(Foto: Dispenau)
25 Maret 2012, Jakarta: Sekretaris Kabinet Dipo Alam mengisyaratkan proses pengadaan pesawat tempur Sukhoi pada rentang 2003-2004 'gelap'. Proses pengadaan Sukhoi saat itu tidak banyak pejabat terkait yang tahu, di antaranya Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro Jakti, Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono dan Menhan (alm) Matori Abdul Jalil.
"Saya menanyakan kepada Pak Matori termasuk dengan eselon satunya. Bagaimana prosesnya. Mereka tidak tahu. Hal itu saya tanyakan karena Pak Dorodjatun sebagai Menko Perekonomian menanyakan kepada saya. Jadi tidak ada yang tahu, termasuk Pak Presiden yang ketika itu menjadi Menko Polkam," kata Dipo di sela-sela perjalanan menuju Seoul, Korea Selatan, Minggu (25/3).
Kala itu, Dipo menjadi Deputi Menko Perekonomian. Menurut Dipo, pejabat yang mengetahui proses pengadaan hanyalah Menperindag Rini Suwandi, Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto. Kemudian, Kepala Staf TNI AU Marsekal TNI Cheppy Hakim, Kepala Bulog Widjanarko Puspoyo dan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Deperindag Sudar SA Gantika Riyanto.
"Pengadaan sudah berlanjut dan katanya pakai sistem counter trade. Rini suwandi yang menjelaskan kepada saya, bahwa counter trade itu adalah menukar kelapa sawit dengan Sukhoi. Itu yang saya tahu," katanya. Dipo sempat beradu argumen dengan Rini mengenai pengadaan Sukhoi dengan counter trade. Soalnya, konsep itu pada akhirnya akan membebani APBN, yang memang saat itu tidak ada alokasi anggaran khusus untuk membeli Sukhoi.
"Saya bilang ke Bu Rini, bahwa pemerintah bukan VOC. Kelapa sawit kan yang punya swasta, ujung-ujungnya APBN juga yang harus mengganti kelapa sawit swasta yang dibarter dengan Sukhoi. Jadi, saya tidak percayalah dengan soal counter trade itu," katanya.
Di kemudian hari, berdasarkan info yang diberikan Dirjen Anggaran Departemen Keuangan Anshari Ritonga, uang penggantian kelapa sawit itu diambil dari pos anggaran penanggulangan bencana alam. Sayangnya, Dipo lupa berapa jumlah uang yang dipakai.
"Seandainya tsunami terjadi pada 2003, kita tidak ada lagi dananya. Itu yang saya tahu," kata Dipo. Ada sejumlah opsi pembelian lain yang bisa digunakan dan lebih menguntungkan, yakni offset strategy. Yakni Sukhoi dibarter dengan pesawat buatan Indonesia, yakni CN-235.
Dengan begitu, PT DI bisa berkembang dan pesawat buatan Indonesia bisa dipakai tidak hanya untuk militer tapi juga untuk ke daerah-daerah Rusia yang miskin. Selain itu, India pertama membeli Sukhoi langsung dari Rusia. Namun, untuk selanjutnya, Sukhoi harus dibuat di India.
"Dan Rusia setuju. Itu baru cara jitu ketimbang counter trade yang pakai kelapa sawit," Kata Dipo.
Sumber: Jurnas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar