Senjata berat (SMB) alutsista Kodam VI/Tanjungpura.
10 Juni 2009, Jakarta -- Dewan Perwakilan Daerah pemilihan Kaltim akan mengusulkan pembentukan panitia khusus (Pansus) untuk menuntaskan sengketa Ambalat antara Indonesia dengan Malaysia. DPD juga akan mengajukan beberapa saran non konfrontasi, di antaranya penempatan dan pemberian fasilitas khusus bagi warga di pulau terpencil di perbatasan. Termasuk pula, memperkuat dukungan persenjataan dan logistik bagi personel Kodam VI/Tanjungpura, terutama yang bertugas di perbatasan.
Rencana ini mengemuka pada rapat tertutup antara anggota DPD Kaltim dengan Ketua DPD Ginandjar Kartasasmita dan Wakil Ketua DPD La Ode Ida, Selasa (9/6).
"Besok (hari ini, Red.) kita lapor ke paripurna DPD, nanti akan ditanggapi langsung dengan pembentukan pansus Ambalat dan perbatasan," kata Luther Kombong, selaku juru bicara pertemuan. Sebenarnya, lanjut dia, paripurna hari ini membahas laporan keuangan dari Badan Pemeriksa Keuangan, tapi karena Ambalat dinilai menjadi masalah krusial, pimpinan DPD meminta wakil Kaltim agar menyiapkan hasil laporan lapangan, sekaligus usulan solusi yang mungkin bisa segera diterapkan.
Dari hasil pengamatan langsung dan laporan lapangan, empat anggota DPD asal Kaltim menyimpulkan, penguatan ekonomi dan sosial masyarakat bisa menjadi kekuatan alami untuk melawan upaya pengambilalihan wilayah RI oleh Malaysia. Selain menyebar penduduk di pulau terpencil, khusus Kabupaten Nunukan di mana Ambalat berlokasi, DPD akan menyarankan pemerintah supaya memberi pinjaman modal pembelian kapal nelayan semi modern. Fungsi kapal ini bukan hanya untuk mencari ikan, tapi juga mengawasi pergerakan kapal patroli Malaysia yang masuk wilayah Indonesia.
Cara lain, meminimalisasi ketergantungan masyarakat perbatasan seperti Sebatik dan Kerayan terhadap produk negeri jiran. Luther mengakui, cara terakhir paling sulit dilakukan karena harus mengubah cara hidup masyarakat. "Tapi kalau pemerintah punya niat baik dengan memperluas bandara di salah satu daerah itu, ketergantungan bakal terkikis," ucapnya.
Fakta yang ada saat ini, tambah dia, masyarakat Sebatik dan Kerayan seperti mendukung perekonomian Malaysia. "Ya karena kemahalan kalau beli di Indonesia. Masa harga semen satu zak aja lima ratus ribu," ucap Luther.
Setelah melihat langsung fakta seperti itu, Luther berani mengatakan bahwa selama ini terus berlangsung penjajahan ekonomi di kedua daerah tersebut. Dia berharap, pemerintah daerah berani mengusulkan berbagai proyek peningkatan kesejahteraan masyarakat perbatasan pada pemerintah pusat lewat provinsi. "Masyarakat Tawao itu ekonominya bisa hidup karena kita. Masa kita mau mengalah untuk Ambalat," sambungnya.
Diakuinya, urusan luar negeri adalah domain pemerintah pusat dalam hal ini departemen luar negeri. Tapi karena Ambalat terus dipanas-panasi oleh Malaysia --lewat pelanggaran dengan kapal perang Malaysia masuk puluhan kali ke perairan Indonesia-- sudah seharusnya masyarakat perbatasan dilibatkan lagi. Sementara pemerintah daerah setempat, seharusnya terus mendesak pemerintah pusat agar serius membangun perbatasan. Bila tak kunjung dipenuhi, dikhawatirkan permasalahan Ambalat akan terus mencuat, sekaligus Malaysia berhasil memainkan emosi Indonesia.
Bukan tak mungkin, paripurna nantinya mengusulkan menggelar rapat kerja dengan Panglima TNI, Bappenas, dan Departemen Luar Negeri. Dengan begitu, permasalahan Ambalat bisa dicarikan solusi menyeluruh baik secara sosial ekonomi maupun pertahanan dan keamanan.
(Kaltim Post)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar