KRI Makassar. KRI Slamet Riyadi menggantikan tugas KRI Makassar menjaga perairan Ambalat.
22 Juli 2009, Jakarta -- Ketegangan di Blok Ambalat yang mulai mencair akan berlanjut ke meja perundingan. Departemen Luar Negeri (Deplu) Republik Indonesia menetapkan pekan kedua Juli merupakan waktu pelaksanaan perundingan mengenai batas wilayah laut dengan Malaysia tersebut.
Tim juru runding Indonesia sudah siap melakukan perundingan yang direncanakan 13-14 Juli 2009. ''Dalam perundingan ke-14 ini, Malaysia sebagai tuan rumah,'' tegas Juru Bicara Deplu Teuku Faizasyah kemarin (20/6)
Saat ini, lanjut dia, pemerintah menunggu kesanggupan Malaysia yang mendapat giliran menjadi tuan rumah. Deplu masih menunggu kepastian konfirmasi kesanggupan Malaysia. Diperkirakan, salah satu penyebab Malaysia belum siap berunding karena tim negosiasi negeri jiran itu belum terbentuk. ''Yang pasti, pemerintah Indonesia akan terus mendesak Malaysia agar melaksanakan perundingan pada waktu yang telah ditetapkan,'' tegasnya.
Kesiapan juru runding Indonesia itu juga terkait materi nota protes atas sikap angkatan laut Malaysia yang kerap melakukan provokasi di perbatasan Indonesia. Mereka, terang Faizasyah, telah siap berangkat pada waktu yang ditentukan untuk membahas masalah perbatasan laut. Secara keseluruhan, perundingan tak hanya membahas Ambalat, namun juga membicarakan batas laut lainnya, seperti Selat Malaka.
''Kunjungan delegasi Komisi I DPR ke Malaysia beberapa waktu lalu belum merupakan langkah yuridis formal. Negosiasi diplomasi resmi mengenai masalah batas wilayah kedua negara harus dengan juru runding,'' terang dia.
Saat ini pemerintah memiliki tiga pedoman dalam menyelesaikan kasus tersebut. Yaitu, mempercepat perundingan di babak ke-14, menghindari provokasi dari tentara laut Malaysia di lapangan, dan memberikan ketegasan bahwa kedaulatan RI harus dipelihara.
Dia mengatakan, posisi Indonesia kuat secara hukum karena lebih patuh kepada prinsip negara kepulauan. Selain itu, secara faktual Indonesia juga lebih dahulu memberikan konsesi kepada dua perusahaan asing untuk mengelola, yaitu Unocal dan ENI. Lamanya perundingan hingga babak ke-14 itu, menurut Faizasyah, disebabkan Malaysia beranggapan bahwa Ambalat adalah miliknya. ''Sebab, Malaysia sejak 2004-2005 menetapkan garis Ambalat dari Sipadan-Ligitan. Menurut mereka, itu adalah hak mereka karena mereka menggunakan peta 1979, yang luas-luas perairan mereka juga digugat oleh negara tetangga, seperti Singapura, Brunei, Vietnam, Filipina, dan Tiongkok,'' imbuhnya.
Sementara itu, Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI-AL) kembali memperkuat armada di Ambalat. Kemarin petang TNI- AL mengirim KRI Slamet Riyadi. Kapal perang yang bermarkas di Surabaya itu bakal menggantikan KRI Makassar. KRI Slamet Riyadi singgah terlebih dahulu di Pelabuhan Semayang, Balikpapan, sebelum menuju ke Ambalat. Di Balikpapan, kapal itu akan mengisi logistik untuk melakukan patroli laut di kawasan sengketa Indonesia dengan Malaysia.
KRI Slamet Riyadi yang diawaki 186 personel dibuat pada 1967. Itu merupakan kapal kedua dari jenis kapal kelas perusak berpeluru kendali yang dimiliki TNI-AL. Kapal itu juga dilengkapi rudal antikapal permukaan, antikapal selam, dan antipesawat.
Sejak kapal patroli Malaysia beberapa kali melakukan provokasi dengan melintas masuk ke wilayah Indonesia, TNI-AL terus menyiagakan armada perang di kawasan kaya minyak itu. Hingga kini, terdapat lima kapal perang Indonesia yang berpatroli di kawasan tersebut.
JAWA POS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar