Selasa, 20 Juli 2010

KSAL Dorong Penyelesaian ZEE Indonesia - China


20 Juli 2010, Jakarta -- Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Agus Suhartono meminta Pemerintah Indonesia dan Pemerintah China segera menyelesaikan persoalan perbatasan maritim zona ekonomi eksklusif (ZEE) di kawasan Natuna, Kepulauan Riau, Kepri. "Perlu ada pertemuan antardua negara untuk membahas ZEE di Natuna. Kami selalu mendorong untuk penyelesaian itu secara baik sebagai negara sahabat," ujar KSAL usai mengikuti pertemuan evaluasi Malacca Strait Sea Patrol (MSSP) 2010 di Batam, Kepri, Senin (19/7).

Tujuh negara ikut dalam pertemuan tersebut, yakni Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Vietnam, dan Brunei Darussalam.

Agus mengatakan, ZEE Indonesia-China di perairan Natuna telah berdampak pada ketegangan antara TNI AL dengan nelayan China maupun ketegangan TNI AL dengan Angkatan Laut China. Dalam beberapa kali patroli, TNI AL menangkap basah kapal perang China memasuki wilayah perairan Natuna yang masih berada di ZEE Indonesia.

Sebaliknya, tutur ia menambahkan, nelayan China merasa berhak menangkap ikan di perairan Natuna karena perairan tersebut dinilai masih berada di batas ZEE China. "Telah menjadi kebiasaan, bahwa nelayan China menangkap ikan di perairan (Natuna) itu," ujarnya.

Klaim nelayan tradisional China terhadap ZEE di Natuna, menurut dia, telah melahirkan tumpang tindih perbatasan ZEE Indonesia dan China. Padahal, berdasarkan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) tahun 1982, perairan tersebut masuk dalam ZEE Indonesia. "Untuk itu, kami mendorong pemerintah China dan Indonesia untuk membahas batas ZEE Natuna dalam forum bilateral bertemu untuk membicarakan tumpang tindih itu," tambah KSAL.

Sementara itu, TNI AL juga meningkatkan patroli di perairan Natuna, Kalimantan Barat, pada musim gelombang tinggi untuk menekan pencurian ikan.

Komandan Pangkalan TNI AL Pontianak Kolonel TNI Parno menyatakan, peningkatan patroli itu untuk menekan tingkat pencurian ikan di kawasan perairan Natuna, yang menjadi sasaran empuk pencurian ikan oleh nelayan asing pada saat nelayan lokal takut melaut.

"Berdasarkan pengalaman, di saat gelombang kuat, nelayan kita takut melaut, sehingga kesempatan itu dimanfaatkan oleh nelayan asing untuk mencuri ikan di perairan kita. Makanya kami akan melakukan patroli di titik rawan pencurian ikan," katanya.

Parno menambahkan, pihaknya akan melakukan koordinasi dengan Kapal Perang Indonesia (KRI) yang kebetulan melakukan patroli rutin di kawasan perairan Natuna.

Suara Karya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar