Sabtu, 01 Januari 2011

Mengenal Pengobatan Nabi

Di antara maraknya praktik pengobatan alternatif, pengobatan cara Nabi Muhammad (thibbun al-Nabawi), merupakan metode yang banyak diminati. Salah satu cara pengobatan yang diminati masyarakat adalah bekam. Di Bandung sendiri terdapat tujuh cabang tempat terapi bekam yang tergabung dalam Asosiasi Bekam Rukyah Center, di antaranya terletak di Jalan Cinunuk, Cibiru, Bandung.

Dalam Islam, ajaran tentang kesehatan dirujuk dari ayat Alquran dan Sunnah Nabi. Salah satu kitab yang memberikan penjelasan tentang pengobatan cara Nabi adalah kitab Al-Thibb al-Nabawi. Kitab ini ditulis oleh Ibn Qayyim Al-Jawziyah yang hidup di Damaskus antara tahun 1292-1350 Masehi. Kitab Al-Thibb al-Nabawi dalam versi Arab diterbitkan tahun 1992 oleh penerbit Dar al-Fikr, Beirut.

Ibn Qayyim tidak belajar ilmu kedokteran (medis) secara khusus. Ia adalah seorang ulama yang mewarisi lembaga pendidikan terkenal di Kota Damaskus, bernama Al-Jawziyyah. Lembaga pendidikan ini dirintis ayahnya, Qayyim al Jawziyyah. Ia sendiri bernama Abu Abdullah Syamsuddin Muhammad bin Abu Bakr bin Ayyub.

Dalam riwayat pendidikannya, Ibn Qayyim pernah belajar kepada sejumlah ulama terkenal, satu di antaranya syaikhul Islam Ibn Taimiyyah. Dengan kapasitas keilmuannya tersebut, kelak Ibnu Qayyim melahirkan generasi ulama yang populer, seperti Ibn Katsir, penulis kitab Al-Bidayah wa al-Nihayah.

Kitab Al-Thibb al-Nabawi (Pengobatan Cara Nabi) bukanlah kitab pengobatan yang pertama dalam sejarah literatur Islam. Sebelumnya sudah ada beberpa kitab lain yang mengupas tentang cara pengobatan menurut ajaran Islam. Pada tahun 994 Hijriah, telah beredar kitab Al Kamil fi al-Shianaa yang ditulis Ali Ibn Al Abbas al Mijisi. Kitab ini konon merupakan kitab yang paling banyak dirujuk sebelum terbitnya kitab pengobatan lain yang lebih populer, yaitu Al-Qanun karya Ibnu Sina. Al-Qanun inilah yang kemudian banyak dibincangkan dan mewarnai kajian medis modern. Nama pengarangnya pun diabadikan dalam literatur Barat sebagai Avi Cenna.

Kandungan kitab Al-Thibb al-Nabawi dapat dikategorikan menjadi tiga tema besar. Pertama, penjelasan mengenai pengobatan dengan obat alamiah. Cara ini bersumber pada kekayaan hayati dan nabati. Misalnya pengobatan dengan air, madu, dan susu. Ibn Qayyim menguraikan jenis pengobatan ini dalam tiga puluh lima pasal pada kitabnya tersebut. Kedua, penjelasan tentang perawatan dan terapi menggunakan kekuatan spiritual. Cara ini mengandalkan pada kekuatan nasihat dan hikmah yang dieksplorasi dari Alquran dan Sunnah Nabi. Cara pengobatan ini diperuntukkan bagi jenis penyakit yang bersumber dari hati (qalb). Penjelasan untuk model kedua ini ada sekitar 23 pasal.

Ketiga, penjelasan tentang indikasi obat-obatan dan makanan yang disebutkan Nabi untuk mengobati penyakit dan penyembuhan. Kitab ini menguraikannya menjadi 132 pasal.
Dalam kitab ini juga diterangkan tentang definisi sakit. Dengan merujuk pada beberapa ayat Alquran dan Hadis Nabi, Ibn Qayyim mendefinisikan penyakit dengan mengaitkannya pada fungsi biologis dan spiritual dari hati (qalb). Konseptualisasi ini diturunkan dari hadis yang berbunyi, "Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging, jika ia baik maka baiklah seluruh tubuh dan jika rusak, rusak pula tubuh. Ketahuilah segumpal daging itu adalah hati." (HR. Bukhari dan Muslim).

Ibn Qayyim membagi jenis penyakit menjadi dua macam, penyakit hati dan penyakit badan (fisik).

Penyakit hati (psikis) hakikatnya merupakan gejala dari berbagai penyakit yang dirasakan orang yang sedang sakit. Jenis penyakit ini sulit dideteksi secara empiris medis. Misalnya orang yang mengeluh sakit, tetapi tidak ditemukan wujud penyakitnya. Menurut Ibn Qayyim, gejala ini muncul karena faktor eksternal dalam tubuh manusia, seperti rasa takut.

Penjelasan ini dirujuk dari hadis Nabi bahwa penyakit hati memiliki indikasi seperti adanya rasa waswas, ragu, munculnya hasrat berlebih, serta kehendak melakukan penyelewengan dalam hati manusia. Dengan hadis itu, Ibn Qayyim membagi penyakit hati pada dua kelompok, rasa ragu dan waswas serta hasrat untuk berlaku menyimpang.

Alquran banyak menjelaskan kategori penyakit ini. Misalnya orang munafik sebagai contoh orang yang berpenyakit hati.

Jenis yang kedua adalah penyakit badan (organ tubuh). Sakit pada fisik terkait dengan kondisi hati. Jika hati dalam keadaan galau dan waswas akan bedampak pada tubuh fisik. Kesehatan tubuh juga terkait dengan kecukupan asupan pada tubuh. Selama kebutuhan asupan terpenuhi, tubuh dalam kondisi normal.

Dalam organ tubuh manusia terdapat mekanisme pertalian (antibodi) untuk menjaga stabiltas tubuh. Mekanisme seperti buang air dan rasa lelah merupakan salah satu dari cara tubuh menjaga kestabilannya.

Stabilitas tubuh dapat terganggu karena faktor internal seperti penyakit hati tadi serta faktor eksternal seperti masuknya racun, suhu udara yang ekstrim, dan luka fisik.

Prinsip pengobatan Nabi bersifat integral (menyeluruh). Pengobatannya mencakup terapi tubuh sekaligus mental-psikis. Konsep integral ini terkait dengan hakikat manusia yang terdiri atas tubuh fisik dan mental psikis. Oleh karena itu, pengobatan cara Nabi bersifat holistik.

Dalam praktiknya, pengobatan menyangkut dua bagian itu, yakni tubuh dan mental. Dalam terapi cara Nabi tidak hanya mengandalkan doa, apalagi hanya mengeksploitasi ayat Alquran menjadi jampi-jampi dan takhayul. Semestinya, proses pengobatan cara Nabi juga menyertakan tindakan yang bersifat medis, meskipun sederhana. Di antara tindakan medis yang diyakini sebagai warisan Nabi adalah bekam.

Sumber: (Dede Syarif, peneliti Institut for Study Religion, Culture, and Public Affair, UIN Bandung. “Pikiran Rakyat”)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar