(Oleh: A HAJAR SANUSI, M.Ag.,. Pikiran Rakyat)
Menurut keterangan dua empu hadis, Imam Muslim dan Ibn Majah, di Madinah pernah berlangsung demonstrasi menarik. Ketika itu sejumlah orang dari kalangan fakir miskin datang menghadap Rasulullah saw.
Juru bicara mereka kemudian berkata, “Ya Rasulullah! Orang-orang dari kalangan berada itu telah memborong pahala yang banyak (dzahaba ahl al-dutsur bi al-ujur). Mereka salat sebagaimana kami salat (yushalluna kama nushallli); mereka menjalankan saum seperti kami saum (yashumuna kama nashumu); selain itu, mereka mampu bersedekah dengan kelebihan hartanya (hum yatashaddaquna bi fudhuli amwalihim); sementra kami hanyalah orang-orang miskin. Kami tidak dapat melakukan amal salih sebagaimana amal kebajikan yang mereka kerjakan. Karena demikian halnya, kami tidak akan memperoleh pahala sebanyak yang mereka dapatkan.”
Saat menanggapi keperihatinan mereka, Rasulullah saw, menjawab: “Wahai Sahabatku! Bukankah Allah telah menganugrahkan kepadamu, yang dengannya kamu dapat bersedekah (A wa laisa qad ja’alallahu lakum ma tashaddaquna bih)?”
Rasulullah sawa. lalu menjelaskan, “Sesungguhnya setiap kalian mengucapkan Subhanallah, adalah sedekah bagimu (inna lakum bi kulli tasbihatin shadaqah); Melafalkan takbir adalah sedekah bagimu (wa bi kuli takbiratin shadaqah); memerintahkan untuk berbuat baik adalah sedekah (wa ammrun bi al-ma’ruf shadaqah); dan, mencegah dari perbuatan mungkar pun adalah sedekah (wa nahyun ‘an al-munkar shadaqah); dst, dst..”
Itulah demontrasi kaum duafa pada masa Rasulullah saw. mereka berunjuk rasa bukan lantaran didorong oleh ketidakpuasan karena kekurangan sandang dan pangan. Bukan pula karena tidak kebagian zakat fitrah, atau seanting daging kurban.
Mereka tidak berdemonstrasi sebagai protes atas kesewenang-wenangan aparat, atau lantaran menginginkan pekerjaan dan jabatan tertentu, melainkan lantaran mereka mengkhawatirkan kehidupan akhirat. Mereka takut bagaimana jadinya kehidupannya kelak di seberang makam, apabila tidak memperoleh pahala sebanding dengan ganjaran yang diterima kaum berada.
Tidak keliru apabila Dr. Mushthafa Husni al-Siba’ dalam Isytirakiyah al-Islam menyebut peristiwa di atas sebagai al-muzharah al-ghariban atau demontrasi yang aneh.
(Ketua Bidang Pemuda, Wanita, dan Keluarga MUI Kota Bandung.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar