08 Juli 2010, Makassar -- Markas Besar Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat tengah mengkaji pemisahan komando daerah militer di kawasan timur Indonesia. Penambahan kodam di daerah yang terdiri dari 10 provinsi ini bertujuan untuk memperkuat kendali militer.
”Kemungkinan penambahan kesatuan di Indonesia bagian timur memang ada. Namun, TNI AD tengah mengkaji apakah bentuknya kodam atau hanya diperlukan komando resor militer (korem) ataupun komando distrik militer (kodim),” tutur Kepala Staf TNI AD (KSAD) Jenderal George Toisutta seusai memimpin upacara serah terima jabatan Panglima Kodam VII/Wirabuana di Lapangan Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (7/7).
Dalam upacara tersebut, Mayor Jenderal Hari Krisnomo yang menjabat sebagai Panglima Kodam sejak Januari 2010 digantikan oleh Brigadir Jenderal Amril Amir. Amril sebelumnya menjabat sebagai Kepala Staf Kodam VII/Wirabuana, sedangkan Hari mendapat tugas baru sebagai Asisten Logistik Panglima TNI.
Rencana penambahan kesatuan di kawasan timur Indonesia muncul setelah TNI AD sukses memecah kodam di Kalimantan menjadi dua pada 28 Juni lalu. Saat ini keberadaan Kodam VII/Wirabuana, Kodam XVI/Pattimura, dan Kodam XVII/Cenderawasih dianggap kurang efektif menjaga keamanan di 10 provinsi di kawasan timur Indonesia.
Menurut George, ada dua hal yang mendasari pengkajian TNI terhadap perlunya penambahan kesatuan. Selain terkendala infrastruktur jalan, munculnya sejumlah provinsi hasil pemekaran, seperti Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku Utara, dan Papua Barat, turut menjadi pertimbangan. ”Bayangkan, Pulau Jawa saja memiliki kodam di setiap provinsi meski luas wilayah dan tingkat kerawanannya jauh lebih kecil,” ungkap George.
Namun, mantan Pangdam VII/Wirabuana Mayor Jenderal (Purn) Arief Budi Sampurno menilai, pembentukan kodam di Gorontalo, Sulawesi Barat, dan Maluku Utara tidak perlu meski ketiga daerah itu sudah menjadi provinsi.
Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin mengatakan, dalam membangun kekuatan TNI harus berdasarkan rencana strategis. Pertama, bagaimana ancamannya. Kedua, strategi pertahanan yang hendak dipakai. Ketiga, ketersediaan anggaran.
”Gimana bisa bangun kalau tidak ada anggaran?” ungkap Sjafrie di Balikpapan.
KOMPAS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar