(Oleh: Hj. NUNUNG KARWATI, Pikiran Rakyat)
Abu Thalhah adalah orang Anshar yang paling banyak harta kebun kurmanya. Dari sekian banyak kebun kurma yang dimilikinya, kebun yang paling dicintainya adalah Bairuha, yang terletak di depan masjid yang selalu Nabi datangi dan masuki. Nabi kerap minum air yang di kebun itu.
Namun, suatu hari, turun Surah Ali Imran ayat 92 yang artinya berbunyi, “Kalian tidak akan memperoleh kebaikan (yang sempurna) hingga kalian menginfakkan sesuatu yang kalian cintai”
Mendengar ayat tersebut, Abu Thalhah bangkit dan berkata, “Wahai Rasulullah! Sesungguhnya harta yang paling aku cintai adalah Bairuha, harta itu aku sedekahkan di jalan Allah, aku harapkan kebaikan dan pahalanya di sisi Allah”.
Nabi Shallallahu ‘alahi wa sallam kemudian bersabda, “itu harta yang baik, aku telah mendengar apa yang kamu katakana. Menurutku engkau berikan harta itu kepada kerabat-kerabatmu.”
Mendengar anjuran Rasulullah, Abu Thalhah berkata, “Aku akan melakukannya wahai Rasulullah”. Dia pun bergegas membagikan harta itu kepada kerabat-kerabatnya dan anak-anak pamannya (Hadis Tiwayat Bukhari)
Merujuk pada hadis tersebut, kita bisa melihat bahwa para sahabat lebih mengutamakan cintanya pada Allah dan Rasulnya. Mereka tidak segan-segan untuk menyedekahkan pokok hartanya hanya untuk bisa menjalankan perintah Allah. Dan itu hampir dilakukan oleh semua sahabat Nabi.
Apakah mereka tidak mencintai hartanya? Tidak seperti itu. Manusia diciptakan dengan kecenderungan mencintai harta benda. Semua manusia memliki kecenderungan ini. Allah berfirman, “Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebih ,” (Al-Fajr: 20). Dengan demikian, tidak ada manusia yang tidak mencintai hartanya. Oran-orang beriman yang rajin bersedekah pun, bukan orang-orang yang tidak mencintai hartanya. Orang-orang yang rajin bersedekah adalah orang yang mampu menekan kecintaan itu sehingga tidak melebihi batasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar