Senin, 30 April 2012

Rangkaian Pernikahan/Perkawinan Adat Sunda

ngeuyeuk_seureuh
Tata perkawinan adat sunda di Jawa Barat dimulai dengan adat meminang. Keluarga calon mempelai pria berkunjung ke rumah calon mempelai wanita untuk mengetahui sejumlah keterangan mengenai calon memperalai wanita. Tahap ini disebut nanyaan. Apabila status sang gadis sudah jelas, dan kedua orang tua setuju, kegiatan dilanjutkan dengan neundeun omong.

Disediakan waktu beberapa pekan atau bulan setelah neundeun omong sebelum mencapai proses selanjutnya, yakni nyeureuhan atau ngalamar (melamar). Waktu yang disediakan itu dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada kedua keluarga untuk saling mengenal. Dahulu, keluarga pengantin pria selalu membawa bingkisan sirih lengkap yang dibungkus rapi disertai sejumlah uang. Pasalnya, ngalamar berarti sirih atau menyatukan menjadi satu. Jika pihak keluarga calon pengatin wanita membuka dan langssung dimakan bersama-sama itu menandakan lamaran sang pria diterima. Sementara uang yang diserahkan saat prosesi ini berfungsi sebagai penyangcang atau mengikat sekaligus merupakan ukuran besar uang yang akan diberikan calan pengatin pria kelak untuk biaya pernikahan.

Di dalam buku Upacara Perkawinan Adat Sunda karya Thomas Wiyasa Bratawidjaja (1990) disebutkan, upacara seserahan biasanya berlangsung sehari atau dua sebelum acara pernikahan. Orang tua dan calon pengantin pria datang ke rumah calan pengantin wanita sambil membawa barang-barang keperluan calon pengantin wanita serta peralatan untuk upacara ngeuyeuk seureuh.

Upacara ini dipimpin oleh seorang wanita “berumur” yang disebut pangeuyeuk. Tujuannya untuk memberikan nasihat kepada kedua calon mempelai dalam menjalankan hidup berumah tangga. Setelah panyeuyeuk menjelaskan arti bahan-bahan ngeuyeuk seureuh kepada calon pengantin, bahan-bahan yang diperlukan disimpan di kamar pengantin untuk upacara akad saat pernikahan berlangsung. Sementara bahan-bahan yang tidak diperlukan disimpan diatas tikar teertutup dan ditumpahkan di perempat jalan terdekat. Dahulu prosesi ini digunakan untuk mengumumkan kepada pendduduk desa bahwa di daerah itu akan ada orang tua yang mengawiinkan putrinya.

Acara kemudian dilanjutkan dengan pengajian, ngecagkeun aisan/ngaras sampean, lalu ngibakan atau ngebakan (siraman). Setelah itu, kedua calon pengantin mengikuti upacara ngeningan atau mengerik bulu-bulu halus yang ada di wajah, kuduk, leher, serta memotong rambut didahi untuk membentuk amis cau, dan membuat godeng lengkungan di batas pipi. Sementara untuk calon mengantin pria, ngeningan hanya untuk membersihkan bulu halus.

Setelah pelaksanaan akad nikah, kedua mempelai melakukan sembah sungkem kepada orang tua, dilanjutkan dengan prosesi sawer. Menurut Ketua bidang Kepribadian Ikatan Ahli Kecantikan dan Pengusaha Salon Indoensia Tiara Kusuma Jawa Barat Hj. Yetty Kurniati, di dalam acara saweran, kedua mempelai diberi nasihat yang makna rohaninya sangat tinggi. Nasihat itu disampaikan dalam kidung (nyanyian empat baris) atau sekar macapat, seperti dangdanggula, kinanti, sinom, asmarandana, dan sebagainya.

Prosesi berikutnya, pengantin meuleum harupat dan nincak endog. Prosesi ini mengandung pesan dan juga melambangkan harapan bahwa istri mampu menjadi penenang suami dan bersama-sama membuang sifat yang tidak baik.

Tata upacara adat Sunda juga meliputi prosesi ngalangkah barera, di mana kedua mempelai bersama-sama melangkahi barera sebagai simbol menuju kehidupan yang baru. Ada pula adat “buka pintu” dimana mempelai pria berada di luar rumah dan mempelai wanita berada di dalam rumah. Melalui komunikasi berbalas pantun atau kidung, mempelai wanita meminta suaminya untuk membacakan syahadat sebelum diizinkan memasuki rumah.

Setelah diperbolehkan memasuki rumah, kedua mempelai yang telah syah sebagai suami istri kemudian menempati pelaminan lalu melakukan prosesi huap lingkung dan pabetot-betot bakakak hayam. Ini bermaksa tugas orang tua untuk membimbing anak-anaknya telah selesai dan diserahkan kepada pengatin untuk membina rumah tangga yang rukun dan sejahtera.

Satu lagi prosesi adat yang selalu hadir dalam pernikahan orang Jawa Barat adalah mapag panganten oleh lengser dan penari merak. Ketua Ikatan Ahli Kecantikan dan Penguasa Salon Tiara Kusuma Jawa Barat Hj. Uun Unajah mengatakan, lengser merupkan simbol dari tetua adat atau kokolot yang memandu jalan pengantin meuju pelamian. Ini mengandung arti bahwa dalam menjalani perkawinan pasangan harus berjalan lurus dan selalau setia. Sementara kehadiran pera menari merak merupakan bentuk penyambutan luar biasa kepada pengantin yang dianggap sebagai raja dan ratu sehari.

Diluar upacara-upacara adat ini masih banyak upacara adat lain dalam prosesi pernikahan adat Sunda, seperti ngunduh mantu, munjungan, serta ngarunghal.***

Sumber: Lia Marlia – Weyatini/*Pikiran Rakyat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar