Sebuah pesawat tempur jenis Hawk 100 milik Skadron Udara-1 Elang Khatulistiwa, melakukan persiapan terbang dari landasan pacu Lanud Supadio, Pontianak, Kalbar, Senin (8/6). Kekuatan Skadron Udara-1 Elang Khatulistiwa ditunjang oleh pesawat tempur Hawk jenis 100/200 yang berada di Lanud TNI AU Supadio, siap membantu menjaga wilayah RI di kawasan Ambalat, Kalimantan Timur . (Foto: ANTARA/Jessica Wuysang/Koz/mes/09)
10 Mei 2009, Jakarta -- DPR RI menodorong TNI untuk bersikap tegas dalam menyikapi manuver kapal perang Tentara Diraja Malaysia yang puluhan kali masuk wilayah Ambalat, Kaltim.
Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Golkar Marzuki Darusman mengatakan, pemerintah RI tetap harus menunjukkan tajinya di wilayah Ambalat. Yakni, dengan memberikan tembakan peringatan bagi kapal perang Tentara Diraja Malaysia yang melakukan patroli melewati batas wilayah Malaysia-Indonesia.
”Kalau mereka tetap memprovokasi tentara kita di wilayah perbatasan dengan melanggar batas wilayah, lakukan tembakan peringatan,” tegas Marzuki kepada Menteri Pertahanan RI Juwono Sudarsono, kemarin.
Menurutnya, meski perundingan secara diplomasi terus dilakukan, namun gelar kekuatan militer tetap harus dilakukan sebagai back up, dan menjadi langkah perhitungan jika terjadi konfrontasi militer tiba-tiba dari Malaysia.
Ia menilai bahwa secara politik, munculnya provokasi militer dari Malaysia dan sikap pemerintah Indonesia yang tak bisa menekan Malaysia untuk mengakui batas-batas wilayah Indonesia di Ambalat, menggambarkan adanya penurunan terhadap power Indonesia.
”Dulu posisi politik kita tidak tertandingi di ASEAN. Sekarang ini kita dianggap negara yang menurun powernya sehingga dimanfaatkan oleh Malaysia dengan perilaku tidak beradabnya dan sikap congkak mereka,” tegas Marzuki.
Senada, anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PAN Abdilah Toha mengatakan, tembakan peringatan bagi kapal perang Malaysia yang melintasi batas negara Indonesia harus dilakukan TNI.
”Tapi harus hati-hati agar tak memulai perang duluan. Karena, kalau sampai itu terjadi, bisa-bisa Indonesia yang diembargo secara internasional karena memulai perang. Seperti yang terjadi pada kasus lepasnya Timor Leste dari NKRI. Saat inilah profesionalisme TNI diuji, bagaimana emosi mereka dipancing lewat provokasi dan strategi militer Malaysia,” ujar Abdilah.
Sementara, Menteri Pertahanan RI Juwono Sudarsono kembali mengatakan, TNI harus bersiaga penuh atas kondisi yang terjadi di Ambalat. Meskipun dirinya mewanti-wanti agar Indonesia jangan memulai perang, bila ada formasi militer kapal perang yang melewati batas, ini harus ditindak tegas.
”Kalau cuma patroli dari Malaysia, mungkin ini bisa ditolerir dengan tembakan peringatan. Tapi kalau ada formasi militer kapal perang yang melintas batas kedaulatan RI, maka ini harus dihentikan dengan tegas (diserang oleh TNI, Red.),” ujarnya.
Pilah Aset
Dua pesawat tempur jenis Hawk 100 dan 200 milik Skadron Udara-1 Elang Khatulistiwa, siap terbang dari landasan pacu Lanud Supadio, Pontianak, Kalbar, Senin (8/6). Kekuatan Skadron Udara-1 Elang Khatulistiwa ditunjang oleh pesawat tempur Hawk jenis 100/200 yang berada di Lanud TNI AU Supadio, siap membantu menjaga wilayah RI di kawasan Ambalat, Kalimantan Timur. (Foto ANTARA/Jessica Wuysang/Koz/mes/09)
Di tempat terpisah, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Anwar Nasution minta Departemen Pertahanan (Dephan) memisahkan aset efektif dan rongsokan. Upaya ini diharapkan bisa mengetahui dengan cermat kualitas peralatan utama sistem persenjataan (alutsista).
Menurut Anwar Nasution, neraca Dephan dan TNI mencatat penguasaan aset sekitar Rp 163 triliun atau 24 persen dari total aset milik pemerintah. Dari jumlah itu, sekitar Rp 47 triliun di antaranya peralatan dan mesin berupa alutsista.
"Untuk mengetahui kesiapan tempur TNI, kondisi aset tersebut perlu diketahui mana yang masih efektif dan mana yang sudah menjadi barang rongsokan atau teknologinya jauh ketinggalan," kata Anwar dalam penyampaian hasil audit atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) saat Rapat Paripurna DPR di Jakarta, kemarin (9/6).
"Bagaimana mau perang, kalau masalah ini saja belum dapat diselesaikan. TNI hingga saat ini belum dapat memisahkan antara aset efektif dengan aset rongsokan ataupun yang memiliki teknologi terbelakang," ujarnya.
Anwar mengungkapkan, ketidakcermatan dalam melaporkan kondisi alutsista ini akan mengakibatkan DPR, pemerintah, dan pengguna laporan keuangan dapat tersesat dalam mengambil keputusan.
"Dengan diatasinya kelemahan itu, diharapkan kecelakaan dalam pengoperasian peralatan dan mesin di lingkungan Dephan dan TNI dapat dihindari. Pada gilirannya, ini juga dapat meningkatkan kemampuan menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia," papar mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) itu.
Anwar menambahkan, saat ini BPK belum punya kemampuan untuk mengaudit kualitas persenjataan. Untuk itu, dia berharap Dephan memiliki inisiatif untuk memilah aset-aset tersebut.
(Kaltim Post)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar