Sejumlah pemuda yang tergabung dalam Pemuda Perbatasan Ambalat, melakukan aksi damai di Bundaran hotel Indonesia, Jakarta, Selasa ( 23/6). Mereka mengimbau pemerintah dalam menangani konflik Blok Ambalat dengan Malaysia, agar dilakukan dengan damai, hindari kontak fisik, karena akan merugikan warga di sekitar perbatasan Blok Ambalat tersebut. (Foto: ANTARA/ Ujang Zaelani/hp/09)
23 Juli 2009, Jakarta -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membantah telah bersikap tidak tegas soal penanganan batas wilayah RI dan Malaysia di perairan Ambalat.
"Soal diplomasi itu adalah pilihan, bukan tidak tegas. Pilihannya perang atau tidak perang. Kita pilih mana yang lebih civilized (berada). Kalau tidak ada cara lain, artinya kedaulatan itu sesuatu yang tidak kita perjual belikan. Kita sangat serius atasi masalah di ambalat itu," kata Presiden saat membuka Rapimnas Pemuda Panca Marga di Jakarta, Selasa.
Yudhoyono menjelaskan, pilihan untuk menyelesaikan persoalan Ambalat dengan jalur diplomasi adalah pilihan yang paling rasional dan bermartabat.
"Kalau pilihannya perang ayo kita perang, tetapi kalau kita rasional yang penting tidak ada satu meter pun wilayah kita lepas. Tidakkah itu yang lebih bermartabat? Kita tidak perlu mengeluarkan ratusan triliun cost korban jiwa. Saya memilih perundingan sangat intensif dengan catatan kedaulatan, harga mati," kata Presiden.
Dalam diplomasi penyelesaian kasus ini, pemerintah berusaha tidak menimbulkan insiden dengan pemerintah Malaysia.
"Intinya jangan sampai terjadi insiden, kita lanjutkan perundingan lebih intensif. Ini akuntabilitas seorang presiden kepada konstitusi, sejarah dan masa depan," katanya.
Sementara mengenai keutuhan wilayah dari masalah separatisme, Presiden mengatakan akan mencegah upaya memecah wilayah Indonesia dari dalam sendiri.
"Ke dalam negeri tidak ada gerakan separatisme yang kita benarkan. Merah Putih harus berkibar," kata Yudhoyono.
Menyelesaikan separatisme, lanjut Presiden, tidak harus dengan cara militer asalkan tujuan negara kesatuan RI utuh, sebaliknya mengadalkan diplomasi dan pendekatan itu bermartabat kecuali terpaksa.
ANTARA News
Tidak ada komentar:
Posting Komentar