Kamis, 26 Januari 2012

Pendidikan untuk Rakyat Miskin


Pendidikan adalah hal yang sangat penting bagi sebuah bangsa. Karena perkembangan dan kemajuan suatu bangsa dapat diukur melalui tingkat dan kualitas pendidikan serta tingkat kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka menengah dan jangka panjang. Namun, sampai dengan saat ini masih banyak orang miskin yang memiliki keterbatasan akses untuk memperoleh pendidikan bermutu, hal ini disebabkan antara lain karena mahalnya biaya pendidikan dan orang miskin memang tidak ada biaya untuk pendidikan dikarenakan lebih mengutamakan biaya untuk makan.

A. Pendahuluan

Krisis global semakin membuat kehidupan yang sudah sulit menjadi semakin rumit bahkan telah menjadi suatu dilema dan masalah klasik yang tidak pernah kunjung selesai. Permasalahan yang kian nampak dan semakin menjadi-jadi adalah semakin meningkatnya jumlah penduduk miskin di Indonesia yang berdampak pada rendahnya tingkat pendidikan yang dapat dirasakan oleh mereka. Terkait dengan kemiskinan ini, publikasi dari BPS tanggal 2 Juli 2007, menyebutkan jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan) di Indonesia pada bulan Maret 2007 mencapai 37,17 juta (16,58 persen). Dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin bulan Maret 2006 yang berjumlah 39,30 juta (17,75 persen)Badan Pusat Statistik memperkirakan, jumlah penduduk Indonesia pada 2010 mencapai 234,2 juta atau naik dibanding jumlah penduduk 2000 yang mencapai 205,1 juta jiwa (KOMPAS.com Rabu, 23 Juni 2010). Dari data jumlah penduduk tersebut angka kemiskinan di Indonesia masih cukup tinggi. Menteri Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas Armida S Alisjahbana mengatakan, jumlah penduduk miskin di Indonesia saat ini mencapai 31 juta jiwa (data ini masih menjadi perdebatan karena BPS dinilai telah memanipulasi data jumlah penduduk miskin). Sebanyak 78 persen di antaranya hidup di daerah Jawa dan Sumatera (Kompas.com Selasa 13 Juli 2010). memang jumlah penduduk miskin mengalami penurunan. Angka-angka tersebut adalah manifestasi dari kemiskinan yang berbanding lurus dengan tingkat pendidikan penduduk suatu negara. Kemiskinan itu pula yang menyebabkan sebagian masyarakat di negara ini lebih mengedepankan urusan perut untuk bertahan hidup daripada memikirkan bagaimana untuk membayar sekolah. Sehingga sudah dapat dipastikan masyarakat akhirnya terus terpuruk dalam belenggu kemiskinan.
Masalah pada dasarnya merupakan pernyataan suatu kondisi secara “negatif” sedangkan kebutuhan menyatakan secara “positif”. Masyarakat mengalami bencana adalah suatu pernyataan masalah, tetapi masyarakat memerlukan bantuan makanan, pakaian, obat-obatan dan lain-lain adalah pernyataan kebutuhan.
Masalah sosial secara luas dapat didefinisikan sebagai perbedaan antara harapan dan kenyataan atau sebagai kesenjangan antara situasi yang ada dengan situasi yang seharusnya (Janssen dalam Edi Suharto).
karakteristik masalah sosial (Edi Suharto) adalah sebagai berikut :

1. Kondisi yang dirasakan oleh banyak orang
Pada tahun 2008 pemerintah mendata bahwa ada sekitar 19,1 juta rumah tangga atau 76,4 juta rakyat miskin yang memerlukan bantuan sosial.

2. Kondisi yang dinilai tidak menyenangkan
Tidak bersekolah atau putus sekolah dan miskin tentunya merupakan suatu hal yang tidak menyenangkan atau tidak mengenakan.

3. Kondisi yang menuntut pemecahan
Suatu yang tidak menyenangkan senantiasa menuntut adanya pemecahan masalah. Seperti halnya Masalah pendidikan untuk rakyat miskin. Umumnya suatu kondisi dianggap perlu dipecahkan jika masyarakat merasa bahwa kondisi tersebut memang dapat dipecahkan.

4. Pemecahan tersebut harus dilakukan melalui aksi sosial secara kolektif
Masalah sosial berbeda dengan masalah individual. Masalah individual dapat diatasi secara individual, tetapi masalah sosial hanya dapat diatasi melalui rekaya sosial seperti aksi sosial, kebijakan sosial atau perencanaan sosial, karena penyebab dan akibatnya bersifat multidimensional dan menyangkut banyak orang. Kemiskinan merupakan permasalahan  kemanusiaan purba. Ia bersifat laten dan aktual sekaligus. Ia telah ada sejak peradaban manusia ada dan hingga kini masih menjadi masalah sentral di belahan bumi manapun. Kemisikinan merupakan faktor dominan yang mempengaruhi persoalan kemanusiaan lainnya, seperti keterbelakangan, kebodohan (kurang pendidikan), ketelantaran, kematian dini. Permasalahan buta huruf, putus sekolah, anak jalanan, pekerja anak, perdagangan manusia (human trafficking) tidak bisa dipisahkan dari masalah kemiskinan. Berbagai upaya telah dilakukan, beragam kebijakan dan program telah disebar-terapkan, berjumlah dana telah dikeluarkan demi menanggulangi kemiskinan. Tak terhitung berapa kajian dan ulasan telah dilakukan di universitas, hotel berbintang, dan tempat lainnya. Pertanyaannya: mengapa kemisikinan masih menjadi bayangan buruk wajah kemanusiaan kita hingga saat ini? (Edi Suharto)
Badan Pusat Statistik memperkirakan, jumlah penduduk Indonesia pada 2010 mencapai 234,2 juta atau naik dibanding jumlah penduduk 2000 yang mencapai 205,1 juta jiwa (

KOMPAS.com Rabu, 23 Juni 2010). Dari data jumlah penduduk tersebut angka kemiskinan di Indonesia masih cukup tinggi. Menteri Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas Armida S Alisjahbana mengatakan, jumlah penduduk miskin di Indonesia saat ini mencapai 31 juta jiwa (data ini masih menjadi perdebatan karena BPS dinilai telah memanipulasi data jumlah penduduk miskin). Sebanyak 78 persen di antaranya hidup di daerah Jawa dan Sumatera (Kompas.com Selasa 13 Juli 2010).

Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan guna meningkatkan kualitas dan kesejahteraan hidupnya. Para pendiri bangsa meyakini bahwa peningkatan taraf pendidikan merupakan salah satu kunci utama mencapai tujuan negara yakni bukan saja mencerdaskan kehidupan bangsa, tetapi juga menciptakan kesejahteraan umum dan melaksanakan ketertiban dunia. Pendidikan mempunyai peranan penting dan strategis dalam pembangunan bangsa serta memberi kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan transformasi sosial. Pendidikan akan menciptakan masyarakat terpelajar (educated people) yang menjadi prasyarat terbentuknya masyarakat yang maju, mandiri, demokratis, sejahtera, dan bebas dari kemiskinan. Dalam amandemen UUD 1945 Pasal 31 Ayat (1) dan (2) menegaskankan, setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.

Perintah UUD 1945 ini diperkuat oleh UU Sistem Pendidikan Nasional (SPN) yang disahkan 11 Juni 2003. Ketentuan tersebut menegaskan bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama atas pendidikan. Kaya maupun miskin. Namun, dalam realitasnya, sampai saat ini dunia pendidikan kita juga masih dihadapkan pada tantangan besar untuk mencerdaskan anak bangsa. Tantangan utama yang dihadapi di bidang pendidikan pada tahun 2008 adalah meningkatkan akses, pemerataan, dan kualitas pelayanan pendidikan, terutama pada jenjang pendidikan dasar. Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Konsekuensi dari hal tersebut maka pemerintah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik pada tingkat pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/Mts serta satuan pendidikan yang sederajat)UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 5 ayat (1) menyatakan bahwa “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”, dan pasal 11, ayat (1) menyatakan “Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi”.

B. Deskripsi Masalah

Masalah pendidikan untuk rakyat miskin muncul dikarenakan berbagai faktor seperti, kecenderungan meningkatnya biaya pendidikan, pembiayaannya ditanggung sendiri dalam sistem tunai. Menurut data Susenas 2003, masih tingginya angka putus sekolah dan tidak dapat melanjutkan pendidikan itu lebih banyak bersumber pada persoalan ekonomi, karena banyak di antara anak-anak usia sekolah dasar itu berasal dari keluarga miskinKenaikan biaya pendidikan semakin sulit diatasi oleh kemampuan penyediaan dana pemerintah maupun masyarakat. Peningkatan biaya itu mengancam akses dan mutu pelayanan pendidikan dan karenanya harus dicari solusi untuk mengatasi masalah pembiayaanpendidikan ini.

C. Kebijakan Yang Telah Ada

1. Wajib Belajar 9 Tahun
Negeri ini telah lebih dari 20 tahun melaksanakan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 6 Tahun dan telah 10 tahun melaksanakan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun. Maksud dan tujuan pelaksanaan wajib belajar adalah memberikan pelayanan kepada anak bangsa untuk memasuki sekolah dengan biaya murah dan terjangkau oleh kemampuan masyarakat banyak. Apabila perlu, pendidikan dasar enam tahun seharusnya dapat diberikan pelayanan secara gratis karena dalam pendidikan dasar enam tahun atau sekolah dasar kebutuhan mendasar bagi warga negara mulai diberikan. Di sekolah dasar inilah anak bangsa diberikan tiga kemampuan dasar, yaitu baca, tulis, dan hitung, serta dasar berbagai pengetahuan lain. Setiap wajib belajar pasti akan dimulai dari jenjang yang terendah, yaitu sekolah dasar.

2. Kompensasi BBM untuk pendidikan

Diantara program pemerintah untuk meningkatkan pendidikan di Indonesia yaitu dengan mengurangi subsidi pemerintah terhadap BBM. Dana subsidi tersebut selanjutnya digunakan untuk program beasiswa kepada siswa-siswi yang kurang mampu dan berprestasi.

3. Bantuan Operasional Sekolah (BOS)

Salah satu program di bidang pendidikan adalah Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang menyediakan bantuan bagi sekolah dengan tujuan membebaskan biaya pendidikan bagi siswa yang tidak mampu dan meringankan beban bagi siswa yang lain dalam rangka mendukung pencapaian Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun. Melalui program ini, pemerintah pusat memberikan dana kepada sekolah-sekolah setingkat SD dan SMP untuk membantu mengurangi beban biaya pendidikan yang harus ditanggung oleh orangtua siswa. BOS diberikan kepada sekolah untuk dikelola sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan pemerintah pusat. Besarnya dana untuk tiap sekolah ditetapkan berdasarkan jumlah murid.

4. Program Keluarga Harapan (PKH)

Program keluarga Harapan (PKH) merupakan suatu program penanggulangan kemiskinan. Kedudukan PKH merupakan bagian dari program-program penanggulangan kemiskinan lainnya. PKH berada di bawah koordinasi Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK), baik di Pusat maupun di daerah. Oleh sebab itu akan segera dibentuk Tim Pengendali PKH dalam TKPK agar terjadi koordinasi dan sinergi yang baik.
Penerima bantuan PKH adalah RTSM yang memiliki anggota keluarga yang terdiri dari anak usia 0-15 tahun (usia sekolah) dan/atau ibu hamil/nifas. Bantuan tunai hanya akan diberikan kepada RTSM yang telah terpilih sebagai peserta PKH dan mengikuti ketentuan yang diatur dalam program.
Agar penggunaan bantuan dapat lebih efektif diarahkan untuk peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan, bantuan harus diterima oleh ibu atau wanita dewasa yang mengurus anak pada rumah tangga yang bersangkutan (dapat nenek, tante/bibi, atau kakak perempuan). Untuk itu, pada kartu kepesertaan PKH akan tercantum nama ibu/wanita yang mengurus anak, bukan kepala rumah tangga. Pengecualian dari ketentuan di atas dapat dilakukan pada kondisi tertentu dengan mengisi formulir pengecualian di UPPKH kecamatan yang harus diverifikasi oleh ketua RT setempat dan pendamping PKH. Ketentuan lebih lanjut diatur dalam Pedoman Operasional

D. Pilihan-Pilihan Kebijakan
Untuk mewujudkan pendidikan yang murah bagi kalangan miskin, ada beberapa langkah kongkrit dan strategis yang bisa diambil seperti ;
  1. Janganlah kemiskinan dijadikan penyebab terhambatnya anak bangsa untuk memperoleh pendidikan. Pendidikan yang bermutu harus bisa diakses dan dinikmati oleh segenap komponen anak bangsa secara adil dan merata. Dan, negara harus menanggung sepenuhnya segala biaya pendidikan mereka. Mereka harus dibebaskan dari beban biaya pendidikan.

  2. Pengalokasian anggaran pendidikan dari APBN dan APBD. Pemerintah dan pemerintah daerah harus fokus pada bagaimana anggaran 20% bisa direalisasikan dengan nyata dan konsisten. UUD 1945 Pasal 31 ayat (4) mengamanatkan bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Bahkan, UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas Pasal 49 ayat (1) menegaskan bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari APBN pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari APBD.

  3. Guru atau profesi guru adalah profesi khusus. Profesi guru tidak sama dengan pegawai negeri lain. Tugasnya terikat pada waktu dan tempat. Karena itu, penggajian pada guru harus berbeda dari pegawai negeri lainnya, agar mereka dapat bekerja dengan tenang dan tidak perlu memikirkan untuk pungutan-pungutan yang tidak sah.

  4. Dengan program pendidikan murah dan berkualitas bagi masyarakat, termasuk bisa dinikmati masyarakat miskin, maka hak asasi sosial ekonomi-budaya bisa dipenuhi. Negara pun bisa mewujudkan program MDGs (millennium development goals) untuk mencerdaskan kehidupan masyarakat, sekaligus memenuhi tujuan negara sesuai
    Pembukaan UUD 45 alinea keempat.

  5. Asuransi pendidikan komersial bagi masyarakat miskin yang diselenggarakan oleh perusahaan asuransi swasta yang polisnya dibayar atau ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah. Manfaatdari asuransi pendidikan komersial ini adalah agar semua rakyat miskin dapat bersekolah disemua tempat baik itu milik pemerintah maupun milik swasta
Analisis pembiayaan pendidikan berbasis subsidi silang. Artinya, pihak-pihak yang memang mampu (perusahaan, masyarakat, orangtua, dan lainnya) layaklah diminta untuk memberikan kontribusi besar/banyak ke pendidikan (CSR pendidikan), sementara mereka yang tidak mampu harus disubsidi dari uang kontribusi mereka yang mampu. Dengan kata lain, dunia pendidikan kita harus semakin adil demi peningkatan mutu, adil di mata pemerintah, sekolah, dan masyarakat.

E. Kesimpulan Dan Rekomendasi

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1. UUD 1945 mengamanatkan bahwa Pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara tetapi pendidikan dasar merupakan kewajiban yang harus diikuti oleh setiap warga negara dan pemerintah wajib membiayai kegiatan tersebut.
2. Pendidikan menjadi salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka menengah dan jangka panjang. Namun, sampai dengan saat ini masih banyak orang miskin yang memiliki keterbatasan akses untuk memperoleh pendidikan bermutu.
3. Tanggung jawab dalam mengatasi masalah pendidikan untuk rakyat miskin bukan saja terletak pada pemerintah, namun merupakan tanggung jawab kita bersama termasuk dari kalangan dunia usaha/swasta.
Kepada pemerintah baik pusat maupun daerah hendaknya dapat benar-benar menerapkan anggaran 20% untuk pendidikan dan bisa direalisasikan dengan nyata serta konsisten. UUD 1945 Pasal 31 ayat (4) mengamanatkan bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Bahkan, UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas Pasal 49 ayat (1) menegaskan bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari APBN pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari APBD.
Pendidikan jangan dikomersialisasikan karena hanya akan menambah beban bagi rakyat miskin atau tidak mampu untuk mendapatkan pendidikan yang layak.

Sumber Bacaan
Suharto, Edi. 2008. Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.
Suharto, Edi. 2009. Kemiskinan dan Perlindungan Sosial di Indonesia: Menggagas Model Jaminan Sosial Universal Bidang Kesehatan. Bandung: Alfabeta.

Sumber-sumber  lainnya
“Kocokan” Pantai Air Rami




(sumber: http://edukasi.kompasiana.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar