17 Maret 2010, Washington -- Gedung Putih belum memastikan normalisasi kerja sama militer Amerika Serikat (AS) secara penuh dengan militer Indonesia.
Isu pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dituduhkan terhadap Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) masih menjadi isu yang mengganjal di Negeri Paman Sam tersebut. Direktur Senior Gedung Putih untuk Kawasan Asia Jeffrey Bader membenarkan hal itu.
Menurutnya, membuka kembali kerja sama bidang militer adalah hal yang baik, terutama untuk melatih kemampuan militer dalam memerangi terorisme. Namun dia juga mengakui ada hal-hal yang perlu dipertimbangkan. Dalam pernyataannya dia menyebut pelanggaran HAM yang pernah dilakukan personel Kopassus, khususnya dalam insiden Timor-Timur.“Ada sejarah yang tidak bisa dilupakan,”tegasnya.
Walau demikian, Bader meminta Indonesia tidak putus asa. Dalam pandangannya, wacana tentang pelatihan Kopassus masih bisa berkembang dan berubah. Hingga kini, Gedung Putih terus berupaya memecahkan persoalan tersebut.“Pelatihan bisa saja terwujud atau bahkan tidak sama sekali.
Saya tidak bisa memprediksi hingga hari itu tiba,”tandasnya. Penjelasan yang disampaikan Senin (15/3) waktu setempat merupakan bagian dari persiapan kunjungan Presiden AS Barack Obama ke Indonesia, 23-25 Maret mendatang. Untuk menyukseskan kunjungan Obama, Gedung Putih sebenarnya sudah mempersiapkan pelatihan untuk unit militer elite Indonesia yang disebut-sebut sebagai salah satu terbaik di dunia.
Namun, rencana ini tidak mulus karena berbenturan dengan tuduhan pelanggaran HAM yang pernah dilayangkan terhadap Kopassus.Beberapa orang penting dalam Kongres bahkan terang-terangan menentang rencana tersebut. Hingga hari ini, Gedung Putih belum bisa memastikan apakah debat tentang Kopassus bakal terselesaikan saat Obama tiba di Indonesia,Selasa (23/3).
Seperti diketahui, AS menjatuhkan embargo militer kepada Indonesia pada 1997 pascakasus Timor Timur berdasarkan Leahy Amendment. Namun, pada November 2005 embargo militer telah dicabut dan militer AS sudah berkali-kali menggelar latihan bersama dengan militer Indonesia. Meski demikian,hingga kini pihak AS belum memberi pelatihan dan pendidikan bagi Kopassus.
Terlepas dari persoalan Kopassus, pejabat AS memuji kerja sama keamanan antara Washington dan Jakarta.Terlebih pekan lalu, saat Indonesia berhasil melumpuhkan salah satu otak bom Bali 2002,Dulmatin. Seperti diketahui, Dulmatin adalah ahli perakit bom yang paling dicari Pemerintah AS.Tidak tanggung-tanggung,Gedung Putih menyediakan hadiah USD10 juta bagi siapa saja yang memberikan informasi tentang Dulmatin.
Untuk mengonkretkan kerja sama militer secara penuh,khususnya dengan Kopassus yang dihentikan sejak 1997 lalu,sejumlah pimpinan pasukan baret merah tersebut sudah terbang ke Washington. Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa membenarkan isu normalisasi hubungan militer kedua negara akan menjadi agenda pembicaraan dalam kunjungan Obama ke Indonesia.
Menurutnya,untuk mewujudkan kemitraan yang komprehensif, kedua negara mesti melakukan beberapa perbaikan, salah satunya adalah normalisasi hubungan militer antara kedua negara. Marty menegaskan, Indonesia sudah melakukan reformasi dalam tubuh TNI yang menurutnya dilakukan tanpa paksaan atau seruan dari negara lain.
Dia pun meminta pemerintah negara sahabat, termasuk AS, untuk memahami fakta tersebut. “Reformasi dalam tubuh TNI adalah sesuatu yang tidak bisa dibantah.Tinggal bagaimana AS menyikapinya,”papar Marty seusai melakukan pertemuan tertutup dengan Asisten Menteri Luar Negeri (Menlu) AS untuk kawasan Asia-Pasifik Kurt Campbell di Jakarta,Senin (15/3).
Dia juga menandaskan, jika ingin menormalisasi hubungan militer, AS mesti mengapresiasi reformasi TNI terlebih dulu.Namun,dia menggariskan, Indonesia tidak akan memaksakan apa pun terhadap AS.Indonesia juga tidak menginginkan kerja sama yang bersifat kondisional atau bersyarat.
Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin meminta pemerintah dan TNI tidak perlu memaksakan diri jika AS bersikukuh tidak ingin memperbaiki hubungan antarmiliter kedua negara. Menurutnya, Indonesia tidak perlu bergantung kepada AS, sebaliknya bisa mengembangkan bentuk latihan sendiri dengan menyesuaikan kondisi geografi dan demografi yang dimiliki atau membuka kerja sama militer dengan negara lain seperti China dan Australia.
“Tidak usah risau jika AS tidak ingin memperbaharui kerja sama militer, toh kita masih dapat membuka kerja sama latihan dengan China atau negara tetangga lain,” ujar mantan Sekretaris Militer Presiden Megawati Soekarnoputri ini. Dia juga mengingatkan, prinsipnya kerja sama militer harus mengedepankan dan menguntungkan kepentingan nasional dua negara. “Dan memang selama ini terlalu banyak persyaratan yang harus kita penuhi jika ingin menjalin kerja sama militer dengan AS,”ujarnya.
Kasus HAM Sudah Selesai
Komandan Jenderal Kopassus Mayjen TNI Lodewijk Freidrich Paulus seusai upacara serah terima jabatan sejumlah komandan satuan di Markas Komando Kopassus Cijantung, Senin (15/3), membenarkan pihaknya sedang berupaya melakukan normalisasi hubungan Kopassus dan militer AS. “Beberapa waktu lalu saya selama 10 hari berada di AS dalam rangka normalisasi hubungan dengan US Special Forces,”ucap Lodewijk.
Dia mengungkapkan,kedatangannya ke AS secara khusus untuk menjelaskan dan mengklarifikasi proses reformasi internal di institusi Kopassus. Dia mengakui, pihaknya belum mendapatkan hasil dari kunjungan tersebut.“Hasil itu pada level yang lebih tinggi masih diproses. Kita tunggu saja,”katanya.
Terkait tuduhan HAM, Lodewijk menegaskan, semua kasus HAM yang berkaitan dengan institusi Kopassus telah diselesaikan melalui jalur hukum. Dengan demikian kasus tersebut dapat dianggap telah selesai. “Panglima TNI mengatakan kasus HAM sudah tidak ada lagi. Pasalnya yang terlibat sudah dihukum sesuai dengan hukum Indonesia,”ujarnya.
Kepala Pusat Penerangan TNI (Kapuspen) Marsekal Muda TNI Sagom Tamboen saat dikonfirmasi mengatakan,TNI mengharapkan adanya pembicaraan terkait kerja sama militer AS-Indonesia dalam kunjungan Presiden Obama nanti. Menurutnya, selama ini masih terdapat ganjalan kerja sama militer kedua negara,terutama untuk kerja sama yang terkait dengan satuan Kopassus TNI AD.
“Kerja sama ini harus komprehensif,tidak sama seperti dulu yang masih ada ganjalan. Kalaupun ada kerja sama harus berangkat dari pemikiran yang saling menguntungkan, ”katanya. Dia lantas menegaskan, persoalan pelanggaran HAM yang selalu membayangi upaya normalisasi kerja sama militer antara Kopassus dengan pasukan khusus AS sebenarnya telah terselesaikan.
“Persoalan pelanggaran HAM di masa lalu kita tegaskan sudah diselesaikan ala bangsa Indonesia, bukan ala Amerika,”ujarnya. Lebih jauh dia menegaskan,TNI sudah melakukan reformasi dan telah berupaya mengikuti tuntutan global untuk penghormatan terhadap aspek HAM. Salah satunya dilakukan dengan memasukkan kurikulum tentang HAM pada kurikulum pendidikan prajurit TNI.
Dialog dengan Islam
Sementara itu, pimpinan Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU) dan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah berharap Obama bisa melakukan pertemuan dengan kalangan Islam Indonesia selama kunjungannya nanti.“Saya kira, lebih baik kalau kita diberi peluang untuk melakukan dialog.
Pemerintah harus mau mengajak Obama untuk bertemu para tokoh muslim sehingga posisinya kita bisa saling menghargai, bukan memunculkan sikap seperti itu yang bisa membuat persoalan baru,”kata Ketua PBNU Ahmad Bagdja di Jakarta kemarin. Melalui dialog ini, Bagdja berharap agar umat dan tokoh muslim yang menolak kedatangan Obama bisa memformulasikan dengan jelas masalah yang ada dan bisa diperjuangkan dalam forum yang lebih jelas.
“Tidak dengan sikap insidental, tokoh baru datang baru bereaksi. Tapi bagaimana berjuang dalam waktu yang panjang dan menggalang solidaritas,”jelasnya. PBNU menilai Obama sebagai tamu pemerintah dan negara yang harus dihormati.PBNU tidak sepakat dengan aksi penolakan yang dilakukan sejumlah ormas Islam dan aktivis mahasiswa.
“Sebagai tamu, Obama mengatasnamakan bangsa AS,begitu juga SBY.Jadi tidak bisa diposisikan sebagai musuh. Di Islam,musuh sekalipun ketika bertamu datang ke rumah, kita harus menghormatinya,”lanjutnya. Senada dengan koleganya itu, Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin meminta umat Islam menyambut Obama dengan baik.
Sikap itu harus diambil untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia adalah negara yang ramah dan menyenangkan. “Obama datang ke Indonesia kan dengan iktikad baik, jadi kenapa harus ditolak? Makanya saya nanti usul kepada pemerintah untuk mempertemukan Obama dengan tokoh-tokoh Islam,” ujar Din ketika ditemui seusai membuka seminar nasional “Membangun Konstruksi Ideal Relasi Muhammadiyah dan Politik” kemarin di Pengurus Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur.
Din menilai kedatangan Obama ke Indonesia untuk memperbaiki hubungan dengan umat Islam.Niat baik itu harus disambut dan diberikan kesempatan yang besar.Kendati demikian Din menghargai sejumlah kelompok masyarakat yang menolak kedatangan Obama.“Cuma unjuk rasa dengan cara yang benar,” tandasnya.
SEPUTAR INDONESIA
Isu pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dituduhkan terhadap Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) masih menjadi isu yang mengganjal di Negeri Paman Sam tersebut. Direktur Senior Gedung Putih untuk Kawasan Asia Jeffrey Bader membenarkan hal itu.
Menurutnya, membuka kembali kerja sama bidang militer adalah hal yang baik, terutama untuk melatih kemampuan militer dalam memerangi terorisme. Namun dia juga mengakui ada hal-hal yang perlu dipertimbangkan. Dalam pernyataannya dia menyebut pelanggaran HAM yang pernah dilakukan personel Kopassus, khususnya dalam insiden Timor-Timur.“Ada sejarah yang tidak bisa dilupakan,”tegasnya.
Walau demikian, Bader meminta Indonesia tidak putus asa. Dalam pandangannya, wacana tentang pelatihan Kopassus masih bisa berkembang dan berubah. Hingga kini, Gedung Putih terus berupaya memecahkan persoalan tersebut.“Pelatihan bisa saja terwujud atau bahkan tidak sama sekali.
Saya tidak bisa memprediksi hingga hari itu tiba,”tandasnya. Penjelasan yang disampaikan Senin (15/3) waktu setempat merupakan bagian dari persiapan kunjungan Presiden AS Barack Obama ke Indonesia, 23-25 Maret mendatang. Untuk menyukseskan kunjungan Obama, Gedung Putih sebenarnya sudah mempersiapkan pelatihan untuk unit militer elite Indonesia yang disebut-sebut sebagai salah satu terbaik di dunia.
Namun, rencana ini tidak mulus karena berbenturan dengan tuduhan pelanggaran HAM yang pernah dilayangkan terhadap Kopassus.Beberapa orang penting dalam Kongres bahkan terang-terangan menentang rencana tersebut. Hingga hari ini, Gedung Putih belum bisa memastikan apakah debat tentang Kopassus bakal terselesaikan saat Obama tiba di Indonesia,Selasa (23/3).
Seperti diketahui, AS menjatuhkan embargo militer kepada Indonesia pada 1997 pascakasus Timor Timur berdasarkan Leahy Amendment. Namun, pada November 2005 embargo militer telah dicabut dan militer AS sudah berkali-kali menggelar latihan bersama dengan militer Indonesia. Meski demikian,hingga kini pihak AS belum memberi pelatihan dan pendidikan bagi Kopassus.
Terlepas dari persoalan Kopassus, pejabat AS memuji kerja sama keamanan antara Washington dan Jakarta.Terlebih pekan lalu, saat Indonesia berhasil melumpuhkan salah satu otak bom Bali 2002,Dulmatin. Seperti diketahui, Dulmatin adalah ahli perakit bom yang paling dicari Pemerintah AS.Tidak tanggung-tanggung,Gedung Putih menyediakan hadiah USD10 juta bagi siapa saja yang memberikan informasi tentang Dulmatin.
Untuk mengonkretkan kerja sama militer secara penuh,khususnya dengan Kopassus yang dihentikan sejak 1997 lalu,sejumlah pimpinan pasukan baret merah tersebut sudah terbang ke Washington. Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa membenarkan isu normalisasi hubungan militer kedua negara akan menjadi agenda pembicaraan dalam kunjungan Obama ke Indonesia.
Menurutnya,untuk mewujudkan kemitraan yang komprehensif, kedua negara mesti melakukan beberapa perbaikan, salah satunya adalah normalisasi hubungan militer antara kedua negara. Marty menegaskan, Indonesia sudah melakukan reformasi dalam tubuh TNI yang menurutnya dilakukan tanpa paksaan atau seruan dari negara lain.
Dia pun meminta pemerintah negara sahabat, termasuk AS, untuk memahami fakta tersebut. “Reformasi dalam tubuh TNI adalah sesuatu yang tidak bisa dibantah.Tinggal bagaimana AS menyikapinya,”papar Marty seusai melakukan pertemuan tertutup dengan Asisten Menteri Luar Negeri (Menlu) AS untuk kawasan Asia-Pasifik Kurt Campbell di Jakarta,Senin (15/3).
Dia juga menandaskan, jika ingin menormalisasi hubungan militer, AS mesti mengapresiasi reformasi TNI terlebih dulu.Namun,dia menggariskan, Indonesia tidak akan memaksakan apa pun terhadap AS.Indonesia juga tidak menginginkan kerja sama yang bersifat kondisional atau bersyarat.
Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin meminta pemerintah dan TNI tidak perlu memaksakan diri jika AS bersikukuh tidak ingin memperbaiki hubungan antarmiliter kedua negara. Menurutnya, Indonesia tidak perlu bergantung kepada AS, sebaliknya bisa mengembangkan bentuk latihan sendiri dengan menyesuaikan kondisi geografi dan demografi yang dimiliki atau membuka kerja sama militer dengan negara lain seperti China dan Australia.
“Tidak usah risau jika AS tidak ingin memperbaharui kerja sama militer, toh kita masih dapat membuka kerja sama latihan dengan China atau negara tetangga lain,” ujar mantan Sekretaris Militer Presiden Megawati Soekarnoputri ini. Dia juga mengingatkan, prinsipnya kerja sama militer harus mengedepankan dan menguntungkan kepentingan nasional dua negara. “Dan memang selama ini terlalu banyak persyaratan yang harus kita penuhi jika ingin menjalin kerja sama militer dengan AS,”ujarnya.
Kasus HAM Sudah Selesai
Komandan Jenderal Kopassus Mayjen TNI Lodewijk Freidrich Paulus seusai upacara serah terima jabatan sejumlah komandan satuan di Markas Komando Kopassus Cijantung, Senin (15/3), membenarkan pihaknya sedang berupaya melakukan normalisasi hubungan Kopassus dan militer AS. “Beberapa waktu lalu saya selama 10 hari berada di AS dalam rangka normalisasi hubungan dengan US Special Forces,”ucap Lodewijk.
Dia mengungkapkan,kedatangannya ke AS secara khusus untuk menjelaskan dan mengklarifikasi proses reformasi internal di institusi Kopassus. Dia mengakui, pihaknya belum mendapatkan hasil dari kunjungan tersebut.“Hasil itu pada level yang lebih tinggi masih diproses. Kita tunggu saja,”katanya.
Terkait tuduhan HAM, Lodewijk menegaskan, semua kasus HAM yang berkaitan dengan institusi Kopassus telah diselesaikan melalui jalur hukum. Dengan demikian kasus tersebut dapat dianggap telah selesai. “Panglima TNI mengatakan kasus HAM sudah tidak ada lagi. Pasalnya yang terlibat sudah dihukum sesuai dengan hukum Indonesia,”ujarnya.
Kepala Pusat Penerangan TNI (Kapuspen) Marsekal Muda TNI Sagom Tamboen saat dikonfirmasi mengatakan,TNI mengharapkan adanya pembicaraan terkait kerja sama militer AS-Indonesia dalam kunjungan Presiden Obama nanti. Menurutnya, selama ini masih terdapat ganjalan kerja sama militer kedua negara,terutama untuk kerja sama yang terkait dengan satuan Kopassus TNI AD.
“Kerja sama ini harus komprehensif,tidak sama seperti dulu yang masih ada ganjalan. Kalaupun ada kerja sama harus berangkat dari pemikiran yang saling menguntungkan, ”katanya. Dia lantas menegaskan, persoalan pelanggaran HAM yang selalu membayangi upaya normalisasi kerja sama militer antara Kopassus dengan pasukan khusus AS sebenarnya telah terselesaikan.
“Persoalan pelanggaran HAM di masa lalu kita tegaskan sudah diselesaikan ala bangsa Indonesia, bukan ala Amerika,”ujarnya. Lebih jauh dia menegaskan,TNI sudah melakukan reformasi dan telah berupaya mengikuti tuntutan global untuk penghormatan terhadap aspek HAM. Salah satunya dilakukan dengan memasukkan kurikulum tentang HAM pada kurikulum pendidikan prajurit TNI.
Dialog dengan Islam
Sementara itu, pimpinan Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU) dan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah berharap Obama bisa melakukan pertemuan dengan kalangan Islam Indonesia selama kunjungannya nanti.“Saya kira, lebih baik kalau kita diberi peluang untuk melakukan dialog.
Pemerintah harus mau mengajak Obama untuk bertemu para tokoh muslim sehingga posisinya kita bisa saling menghargai, bukan memunculkan sikap seperti itu yang bisa membuat persoalan baru,”kata Ketua PBNU Ahmad Bagdja di Jakarta kemarin. Melalui dialog ini, Bagdja berharap agar umat dan tokoh muslim yang menolak kedatangan Obama bisa memformulasikan dengan jelas masalah yang ada dan bisa diperjuangkan dalam forum yang lebih jelas.
“Tidak dengan sikap insidental, tokoh baru datang baru bereaksi. Tapi bagaimana berjuang dalam waktu yang panjang dan menggalang solidaritas,”jelasnya. PBNU menilai Obama sebagai tamu pemerintah dan negara yang harus dihormati.PBNU tidak sepakat dengan aksi penolakan yang dilakukan sejumlah ormas Islam dan aktivis mahasiswa.
“Sebagai tamu, Obama mengatasnamakan bangsa AS,begitu juga SBY.Jadi tidak bisa diposisikan sebagai musuh. Di Islam,musuh sekalipun ketika bertamu datang ke rumah, kita harus menghormatinya,”lanjutnya. Senada dengan koleganya itu, Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin meminta umat Islam menyambut Obama dengan baik.
Sikap itu harus diambil untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia adalah negara yang ramah dan menyenangkan. “Obama datang ke Indonesia kan dengan iktikad baik, jadi kenapa harus ditolak? Makanya saya nanti usul kepada pemerintah untuk mempertemukan Obama dengan tokoh-tokoh Islam,” ujar Din ketika ditemui seusai membuka seminar nasional “Membangun Konstruksi Ideal Relasi Muhammadiyah dan Politik” kemarin di Pengurus Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur.
Din menilai kedatangan Obama ke Indonesia untuk memperbaiki hubungan dengan umat Islam.Niat baik itu harus disambut dan diberikan kesempatan yang besar.Kendati demikian Din menghargai sejumlah kelompok masyarakat yang menolak kedatangan Obama.“Cuma unjuk rasa dengan cara yang benar,” tandasnya.
SEPUTAR INDONESIA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar