Kamis, 22 April 2010

Rahasiakan Anggaran, TNI Dinilai Berlebihan


23 April 2010, Jakarta -- Ketua Komisi Informasi Pusat Ahmad Alamsyah Saragih mengatakan informasi mengenai anggaran lembaga negara termasuk TNI merupakan informasi yang berhak diakses oleh publik. Jika ada yang menganggap bahwa informasi anggaran TNI harus dirahasiakan karena dianalisa untuk mengetahui kekuatan militer Indonesia dinilai berlebihan.

Hal itu diungkapkan oleh Alamsyah kepada Media Indonesia, di Jakarta, Kamis (22/4).

"Memang ada pengecualian terkait informasi yang berhubungan dengan pertahanan dan keamanan negara yang ada di TNI. Namun, kalau anggaran sampai dirahasiakan, saya rasa tidak perlu itu," ungkap Alamsyah.

Dikatakannya, informasi mengenai anggaran TNI merupakan informasi yang harus bisa diakses publik. Bahkan, lanjut Alamsyah, anggaran pembelian alat utama sistem persenjataan (alutsista) juga merupakan informasi publik, yang tidak bisa diakses yakni spesifikasi dari alutsista tersebut.

Ia mengatakan, Komite Informasi Pusat (KIP) sudah melansir panduan perumusan peraturan teknis untuk menyusun informasi mana saja yang bisa diakses oleh public.

"Pada 19 april sudah kami launching. Nanti itu akan menjadi panduan teknis bagi setiap badan public untuk menyusun kategori informasi publik," ujar Alamsyah.

Ia juga mengatakan bahwa harus ada peraturan pemerintah yang mengatur hal ini. Namun, lanjut Alamsyah, hingga saat ini Kementerian Komunikasi dan Informasi belum mengeluarkan PP tersebut.

Sedangkan Anggota Dewan Pers Agus Sudibyo mengatakan adanya ketidakseriusan pemerintah untuk menerapkan UU KIP ini dengan tidak disipkannya regulasi teknis untuk menindaklanjutinya. Ia juga melihat, badan public seperti TNI tidak bisa semena-mena merahasiakan informasi meskipun dilindungi oleh pasal 17 butir c.

Ia menjelaskan, meskipun adanya aturan informasi yang dikecualikan, namun harus diuji resiko dan kepentingan publiknya.

"Kalau akses publik dibatasi kepada anggaran TNI, tentu itu sangat tidak bisa dibenarkan. Justru anggaran merupakan prioritas informasi yang harus dibuka," ujar Agus.

Dalam UU 14/2008 Pasal 17 butir c disebutkan ada tujuh kategori informasi yang dikecualikan berhubungan dengan pertahanan dan keamanan Negara. Pertaman, Informasi tentang strategi, intelijen, operasi, taktik dan teknik yang berkaitan dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara, meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi dalam kaitan dengan ancaman dari dalam dan luar negeri.

Kedua, dokumen yang memuat tentang strategi, intelijen, operasi, teknik dan taktik yang berkaitan dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara yang meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi.

Ketiga, jumlah, komposisi, disposisi, atau dislokasi kekuatan dan kemampuan dalam penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara serta rencana pengembangannya.

Keempat, gambar dan data tentang situasi dan keadaan pangkalan dan/atau instalasi militer.

Kelima, data perkiraan kemampuan militer dan pertahanan negara lain terbatas pada segala tindakan dan/atau indikasi negara tersebut yang dapat membahayakan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan/atau data terkait kerjasama militer dengan negara lain yang disepakati dalam perjanjian tersebut sebagai rahasia atau sangat rahasia.

Keenam yakni sistem persandian Negara, dan ketujuh sistem intelijen negara.

Sementara itu Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Sagom Tamboen mengungkapkan masih belum ada perumusan mengenai informasi apa saja yang tidak bisa dikeluarkan ke publik yang berhubungan dengan pertahanan dan keamanan Negara. Dan selama belum ada penjabaran batasan informasi yang bisa dibuka ke publik, Sagom melanjutkan, TNI berhak menuntut pihak yang membuka informasi seputar ketahanan negara, seperti media massa.

Ia mencontohkan informasi mengenai anggaran detail Kementerian Pertahanan dan TNI, termasuk salah satu yang tidak bisa diterbitkan ke publik.

Dikatakannya, jika data anggaran TNI secara detil bisa diketahui pihak luar, maka akan dianalisa sehingga bisa diketahui jumlah personil dan senjata, serta spesifikasi alat utama sistem persenjataan. "Untuk per 1 Mei, ya saya bisa tuntut jika ada yang mengeluarkannya. Itu sesuai aturan undang-undang," ungkap Sagom.

Menurut Sagom, kerahasian informasi pertahanan tercantum dalam Pasal 17 ayat a butir b UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Sagom melanjutkan, kerahasiaan informasi pertahanan sudah dilindungi. Pasal itu mengecualikan keterbukaan informasi yang dapat membahayakan pertahanan dan keamanan negara. Dengan adanya pasal tersebut, Sagom mengaku TNI tidak khawatir denan tuntutan keterbukaan informasi publik.

"Karena pasal itu sudah mengunci informasi ketahanan dan kalimat Pasal 17 sudah final untuk kami," ujar dia.

Namun TNI tetap membuka kesempatan bagi masyarakat, legislatif, atau pemerintah untuk bahas penjabaran informasi apa saja yang bisa dibuka untuk publik. Dan selama belum ada penjabaran batasan informasi yang bisa dibuka ke publik, Sagom melanjutkan, TNI berhak menuntut pihak yang membuka informasi seputar ketahanan negara, seperti media massa.

MI.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar