Minggu, 23 Agustus 2009

Kejasama TNI AU dan Garuda masih Tunggu Payung Hukum


24 Agustus 2009, Jakarta -- Kerja sama operasi antara TNI Angkatan Udara dan PT Garuda Indonesia masih menunggu payung hukum dari Departemen Pertahanan (Dephan).

Payung hukum itu diperlukan agar kerja sama operasi yang sebelumnya disebut pengkaryaan itu dapat dilakukan. Kelebihan pilot TNI AU yang kekurangan jam terbang dapat dialokasikan untuk menerbangkan pesawat milik Garuda dengan jenis sama. Kerja sama itu sangat dimungkinkan karena Garuda membutuhkan 100 pilot per tahun. Sementara, pilot TNI AU banyak yang membutuhkan penambahan jam terbang.

"Yah tidak semua pilot TNI AU yang kita didik harus masuk Garuda. Kan kita juga butuh untuk mengawaki alutsista kita, " ungkap Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Subandrio, usai penandatangan Nota Kesepahaman mengenai kerja sama perawatan dan pendidikan dengan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar, di Jakarta, akhir pekan lalu.

Menurutnya, sudah banyak pilot TNI AU yang siap untuk kerja sama operasi itu. Apalagi, pilotnya membutuhkan pemenuhan keterampilan profesi sesuai dengan tipe terbang (type rating) yang bersangkutan.

Skala jam terbang yang didapat di TNI AU tidak terpenuhi karena jumlah armada tidak sebanding dengan jumlah pilot yang ada.

Di samping kerja sama operasi yang masih menunggu payung hukum itu, kedua belah pihak juga akan menjalin kerja sama perawatan dan pendidikan.

Mengenai simulator pesawat jenis Boeing yang dimiliki oleh Garuda akan memudahkan pilot TNI AU untuk melatih keterampilan terbang. "Dengan simulator Garuda, khususnya penerbang transporter jenis jet seperti Boeing 737 series, akan lebih mudah latihan terbangnya," katanya.

Dia melanjutkan, kerja sama perawatan juga siap dilakukan untuk penghematan biaya. Sebanyak 4 pesawat Boeing tipe 737 yang dimiliki TNI AU sebelumnya menjalani perawatan di Singapura.

Nanti pesawat itu akan mendapatkan perawatan di Garuda Maintenance Facility (GMF) yang berlokasi di Indonesia. "Penghematan anggaran perawatan tentu saja karena kita biasanya mengirim pesawat kita ke Singapura untuk perawatan. Intinya pasti lebih murah," ucap Subandrio.

Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar menambahkan, dengan kerja sama perawatan itu setidaknya TNI AU akan mendapatkan penghematan sekitar US$7.000-US$8.000. "Terbang ke Singapura saja sudah US$7.000-US$8.000. Perjalanan biaya ke GMF kan lebih murah," ujarnya.

Lagipula, tambahnya, Garuda membutuhkan banyak tenaga mekanik yang nantinya bisa didapatkan melalui kerja sama kedua belah pihak. "Tinggal tunggu payung hukumnya biar enak kerja samanya," ucap Emirsyah.

Sementara itu, Kadispen TNI AU Soelistyo mengutarakan, kerja sama dengan PT Garuda Indonesia itu bukanlah hal baru. Tahun ini, kedua belah pihak telah menyepakati kerja sama untuk ketiga kalinya.

Setiap lima tahun, kerja sama itu mendapatkan evaluasi untuk memperbaharui hal yang perlu ditambahkan atau perlu dikurangi dalam perjanjian kerja sama berikutnya. Contohnya mengenai penambahan poin kerja sama operasi.

MEDIA INDONESIA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar