Selasa, 20 Juli 2010

Tujuh Negara Tingkatkan Pengamanan Selat Malaka


21 Juli 2010, Jakarta -- Tujuh negara yang ikut dalam pertemuan Malacca Strait Sea Patrol (MSSP) 2010, sepakat untuk meningkatkan patroli keamanan bersama di kawasan laut Selat Malaka. "Selat Malaka merupakan kawasan strategis karena menjadi jalur pelayaran berbagai negara. Selain karena berbatasan dengan sejumlah negara, kepentingan ekonomi juga menjadi faktor rawan konflik," ujar Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL), Laksamana TNI Agus Suhartono saat dihubungi di Jakarta, Selasa (20/7).

Masing-masing negara diwakili Kepala Staf Angkatan Laut, yakni Indonesia, Malaysia, Thailand dan Singapura. Sedangkan, Filipina, Brunei Darussalam dan Vietnam turut mendukung peningkatan keamanan Selat Malaka. Mereka mengevaluasi pelaksanaan Malacca Strait Sea Patrol (MSSP) yang digelar bersama sejak 2005.

Sebagai konsekuensi The United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982, dijelaskan Agus, Indonesia sebagai negara pantai bertanggung jawab pada batas laut internasional di wilayah kedaulatan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI).

Untuk itu, MSSP disiapkan dan dikembangkan untuk memberikan rasa aman bagi seluruh pengguna Selat Malaka dan Selat Singapura dari ancaman kekerasan, bahaya navigasi dan pelanggaran hukum di laut.

"Garis pantai yang berada di wilayah Indonesia merupakan garis pantai penghubung (sea lanes of communication/SLOC) dan garis penghubung perdagangan minyak bumi (sea lanes of oil trade/SLOT)," ucapnya.

Menurut dia, SLOC dan SLOT terlihat menjadi nadi dari kehidupan banyak Negara, seperti di Indonesia sendiri. Umumnya mayoritas di negara-negara Asia Pasifik, yang bangunan ekonominya diorientasikan pada kegiatan ekspor/impor tergantung pada eksistensi SLOC menjadi sangat penting.

"Hal ini bisa kita lihat dengan pertumbuhan dari kekuatan industri di Asia Timur seperti Jepang, China dan Korea dimana kebutuhan minyak mereka dari Timur Tengah dari tahun ke tahun naik secara cepat," ujarnya.

Berdasarkan kebutuhan itu, tutur KSAL, jaminan keamanan Sloc dan Slot sangat penting karena terkait dengan ekonomi dunia bagi pengguna laut di dua wilayah, yakni Selat Malaka dan Selat Singapura.

"Pada konteks ini, Indonesia tentunya tidak menginginkan kejadian perompakan di Teluk Aden yang disebabkan ketidakmampuan pemerintah Somalia untuk menjaga keamanan Sloc dan Slot terjadi di wilayah Indonesia," katanya.

Sebagai gambaran, ia menyontohkan, berdasarkan data perompakan di teluk Aden terjadi perkembangan sangat signifikan, dimana dari 126 kasus di tahun 2007 menjadi 114 kasus hanya dalam kurun waktu 6 bulan pertama selama tahun 2008.

Suara Karya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar