Sabtu, 02 Juni 2012

Pembuktian Sejarah Peradaban di Bawah Permukaan Tanah




INFO UNIK - Artikel Zamrud Hijau - Proyek ekskavasi arkeologis Tanahdatar 2012 kembali dilakukan pasangan ilmuwan dari Freie Universität Berlin, Jerman, Prof Dr Dominik Bonatz dan Dr Mai Lin Tjoa-Bonatz. Sama seperti tahun lalu, ekskavasi kali ini dipusatkan di Bukit Kincia (Kincir) dan Bukit Dama’ (Damar), Kecamatan Limo Kaum, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat.

Tahun ini sejumlah ahli lain ikut serta, di antaranya Prof Dr John N Miksic dari National University of Singapore yang juga pakar arkeologi Asia Tenggara dan sejarawan dari University of Kiel, Jerman, Prof Dr Hermann Kulke. Ikut pula dalam proyek itu Prof Dr Arlo Griffiths, seorang ahli literatur, sejarah, dan budaya negara-negara subkontinen India, di lembaga École Française D’ Extrême-Orient perwakilan Jakarta.

Mereka menemukan sejumlah artefak yang diduga berasal dari masa neolitikum. Temuan itu lebih tua dari masa Kerajaan Adityawarman yang banyak didapatkan pada ekskavasi tahun lalu.

Selain itu, ditemukan pula gerabah dari tanah liat. Menurut Dominik, temuan itu kemungkinan berasal dari periode pertama pembuatan gerabah.

Pada sebagian lokasi penggalian arkeologis tahun lalu kini sudah berdiri bangunan kokoh dari konstruksi beton. Sudah tidak mungkin lagi membuka bekas-bekas lubang ekskavasi di tempat yang sama yang berada di ketinggian sekitar 450 meter di atas permukaan laut.

Padahal, tahun 2011 lalu, ditemukan sejumlah peninggalan yang diduga merupakan bekas permukiman dari masa Kerajaan Adityawarman. Perbedaannya, tahun ini dilakukan pula pengupasan lapisan permukaan tanah di Bukit Tanah Lua, Jorong Saruaso Barat, Nagari Saruaso, Kecamatan Tanjung Emas, Kabupaten Tanah Datar.

Selain itu, masih ada Prof Dr Wiebhe Bebermeier dari Institut Ilmu Geografi Freie Universität Berlin, Jerman, yang membiarkan tubuhnya terbakar terik matahari saat melakukan pengeboran manual di situs ekskavasi. Tim diperkuat oleh peneliti dari Universitas Indonesia; penggambar dari Balai Arkeologi Bandung, Dayat Hidayat; arkeolog Balai Arkeologi Medan, Lucas Partanda Koestoro; dan Kepala Seksi Pelestarian dan Pemanfaatan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Batusangkar Budi Istiawan.

Tahun ini ekskavasi dilangsungkan mulai 17 Maret hingga 5 April atau lebih singkat dibandingkan tahun lalu yang berlangsung mulai 16 Maret hingga 15 April.

Kali ini telah digunakan pula fasilitas foto udara dengan octocopter untuk pengumpulan data pembuatan peta tiga dimensi dan peta topografi yang presisi. Helikopter yang dilepaskan dari genggaman tangan sebelum dikendalikan lewat gelombang radio itu memiliki delapan balingbaling yang masing-masing digerakkan secara mandiri dengan tenaga baterai.

Namun, perbedaan paling mencolok adalah ditemukannya artefak yang diduga berasal dari masa neolitikum di Bukit Tanah Lua. Dominik mengatakan, temuan berupa perkakas dari batu obsidian yang biasanya digunakan untuk memotong, kapak batu, gerabah dari masa paling awal, penumbuk, dan sejumlah fragmen kecil terdapat pada kedalaman 1,5 meter.

Semuanya ditemukan dalam lubang galian berukuran 8 meter x 10 meter dan 9 meter x 9 meter. Penggalian dilakukan dengan sistem trench (parit) kemudian dikupas dengan metode layer untuk mengetahui kandungan lapisan per lapisan.

Dominik mengatakan, konteks temuan itu dengan temuan artefak di lokasi lain, berdasarkan proyek ekskavasi arkeologis Tanahdatar 2011, kemungkinan terpisah. ”Temuan di Bukit Lua berasal dari periode yang jauh lebih tua,” kata Dominik.

Tentu temuan yang diduga dari periode neolitikum itu perlu pembuktian untuk menentukan umur pastinya. Namun, untuk sementara, inilah temuan paling tua yang disingkap dari situs Tanahdatar.

Selain itu, di Bukit Lua ditemukan pula jaringan distribusi air yang mengitari kawasan perbukitan dari sumber mata air di dinding bukit yang hingga kini masih bisa dilihat. Dominik menduga, di masa lalu kawasan itu juga kaya kandungan emas.

Rangkaian ekskavasi ditujukan untuk membuktikan apakah di dataran tinggi Jorong Bukit Gombak menjadi salah satu pusat Kerajaan Adityawarman.

Berbagai temuan di bawah tanah membuktikan bahwa sejak zaman dahulu kerajaan di Nusantara telah mengglobal, termasuk berinteraksi dengan China.

Sekian artikel dari saya. Semoga bermanfaat untuk sobat semua.


Sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar