Sabtu, 01 Agustus 2009

Berbagai Cara Menangkal Teror Bom


1 Agustus 2009 -- Hasil penyidikan pihak Polri terhadap kasus pengeboman di Hotel JW Marriott dan Ritz Carlton, Jakarta, yang diungkap Jumat (31/7) menyebutkan, bahan peledak yang digunakan pada kasus tersebut berdaya rendah dipadukan dengan trinitrotoluena atau TNT yang tergolong berdaya ledak tinggi. Aksi teror bom yang sudah sekian kali terjadi di Indonesia, membuka mata banyak orang, termasuk pihak Polri, untuk mengembangkan kemampuan mendeteksi transportasi bahan-bahan kimiawi yang berpotensi digunakan sebagai peledak.

Selama ini pihak terkait dan bertanggung jawab atas pengamanan lalu lintas barang dari luar negeri telah mengoperasikan alat deteksi metal menggunakan sinar X. Alat itu terbatas mendeteksi target, seperti senjata tajam dan senjata api yang terbuat dari logam atau metal.

Untuk menangkal masuknya bahan peledak, Polri, Departemen Pertahanan, Kementerian Negara Riset dan Teknologi, serta Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), Senin (27/7), dalam diskusi terbatas, sepakat bekerja sama mengembangkan sistem detektor yang mudah dibawa-bawa untuk memudahkan operasional Polri.

Prototipe alat deteksi yang portabel itu menggunakan neutron radiografi, yang telah dikuasai teknologinya oleh peneliti Batan. Pembuatannya melibatkan tim peneliti dari Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan dari Batan yang dipimpin Yohanes Sarjono dan melibatkan unsur Litbang Polri dan Departemen Pertahanan. ”Targetnya, prototipe itu selesai dirancang bangun tahun depan,” ujar Hari Purwanto, Asisten Program Riset Iptek Unggulan dan Strategis Kementerian Negara Riset dan Teknologi.

Neutron dan sinar gamma dapat menembus bahan dari metal yang relatif tebal, seperti peti kemas. Radiografi merupakan salah satu metode pengujian tak merusak. Namun, penggunaan neutron memberi gambar lebih detail daripada sinar x. Neutron detector dapat mengetahui kandungan/cacat pada komponen tanpa mengubah fisik benda uji.

Dalam pencitraannya, dia dapat melewati logam berat, dapat teratenuasi oleh material ringan, dan membedakan jenis unsur isotop. Generator neutron—mudah diinstalasi dan penggunaannya, menimbulkan fluks tinggi dan bersih dari kontaminasi gamma, serta dapat digunakan sesuai kebutuhan—merupakan generator yang kompak dan mudah dipindah-pindah.

Alat deteksi bahan dengan neutron radiografi sebenarnya telah dikembangkan sejak tahun 1986. ”Namun, saat itu alat berukuran besar dan sulit dipindah-pindah,” ujar Widi Setiawan Kepala PTAPB Batan.

Dengan alat deteksi ini, berkas neutron yang dibangkitkan kemudian dipancarkan ke barang kemasan yang diperiksa. Dari interaksi neutron dengan bahan dalam kemasan atau kotak akan timbul sinar gamma spontan atau prompt gamma. Dari spektrum sinar gamma yang muncul pada layar monitor dapat diketahui unsur-unsur yang tersimpan di dalamnya.

Ditambahkan Sarjono, unsur-unsur yang biasa digunakan pada bahan eksplosif antara lain mengandung unsur hidrogen, karbon, nitrogen, oksigen, sulfur, klor, dan aluminium. ”Saat ini detektor yang ada hanya mendeteksi beberapa unsur ringan tersebut,” ujarnya.

Saat ini desain teknik deteksi neutron radiografi portabel, lanjut Sarjono, telah dibuat PTAPB Batan. Tahap selanjutnya adalah pembuatan desain detail kemudian ke tahap teknik pembuatannya. Dari segi kemampuan peneliti, Batan telah mampu membuat meski ada beberapa alat yang harus diimpor. Meski demikian, biaya pembuatan akan jauh lebih rendah daripada membeli alat dari luar negeri.

Hari menambahkan, dengan melibatkan industri strategis, antara lain Perum Dahana, prototipe ini akan difabrikasi untuk dipasang di tiap kabupaten atau polres, bandara, dan pelabuhan. Saat ini alat detektor terpasang di tingkat provinsi. Detektor yang terpasang di bandara hanya untuk mencitra metal, untuk melihat senjata api, atau senjata tajam, bukan zat kimia.

Lebah madu

Di negara maju, pendeteksian bahan-bahan kimia, seperti narkoba dan mesiu, selain menggunakan anjing pelacak, juga menggunakan lebah madu yang telah dilatih sebelumnya.

Sementara itu, China telah mengembangkan sistem detektor bahan peledak baru yang portabel. Alat ini telah diterapkan untuk mendeteksi ancaman bom dan narkoba saat Negara Tirai Bambu ini menyelenggarakan olimpiade pada 2008 lalu.

Dalam diskusi yang diselenggarakan Kementerian Negara Riset dan Teknologi pada Senin (27/7), konsultan teknik dari China, Maggie Zhang, memaparkan sistem detektor baru disebut detektor material Sparkeye. Detektor ini menggunakan teknologi fusi vibrasi molekul pada spektrum terahertz. Alat ini menggunakan gelombang T terahertz dan spetrum mikrovibrasi molekul dan resolusi spasial yang tinggi, menerima spektrum vibrasi yang langsung terkait ke struktur molekul sehingga bisa efisien dalam mengidentifikasi tipe material yang terkait.

Metode operasi detektor tersebut adalah operator memegang panel yang memiliki sensor di ujungnya. Ketika detektor melewati target, penunjuk akan mengarah ke target yang dituju. Detektor yang beratnya 1,2 kilogram itu terdiri dari layar LCD dan sistem alarm.

Alat ini digunakan untuk keamanan bandara, patroli di perbatasan, razia di jalan, patroli pantai, pengamanan ruang VIP dan kediaman diplomat di hotel, fasilitas publik atau lokasi hiburan, pelabuhan, penjara, serta untuk mendeteksi tas dan barang bawaan di sarana transportasi umum.

Bahan-bahan eksplosif yang terdeteksi antara lain TNT, DNT, tetryl, PETN, HMX, serbuk mesiu, NG, RDX, hexogen, black powder, ammunition & propellants, serta plastic explosives (C4, C1, PE4, dan Semtex).

Narkoba yang terdeteksi antara lain amphetamine, kokain, ekstasi, MDMA, heroin, LSD/ ketamine, dan mariyuana. Thailand, Banglades, dan Pakistan telah menggunakan alat ini dengan hasil yang baik, demikian penjelasan Zhang.

KOMPAS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar