Dua personil Polres Lhokseumawe berjaga di simpang Cunda ketika razia sedang berlangsung, Kamis (5/3) malam. Pasca adanya kemlompok radikal di Aceh, patroli dan razia semakin sering dilakukan personil Polres Lhokseumawe di berbagai tempat. (Foto: Serambi/Saiful Bahri)
07 Maret 2010, Jakarta -- Jaringan terorisme di Aceh sangat berbahaya. Terorisme di kota Serambi Makkah ini lebih berbahaya dibandingkan jaringan terorisme yang dipimpin gembong teroris Noordin M Top. Jaringan Aceh lebih terstruktur, global dan langsung berhubungan dengan Alqaeda pusat.
"Ini lebih besar dari Noordin Top. Noordin bergerak solo, dengan formasi 124. Kalau yang di Aceh ini persis formasi Mindano, lebih global," kata pengamat terorisme Mardigu dalam perbincangan dengan detikcom via telepon, Minggu (7/3/2010).
Menurut Mardigu, Alqaeda memanfaatkan Mindano untuk latihan perang, tidak hanya untuk memerdekakan Filipina Selatan, tapi juga lebih besar lagi untuk menyiapkan kader terorisme. Nah dalam kasus Aceh, Alqaeda juga memakai Aceh untuk pusat latihan teroris setelah sebelumnya gagal di Ambon dan Poso.
"Aceh itu teritori berikutnya setelah Ambon dan Poso. Jadi terorisme ini benar-benar dari pusatnya yang holistik. Jadi sangat berbahaya," tegas Mardigu.
Seperti apa model terorisme di Aceh, Mardigu belum bisa menjelaskannya. Namun menurutnya, jaringan Aceh ini akan berbeda dengan gaya Noordin yang melakukan pengeboman. Aceh lebih dijadikan pusat pelatihan terorisme.
"Mungkin Aceh akan menjadi kayak Magelang, jadi seperti Akabrinya teroris," jelas Mardigu.
Kelompok Teroris Aceh Miliki Kekuatan Persenjataan Cukup Besar
Jaringan teroris Aceh Besar yang sedang diburu Densus 88 Polri memiliki hubungan dengan kelompok teror Noordin M Top. Diduga jaringan ini memiliki kekuatan persenjataan yang cukup besar karena mudah mendapat pasokan senjata dari Thailand dan Filipina selatan.
"Setahu saya untuk persenjataan cukup besar," ujar pengamat terorisme Al Chaidar dalam perbincangan telepon dengan detikcom, Minggu (7/3/2010).
Namun untuk kekuatan pembuatan bom, Al Chaidar menyangsikan jaringan ini memiliki cukup amunisi untuk membuat bom. "Dari kelompok Sulawesi, Taufik Bulaga itu memang sangat ahli, tapi apa memang mereka mudah dapat bahannya?" paparnya.
Pria asli Aceh ini menduga pemimpin jaringan Aceh Besar ini berasal dari kelompok Pandeglang dan sudah terdeteksi oleh aparat. "Saya kira itu Saifudin dari kelompok Pandeglang, Banten," katanya.
Menurutnya, jaringan teroris Aceh Besar memang gabungan dari beberapa kelompok teror seperti kelompok Pandeglang, kelompok Cilacap, dan kelompok Sulawesi termasuk kelompok Poso.
Kelompok-kelompok teror itu bersatu sejak 1995 di Aceh Besar dan mengadakan pelatihan militer di kamp-kamp pelatihan yang dibangun di pedalaman hutan sejak 1997.
"Mereka memang beberapa kali membantu aksi Noordin," terangnya.
Teroris Aceh juga Mengincar Kapal yang Melintas di Selat Malaka
Kelompok teroris di Aceh Besar diduga terlibat sejumlah aktifitas teror dan peledakan bom di beberapa wilayah Indonesia. Selain cara-cara teror itu, kelompok ini juga menyasar kapal-kapal di perairan Selat Malaka sebagai target pembajakan mereka.
"Bagi mereka Selat Malaka salah satu target. Mereka berencana juga melakukan teroris maritim dengan membajak kapal-kapal niaga," demikian pengamat terorisme Al Chaidar dalam perbincangan telepon dengan detikcom, Minggu (7/3/2010).
Terkait pemilihan Aceh Besar sebagai markas mereka, menurutnya hal ini didasari pertimbangan lokasi tersebut strategis sebagai tempat pelatihan dan terletak di ujung barat sehingga memudahkan akses ke perairan menuju Thailand selatan dan Malaysia.
"Dari situ mereka memperoleh pasokan senjata," katanya.
Kelompok teroris di Aceh ini diduga memiliki hubungan dengan jaringan gembong teror Noordin M Top. Mereka juga memiliki kekuatan persenjataan yang cukup besar.
detikNews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar