Senin, 14 September 2009

Kecelakaan akibat Anggaran Minim

Pesawat Hercules TNI-AU yang jatuh di Magetan, Rabu 20 Mei 2009, kondisinya sangat mengenaskan badan pesawat nampak pecah hanya menyisakan ekor pesawat. Tampak ekor pesawat yang terbalik tengadah hanya bagian ini yang nampak masih utuh. (foto: dtc)

15 September 2009, Jakarta -- Wakil Ketua Komisi I DPR Yusron Ihza Mahendra meminta pemerintah mengakui keterbatasan alokasi anggaran berdampak terhadap kelaikan serta kesiapan alat utama sistem persenjataan TNI, yang kemudian berujung pada sejumlah kecelakaan fatal yang memakan korban jiwa prajurit TNI.

Pernyataan itu disampaikan Yusron, Senin (14/9) di sela-sela rapat kerja terakhir antara Komisi I dan Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono dan Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso, yang didampingi ketiga Kepala Staf Angkatan TNI.

Yusron meminta pemerintah lebih memprioritaskan penyusunan cetak biru pembangunan pertahanan Indonesia, yang nantinya akan menjadi patokan dalam pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI.

”Kalau dibuat grafiknya, antara kebutuhan persenjataan dan anggaran pengadaannya dengan besaran anggaran yang dipenuhi, selisih dan jaraknya semakin lama semakin jauh sepanjang enam tahun terakhir ini. Kesenjangannya terlalu besar sehingga jalan keluarnya harus dengan membuat dan menyusun cetak biru pembangunan pertahanan kita,” ujar Yusron.

Tanpa keberadaan cetak biru, lanjut Yusron, pembangunan pertahanan Indonesia tidak punya arah yang jelas. ”Pemerintah juga harus berani untuk tidak menggunakan alutsista TNI jika hal itu diperkirakan berisiko terhadap keselamatan awaknya, prajurit TNI,” katanya.

Dalam kesimpulannya, Ketua Komisi I Theo L Sambuaga menyatakan, Komisi I meminta pemerintah di masa mendatang lebih memfokuskan pembangunan pertahanan dengan mempertimbangkan prospek pembangunan kekuatan yang berorientasi pada kekuatan esensial minimal (minimum essential force), yang menekankan unsur efektivitas, efisiensi, dan pencapaian sasaran.

Menanggapi permintaan itu, Menhan dalam jawaban tertulisnya mengatakan telah melakukan kajian komprehensif dengan melibatkan markas-markas besar TNI dan ketiga matra angkatan terkait upaya membangun kekuatan minimal esensial.

Pembangunan kekuatan minimal telah dicantumkan pula dalam Strategic Defense Review (SDR) 2009 dan menetapkan pembangunannya selama dua kali perencanaan strategis 2010-2019. Proses pembahasan SDR sampai sekarang sudah tuntas sekitar 80 persen, yang hasilnya berupa naskah kajian strategis pertahanan negara.

KOMPAS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar