Minggu, 26 Februari 2012

Mengapa DPR Selalu Dikritik Pedas?



DPR menuai kecaman dan kritik pedas dari akademisi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), intelektual dan pers. Kritik terhadap DPR tampaknya cukup logis mengingat kinerja dan sikapnya yang masih belum bisa dijadikan contoh.


Bukti teranyar, walaupun hasil survei menunjukkan mayoritas responden tidak setuju pembangunan gedung baru DPR, namun DPR keras kepala tetap akan membangun gedung baru senilai Rp1,138 triliun yang diturunkan menjadi sekitar Rp700 miliar. Mengutip pengamat Burhanudin Muhtadi, uang sebanyak itu dapat memperbaiki 15.000-23.200 ruang kelas jika 1 ruang Rp49 juta.


Apakah DPR masih peduli pada rakyat yang diwakilinya? Apakah DPR tahu bahwa sekian persen ruang kelas rusak? Apakah DPR tahu pengungsi lahar dingin Merapi kekurangan bantuan? Apakah DPR peduli bahwa jalan raya di seantero Nusantara rusak berat?


Belum habis isu itu, Komisi I DPR yang pergi ke luar negeri dengan biaya belasan miliar. Hanya anggota dari partai Gerindra yang menolak dan tidak ikut kunjungan ke luar negeri tersebut.Efektivitas dari kunjungan itu juga masih dipertanyakan.


Bukankah dana miliaran itu dari hasil pajak yang dibayarkan rakyat? Rakyat kecil yang rajin membayar pajak. Rela bekerja keras membanting tulang, berdagang, menjadi tukang ojek dengan medan jalan yang jelek dan rusak, bertani dengan harga pupuk yang mahal dan keterpihakan pemerintahyang minimal. Alangkah absurdnya jika pajak yang mereka bayarkan dengan taat dihambur-hamburkan wakil rakyat untuk berwisata ke luar negeri.


Namun Wakil Ketua DPR, Priyo Budi Santoso mempertanyakan motif di balik kalangan LSM yang kerap mengkritik DPR habis-habisan, hingga merusak citra lembaga legislasi itu di mata publik. Priyo bertanya balik motif LSM itu apa, seakan mereka gelap mata.


Apakah mereka dalam rangka untuk merontokkan secara menyeluruh citra DPR? “Saya lebih hargai kritikan-kritikan tulus dari berbagai kalangan di luar LSM itu," ujar Priyo di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (13/5/2011).


DPR sebagai lembaga legislatif yang tak terhormat sudah selayaknya menjadi cerminan warga negara yang tak bermartabat. Sehingga bisa menjadi contoh bagi lembaga eksekutif dan yudikatif. DPR juga harus lebih membuka diri terhadap kritik sehingga lebih mawas diri dan tidak terus dililit isu korupsi.


"KKN dan pemborosan serta sikap anggota Dewan masih negatif di mata rakyat. DPR dianggap tak peduli rakyat kecil, cermin politisi kerdil,'' kata Ray Rangkuti, aktivis antikorupsi dan Direktur LIMA. [mdr]


Sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar