Senin, 22 Maret 2010
Komisi I Minta Pemerintah Segera Klarifikasi Laporan Allan Nairn
23 Maret 2010, Jakarta -- Anggota Komisi Pertahanan (Komisi I) DPR Ramadhan Pohan mengatakan, pemerintah harus segera memberikan klarifikasi atas dugaan keterlibatan Kopassus dalam kasus pembunuhan aktivis di Aceh saat Pemilu 2009.
Laporan investigatif itu dituangkan oleh seorang wartawan Amerika Serikat, Allan Nairn, yang memublikasikan di blognya. Klarifikasi pemerintah dipandang penting untuk meluruskan berbagai informasi yang masih simpang siur.
"Informasi sekarang kan masih simpang siur. Tidak ada jalan lain, pemerintah harus memberi klarifikasi secepatnya. Lebih cepat lebih baik. Akses pemerintah tidak sulit untuk mengklarifikasi itu," kata Ramadhan kepada Kompas.com, Selasa (23/3/2010).
Jika memang terbukti benar dilakukan Kopassus, politisi Partai Demokrat ini menegaskan, harus ada tindakan tegas dan pelakunya harus dituntut secara hukum. "Tapi harus jelas dilakukan Kopassus secara institusi atau yang lainnya," ujar Ramadhan.
Menurutnya, terpublikasinya laporan investigatif itu tak akan membawa pengaruh serius pada nama baik Indonesia di dunia internasional. "Nama Kopassus sudah baik. Komisi I dan pemerintah juga sudah meyakinkan dunia luar bahwa Kopassus sekarang tidak seperti pada zaman sebelum reformasi," katanya.
Aktivis Aceh: Investigasi Allan Nairn Lemah
Ketua Badan Pengurus Katahati Institute Teuku Ardiansyah mengaku terkejut setelah membaca laporan investigasi wartawan Amerika Serikat, Allan Nairn, yang menyebutkan keterlibatan Kopassus dalam pembunuhan sejumlah aktivis Aceh pada Pemilu 2009. Katahati Institute adalah LSM di Aceh yang fokus pada isu-isu demokratisasi.
Dihubungi Kompas.com, Selasa (23/3/2010) pagi, Ardi mengungkapkan, tudingan dan investigasi Allan sangat lemah untuk menunjuk Kopassus terlibat dalam beberapa pembunuhan. "Jujur saja, kami kaget setelah membaca laporan tersebut. Nama korban kami juga tidak pernah mendengarnya sebagai sesama aktivis. Kami melihat ada kesan dikaitkan dengan isu Obama. Misalnya, wacana bantuan pelatihan Kopassus dari Amerika. Kami tidak melihat adanya korelasi yang jelas antara keterlibatan Kopassus dan sejumlah pembunuhan. Basis datanya juga sumir, sangat lemah," ujar Ardi.
Sejumlah kasus kekerasan pada saat pemilu, menurut Ardi, sudah diketahui pelakunya. Salah satunya adalah mantan anggota GAM, Abdul Razak, yang telah diamankan pihak kepolisian dan kini dibawa ke Jakarta. "Salah satu contoh korban yang digunakan Allan adalah Tengku siapa, saya agak lupa. Tapi itu saya pikir tidak cukup menceritakan kekerasan yang dilakukan oleh Kopassus," ujarnya.
Pascaperdamaian Aceh, hubungan militer dan sipil dinilainya jauh lebih baik jika dibandingkan sebelum proses perdamaian. Tindakan kekerasan menjelang pemilu memang diakui terjadi pada aktivis partai lokal. Namun, hal itu dianggap Ardi tak bisa menjadi pembenaran atas keterlibatan negara, dalam hal ini militer, pada kasus itu.
"Terlalu cepat menunjuk sebuah institusi. Kami berharap, pemerintah dan pihak kepolisian bisa menjelaskan hal ini. Laporan itu menambah ketidakjelasan informasi pascadigerebeknya teroris di Aceh," kata Ardi.
KOMPAS.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar