Kendaga berisi benda pusaka peninggalan Sunan Godog atau Syek Sunan Rahmat dikeluarkan dari ruang suci. Perlahan, peti tua itu diarak menuju aula untuk disucikan.
Adalah upacara "Ngalungsur" atau panjang jimat yang digelar di Makam Suci Sunan Godog atau Sunan Rahmat di Kp. Godog Makam, Desa Lebak Agung, Kec Karangpawitan, Kab. Garut Kamis (17/2).
Atraksi ritus budaya tersebut menyedot perhatian peziarah yang sengaja datang ke lokasi untuk melihat langsung benda-benda saksi sejarah dari legenda Prabu Kiansantang.
Upacara tersebut menjadi puncak peringatan Maulid Nabi Muhammad saw. 1432 Hijriah di lokasi tersebut. Ritus diawali dengan tawasul di makam Prabu Kiansantang dan tujuh makam sahabatnya. Doa-doa bertaburan mengenang jejak sejarah saat Prabu Kiansantang menyebarkan agama Islam di Jawa Barat, khususnya di Garut.
Pimpinan Ikatan Juru Kunci Makam Suci K.H. Ahmad Syarifudin dan sesepuh setempat, K.H. Ahmad Endang, sebagai keturunan dari Sembah Dalem Pager Jaya, pengurus pertama makam suci tersebut memimpin prosesi pencucian benda pusaka.
Satu per satu, benda yang berusia ratusan tahun berupa keris berbagai ukuran, terompet, rantai jagad, telapak kuda sembrani, tanduk kerbau, alat khitan, pecut atau cemeti, benda miniatur alat-alat pertanian, serta perabotan masak dikeluarkan dari peti tua.
Tidak dapat dimengerti oleh nalar manusia saat ini, tanduk kerbau ditiup tak mengeluarkan suara. Namun, pada masanya, tanduk ini menjadi alat pemberitahuan untuk bermusyawarah bagi masyarakat saat Sunan menyebarkan agama Islam yang membawa berkah," ujar Ahmad Syarifudin.
Tiga jenis minyak yang dipakai untuk membersihkan benda pusaka tersebut, mulai dari air bersih, perasan jeruk untuk menghilangkan karat, serta minyak wangi. Tapas bekas membersihkan benda-benda itu pun menjadi rebutan para peziarah.
Sunan Godog atau Syek Sunan Rahmat dikenal dengan Prabu Kiansantang hidup pada abad ke 15 Masehi, masa kerajaan Pajajaran oleh Prabu Siliwangi yang beragama Hindu. Anaknya di antaranya bernama Kiansantang (Sunan Rahmat) yang terkenal dengan kesaktiannya serta penyebar agama Islam di Pulau Jawa.
Setelah menyebarkan agama Islam di daerah Garut, Sunan Rahmat kembali ke daerah Godog dan menetap sampai akhir hayatnya dan dimakamkan di lokasi tersebut Terdapat tujuh makam yang terdiri atas makam Kiai Santang yang terdapat pada ruang utama, makam Sembah Dalem Sarepeun Suci, Makam Sembah Dalem Sarepeun Agung, Sembah Dalem Kholipah Agung, dan Santuwaan Marjaya Suci yang berada pada ruang tertutup.
Di bagian luar, terdapat makam Syek Dora dan makam Sembah Pager Jaya yang berada pada ruang terbuka dengan letak yang terpisah. Sembah Pager Jaya adalah penjaga makam pertama makam Godog, dan keturunannya juga merupakan juru kunci atau kuncen makam tersebut.
Prabu Siliwang
Legenda Kiansantang, menurut sejarah, merupakan putra Prabu Siliwangi dari tiga bersaudara, yaitu Dewi Rara Santang dan Walang Sungsang. Kiansantang lahir pada tahun 1315 Masehi di Padjadjaran, pada usia 22 tahun, tepatnya tahun 1337 Masehi Kiansantang diangkat menjadi Dalem Bogor ke II.
Dari kecil hingga dewasa, yaitu sampai usia 33 tahun, tepatnya tahun 1348 Masehi, Prabu Kiansantang belum ada yang menandingi kegagahan dan kesaktiannya di sejagat Pulau Jawa. Prabu Kiansantang meninggalkan Padjadjaran menuju tanah Mekah untuk bertemu tandingannya, yaitu Sayyidina Ali.
Pada tahun 1362 masehi Prabu Kiansantang kembali ke tanah Jawa untuk menyebarkan ajaran agama Islam di tanah Jawa Peti berisi tanah tiba-tiba bergoyang atau godeg ketika dibawa ke Gunung Suci. Pada perkembangannya, istilah godeg berubah menjadi godog karena kemampuan syiar Islam Kiansantang terus matang dengan disebarkannya syiar Islam di kawasan Garut.
Ahmad Syarifudin berpesan, kegiatan ritus di Makan Suci Godog harus diikuti dengan niat yang lurus oleh para peziarah. "Kegiatan ini bukan untuk mengultuskan sosok Sunan Rahmat tetapi meneladani pribadinya yang berjuang menyebarkan Islam. Segala bentuk permintaan dan permohonan manusia hendaknya disampaikan langsung kepada Allah SWT, Sang Pemilik Semesta Alam," ucapnya.
Sumber: Ririn N.F.,/”Pikiran Rakyat”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar