-nyata buatan Israel, di mana Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan negara tersebut," tegasnya.

FPKS menyatakan, penandatangan pembelian tersebut harus dibatalkan dengan cara DPR tidak memberi persetujuan pencarian uang muka sebanyak 15 persen.

Mutammimul menilai, jika Pemerintah RI bersikeras melanjutkan pembelian ini, maka rezim sekarang menentang kebijakannya sendiri, yakni kebijakan bahwa Israel adalah negara penjajah.

ANTARA News

Tidak ada komentar:

Posting Komentar