Minggu, 02 Oktober 2011
Empat Nelayan RI Ditangkap Tentara Malaysia
2 Oktober 2011, Medan (ANTARA News): Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Kota Medan memprotes penangkapan empat orang nelayan tradisionalasal asal Kecamatan Medan Belawan oleh Tentara Laut Diraja Malaysia, Sabtu (1/10).
"Kami memprotes tindakan oknum Tentara Laut Diraja Malaysia, karena menangkap nelayan Belawan di perairan Indonesia," kata Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Medan Zulfahri Siagian kepada ANTARA di Medan, Minggu.
Nelayan Belawan yang ditangkap patroli Tentara Laut Diraja Malaysia(TDLM) itu adalah Effendi yang juga nakhoda kapal yang ditangkap, dan tiga anak buah kapal, yaitu Muhammad Yunan, Rahmat dan Wirya.
Perahu nelayan itu disergap kapal patroli TLDM bernomor lambung 137 saat menangkap ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) Selat Malaka.
Mereka dibawa ke wilayah Malaysia dan masih dalam tahanan Polisi Maritim Negeri Pulau Penang.
Berdasarkan data pada perangkat global positioning system atau GPS di perahu mereka, penangkapan terjadi pada koordinat 05.07.200 Lintang Utara dan 99.03.180 Lintang Timur.
"Dari titik koordinat tersebut terlihat jelas bahwa perahu nelayan itu saat ditangkap oleh patroli Tentara Laut Diraja Malaysia berada di wilayah perairan Indonesia," ujarnya.
HNSI Medan mendesak pimpinan institusi penegak hukum di Malaysia untuk membebaskan empat orang nelayan tradisional tersebut.
Zulfahri juga meminta pemerintah Indonesia mengajukan protes resmi kepada pemerintah Kerajaan Malaysia atas pelanggaran hukum yang dilakukan kapal patroli TLDM bernomor lambung 137 tersebut.
"Tindakan pelanggaran hukum yang dilakukan para oknum Tentara Laut Diraja Malaysia menangkap dan menuduh perahu nelayan Belawan telah melanggar wilayah Malaysia, sangat tidak berdasar," katanya.
Polisi Laut Diraja Malaysia Berulah, Nelayan Minta Perlindungan
Ada lagi kisah kurang sedap terkait tetangga kita. Kali ini menimpa nelayan di perbatasan yang meminta perlindungan dari pemerintah karena ulah marakpraktik kekerasan dan kriminalisasi oleh Malaysia.
Koordinator Program Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Abdul Halim, di Jakarta, Sabtu, mengatakan, nota protes Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) atas tindakan Polisi Laut Diraja Malaysia melalui Kementerian Luar Negeri belum menyelesaikan persoalan di perairan perbatasan Indonesia-Malaysia.
Halim mendesak KKP --anggota Bakorkamla-- dapat menjalankan fungsi koordinasi dan tugas keamanan laut secara konsisten dan maksimal, sehingga nelayan di perbatasan yang memerlukan perlindungan tidak merasa diabaikan.
Data Kiara maupun KNTI menyebutkan, 41 nelayan tradisional pernah ditangkap dan ditahan sejak 9 April 2009 hingga September 2011. Selain itu 47 nelayan tradisional lainnya mengaku pernah menjadi korban perompakan dan penganiayaan dengan pelaku anggota Polisi Laut Diraja Malaysia.
Kasus yang terkini pengaduan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Wilayah Sumatera pada 20 September 2011. Disebutkan ada kasus kekerasan dan kriminalisasi yang dialami beberapa nelayan Langkat oleh tingkah buruk Polisi Laut Diraja Malaysia.
Modus operandi Polisi Laut Diraja Malaysia adalah menarik nelayan tradisional Indonesia dari laut nasional ke wilayah perairan Malaysia, dan menetapkan mereka sebagai pencuri ikan atau perompak.
"Berarti mereka kerap memasuki wilayah perairan Indonesia, khususnya di sekitar Langkat, Sumatera Utara, "kata Presidium Nasional KNTI Wilayah Sumatera, Tajruddin Hasibuan.
Dari sisi Indonesia, katanya, kelemahan penjagaan wilayah perairan perbatasan Indonesia semacam itu jelas terlihat.
Selain itu tidak ada bekal informasi batas perairan Indonesia dengan Malaysia untuk nelayan tradisional, baik melalui peta terkini maupun alat navigasi modern menjadikan nelayan rentan mengalami kekerasan dan kriminalisasi oleh aparat negara lain.
"Kami minta pemerintah segera meningkatkan kualitas dan kuantitas patroli pengamanan laut di wilayah perairan Indonesia," katanya. Pula memberikan informasi dan pemahaman mengenai hak-hak nelayan dan batas wilayah Indonesia dengan 10 negara tetangga melalui pelatihan secara berkala kepada nelayan.
Hal terakhir yang ia minta yakni pemerintah memberikan pelatihan advokasi hukum bagi organisasi nelayan di berbagai wilayah khusus di perbatasan.
Sumber: ANTARA News
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar