Dr Anak Agung Banyu Perwita dari FISIP Universitas Katolik Parahyangan. (Foto: propatria.or.id)
8 Mei 2009, Jakarta -- Maraknya kasus kecelakaan yang melibatkan fasilitas tempur TNI mencerminkan buruknya sistem alutista militer Pemerintah Indonesia. Untuk itu diperlukan adanya transformasi pertahanan.
Demikian disampaikan pengamat militer Universitas Parahyangan Anak Agung Banyu Perwita saat berbincang dengan okezone di Jakarta, Selasa (9/8/2009). "Semua kebutuhan alutista, struktur organisasi, kebutuhan organisasi semua harus dikaji ulang secara fundamental," ungkapnya.
Banyu mencontohkan, selama ini pembagian gugus tugas di TNI kurang proporsional. Untuk Pulau Jawa saja terdapat lima kodam. Sedangkan untuk pulau lain yang geografisnya lebih besar dan tingkat kerentanan keamanannya lebih tinggi hanya terdapat satu kodam.
"Di Papua cuma satu, yaitu Kodam Cendrawasih, Kalimantan juga cuma satu Kodam Tanjung Pura, Sulawesi juga cuma satu. Peran kodam ini sebenarnya bisa dilikuidasi," sarannya.
Karena itu kebijakan transformasi pertahanan merupakan suatu keharusan, bukan lagi sebuah pilihan mengingat begitu mendesaknya kebutuhan yang ada. Sebab, peralatan alutista TNI sudah tidak layak sama sekali. Jangankan untuk bertempur, dalam keadaan biasa pun risiko kecelakaannya cukup tinggi.
"Komisi I dan Dephan harus segera bertindak dengan mendengarkan aspirasi dari Mabes TNI," ujarnya.
(Okezone)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar