Presiden SBY menerima Menteri Pertahanan Amerika Serikat Robert Michael Gates di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (22/7). Pertemuan ini membahas perkembangan situasi di kawasan Asia Tenggara dan Asia-Pasifik. (Foto: Cahyo/Rumgapres)
24 Juli 2010, Jakarta -- Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Tubagus Hasanuddin, mengingatkan Menteri Pertahanan Amerika Serikat, Robert Gates, agar lebih banyak perhatian untuk mengurusi tentaranya di Irak dan Afganistan sehingga tak melanggar hak asasi manusia.
"Ketimbang datang di Indonesia lalu harus ikut terlalu jauh mengurus, malah mendikte Tentara Nasional Indonesia (TNI), maka saya sarankan Robert Gates lebih baik mengurusi tentaranya di Irak dan Afganistan agar tak melanggar HAM," kata anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR RI itu di Jakarta, Jumat (23/7).
Ia mengatakan hal itu menanggapi pernyataan Menhan AS itu tentang pelanggaran hak asasi manusia (HAM) oleh TNI yang dihubung-hubungkan dengan bantuan militer. "Isi pernyataan itu (pelanggaran HAM TNI dan bantuan militer) sudah sangat tidak relevan lagi dan cenderung mendikte, apalagi kalau ada wacana memecat perwira TNI," kata Tubagus Hasanuddin menandaskan.
Ia mengungkapkan pendidikan HAM di lembaga-lembaga TNI sekarang sudah sangat baik, sementara pelaksanaannya semakin terkontrol. "Perlu diketahui pula, DPR RI sampai sejauh ini tak mendapat laporan atau informasi dan temuan adanya pelanggaran HAM yang dilakukan prajurit TNI di lapangan," ujarnya.
Karenanya dia menegaskan pihaknya menghormati pernyataan Menhan AS sebagai masukan. "Akan tetapi, selaku bangsa berdaulat kita tak perlu tergantung kepada siapa pun untuk bekerja sama," katanya menandaskan.
"Ini sesuai dengan perintah konstitusi kita yang mengarahkan penegakan prinsip-prinsip politik bebas aktif di dalam pergaulan antarbangsa. Kita tidak bisa didikte, juga tak ingin mengganggu kedaulatan negara lain," katanya menegaskan.
Pegiat HAM tolak kerjasama militer AS-TNI
Kerjasama antara militer AS dengan TNI menuai kekecewaan dari para pegiat Hak Asasi Manusia (HAM). Kerjasama antardua negara itu dinilai belum tepat, karena masih banyaknya kasus pelanggaran HAM di Indonesia yang belum dituntaskan.
Penilaian tersebut mengemuka dalam pernyataan sikap bersama yang dicetuskan para pegiat HAM, di Jakarta, Jumat (23/7).
Mugianto, aktivis HAM yang juga pernah menjadi korban penculikan di masa Orde Baru menilai, Menteri Pertahanan AS Robert Gates terlalu gegabah menyatakan jalinan kerjasama dengan militer Indonesia dilakukan, karena sudah ada pemulihan dalam reformasi TNI dan penegakkan HAM.
"Kami yang menjadi korban, menjadi saksi hidup atas pelanggaran HAM yang terjadi di masa lalu. Akuntabilitas yang mana?, jika masalah pelanggaran HAM belum mendapat penyelesaian," ujar Mugi.
Aktivis Komisi untuk Korban Hilang dan Tindak Kekerasann (KontraS) Yati Andriani menegaskan, para pegiat HAM menolak kerjasama tersebut. Karena pemulihan kerjasama tidak seharusnya dilakukan, selagi kasus-kasus pelanggaran HAM hanya dibiarkan terendap tanpa penyelesaian tuntas.
Sementara aktivis Kontras lainnya, Junaedi mempertanyakan motif dari pemulihan kerjasama antarIndonesia-AS itu. "Ada apa di balik kerjasama ini? Karena persoalan HAM seharusnya menjadi rangkaian yang dikedepankan, bukan politik," tuturnya seraya menambahkan, bantuan militer seharusnya difokuskan kepada Angkatan Laut dan Angkatan Udara, bukan Kopassus.
MI.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar