Sukhoi Su-27 Flanker TNI AU. (Foto: Australia DoD)
30 Juli 2012,Yogyakarta: Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU), Marsekal TNI Imam Sufaat menyatakan kekuatan dirgantara menjadi tulang punggung pembangunan nasional, karena sekarang ini terjadi pergeseran karakter ancaman yakni perang modern yang mengandalkan teknologi.
"AU sangat berperan dalam perang modern karena perang modern bentuknya mengandalkan teknologi tinggi. Karenanya TNI AU membuat perencanaan pengadaan alutsista sesuai MEF yakni dengan mengisinya dengan pesawat-pesawat terbaik dan radar yang berkualitas canggih," demikian dikatakan KSAU pada upacara peringatan HUT ke-65 Hari Bakti TNI AU di Yogyakarta, Minggu (29/7).
Disampaikan KSAU bahwa pembangunan kekuatan udara didukung teknologi alat utama sistem senjata (alutsista) canggih harus tetap menjadi prioritas tanpa menabrak kebijakan kekuatan pokok minimum (Minimum Essential Force/MEF).
Lebih lanjut, katanya, kekuatan dirgantara sebagai bagian pertahanan negara banyak memengaruhi aspek kepentingan nasional di kancah global. Itu artinya, menurut KSAU, pengelolaan kedirgantaraan nasional harus dilakukan dengan baik sebagai bagian dari komponen kekuatan nasional di bidang pertahanan militer.
"Kekuatan dirgantara kita harus dapat membantu upaya komponen kekuatan negara lainnya seperti diplomasi, ekonomi, dan informasi untuk menghadapi berbagai tantangan dan ancaman dalam membela kepentingan nasional di kancah global antar negara," ujar KSAU.
Dia menyebut, untuk pesawat tempur sekarang ini teknologi tercanggih ada pada pesawat F-22 Raptor milik Amerika Serikat. Pesawat ini memiliki kemampuan untuk tidak terlacak radar (stealth). Pesawat dengan kemampuan yang tak jauh beda adalah F-35 yang digunakan beberapa negara sekutu Amerika Serikat.
"Kita belum ke sana, tapi untuk pesawat antiradar ini kita sekarang sedang membuatnya bekerja sama dengan Korea Selatan, yaitu KFX/IFX. Itu pesawat generasi 4,5," beber Imam.
Terkait realisasi program MEF tersebut, pada 28 Agustus mendatang akan tiba di tanah air empat unit pesawat tempur ringan Super Tucano. Empat unit lainnya akan menyusul dalam kurun tiga bulan setelahnya. Pesawat ini akan berhome base di Sakdron Udara 21 Lanud Abdulrachman Saleh, menggantikan pesawat OV-10F Bronco.
Namun, Imam tak mengesampingkam membangun sebuah angkatan udara yang kuat, diperlukan SDM yang handal. "Juga didukung sumber dana atau anggaran yang tidak sedikit dan pengetahuan akan teknologi tinggi dan modernisasi," sebutnya.
Saat ini, aspek personel dan anggaran serta kebutuhan akan penguasaan teknologi tinggi masih menjadi tatangan tersendiri dalam membangun kekuatan kedirgantaraan, khususnya TNI Angkatan Udara. Tantangan tersebut, kata KSAU, harus dapat dijawab oleh jajaran TNI AU ke depan.
Lebih lanjut dia menuturkan, TNI AU berharap pada realisasi kebijakan MEF melalui rencana strategis lima tahunan. "MEF merupakan jawaban tepat dalam memenuhi kebutuhan modernisasi TNI AU. Melalui pelaksanaannya kita berharap TNI AU yang modernisasi setahap demi setahap mampu kita wujudkan," terang Imam.
Sepuluh Hercules akan Perkuat TNI AU
Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan (Kemhan) Brigjen TNI Hartind Asrin mengatakan, pemerintah saat ini sedang dalam proses pengadaan 10 pesawat angkut Hercules bekas dari Australia. Dari jumlah itu, empat hibah dan enam lainnya beli.
”Ada pesawat yang masih bisa terbang, ada yang bisa terbang, tapi setelah sebulan harus diperbaiki. Kita pilih semua di-retrofit di sana, jadi ketika ke sini kondisinya sudah siap semua,”ujarnya.
Dia menuturkan, pengadaan Hercules itu lebih hemat dan efisien dari pada proses perbaikan dilakukan di Indonesia. Meskipun bekas, dia menyebutkan, pesawat-pesawat itu setelah diperbaiki masih sanggup untuk terbang sekitar 15-20 tahun lagi.
Sumber: Suara Karya/SINDO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar