Sabtu, 01 Agustus 2009

Nelayan Malaysia Sering Curi Ikan

Kapal Patroli Cepat PC-40 KRI Tarihu-829 buatan Fasilitas Pemeliharaan dan Perbaikan (Fasharkan) TNI Angkatan Laut Mentigi. (Foto: dispenal)

2 Agustus 2009, Paloh -- Kapal-kapal nelayan Malaysia hampir setiap hari melanggar batas wilayah perairan Indonesia di Laut Natuna, tepatnya di sebelah barat pantai Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Mereka menangkap ikan menggunakan alat pukat harimau.

”Sedikitnya ada empat kapal nelayan berbendera Malaysia masuk sejauh 4 mil ke selatan dari batas di Gosong Niger. Mereka menggunakan dua kapal berdampingan dan menyapu menggunakan trawl (pukat harimau),” kata Komandan Satuan Perintis Polisi yang bertugas di Pos Perbatasan Desa Temajuk, Brigadir Satu Sari Wahyono, Sabtu (1/8).

Asep (36), nelayan setempat, mengatakan, kapal nelayan Malaysia yang masuk ke perairan Indonesia rata-rata berbobot 12 grosston. Kapal biasanya dilengkapi radar yang bisa mendeteksi keberadaan kapal lain, termasuk kapal patroli. ”Kalau ada kapal patroli dari Indonesia maupun Malaysia, mereka tidak berani masuk ke wilayah kita,” katanya.

Kapal nelayan Malaysia itu dilengkapi sonar untuk mengetahui kedalaman dan keberadaan ikan. Mereka juga memiliki radio komunikasi sehingga bisa saling memperingatkan jika ada kapal patroli. Hal ini diketahui Asep dari nelayan Indonesia yang pernah bekerja di kapal Malaysia.

Komandan Batalyon Lintas Batas di Pos Temajuk Letnan Dua Infanteri Jaja Jamaldin dan anggota Keamanan Laut dari TNI AL di Pos Temajuk menyatakan, patroli belum pernah memergoki kapal Malaysia yang memasuki perbatasan dan mencuri ikan.

”Memang ada kapal nelayan berbendera Malaysia terpantau radar masuk sekitar 1 kilometer, tetapi mereka kembali ke wilayah Malaysia dan tidak menangkap ikan,” katanya.

Kekayaan sumber daya kelautan Indonesia di lokasi itu potensial karena masih banyak terumbu karang dalam kondisi baik. Ikan, udang, dan ubur-ubur cukup berlimpah.

Di sisi lain, armada patroli pengamanan sangat terbatas. Menurut Jaja, pihaknya hanya memiliki satu kapal cepat (speedboat). ”Patroli menggunakan speedboat tidak terlalu sering dan tidak bisa menjangkau lebih dari 7 mil dari pantai. Untuk menyiasati, kami sering berpatroli dengan menumpang kapal nelayan,” katanya.

Keterbatasan petugas membuat frekuensi patroli di perairan menggunakan speedboat hanya 1-2 kali dalam sebulan.

KOMPAS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar