ARTIKEL ZAMRUD HIJAU | Tom Abercrombie adalah fotografer yang diakui sangat mumpuni kebanggaan National Geographic. Sebagai seorang mualaf, ia menjadi jembatan perdamaian antara dunia Islam dan dunia barat.
Bagi yang belum tahu Abercrombie, semoga kisah perjalanannya menjadi inspirasi tentang betapa indahnya perjuangan untuk perdamaian, dan bukan saling membenci karena perbedaan ras, suku, atau agama.
Thomas J. Abercrombie, lahir 13 Agustus 1930 di Stillwater, Minnesota. Di negara bagian inilah ia bertumbuh dan memulai karirnya sebagai fotografer profesional. Awalnya, saat Abercrombie di usia 15 tahun melihat parade Lumberjack Days, iring-iringan pilot yang baru kembali dari Perang Dunia II.
Kebetulan kakaknya, Bruce termasuk dalam rombongan pilot. Dan, ia membawa kamera Leica yang dibeli di Italia. Dari kamera milik kakaknya inilah, Abercrombie mulai memotret segala hal, termasuk foto pertamanya adalah foto sang pacar, Lynn.
Pensiun dini dari Angkatan Bersenjata karena jamur di kakinya, membawa Abercrombie ke depan meja redaktur foto National Geographic Society di tahun 1956. Kemudian, mulailah petualangannya di dunia fotografi. Liputan berita soal Fargo Forum dan Milwaukee Journal mengantarnya sebagai penerima penghargaan Newspaper Photographer of The Year.
Sebagai fotografer majalah NatGeo membawa Abercrombie berangkat ke Timur Tengah. Ia sempat mewawancari Presiden Lebanon, Camille Chamoun yang membuat sang presiden menjadi kagum setelahnya. Presiden ini sebelumnya terkenal sangat kaku, namun perjumpaan dengan Abercrombie mengubah tabiatnya. Abercrombie berhasil 'masuk' ke dalam kegiatan pribadi Presiden, ia mengabadikan gambar sang Presiden bersama istrinya sedang bersantai di bawah pohon.
Abercrombie memang dikenal punya rasa ingin tahu yang tinggi, dan tidak terburu-buru menghadapi orang, sehingga lebih mudah mendekati dan mengambil kepercayaan seseorang agar mau dipotret dan ditulis. Sebagai contoh, saat di Afghanistan Timur, ia harus memotret buzkashi, olah raga tradisional Afghanistan menggunakan kuda. Abercrombie ikut terlibat dalam perolombaan, dan hasilnya ia mendapat banyak gambar yang indah.
Bukan semata fogografer, Abercrombie juga memiliki kenekadan serta keahlian di atas rata-rata. Hanya dengan pisau saku, ia pernah mengamputasi jari kaki seorang peziarah di Tibet yang terkena gangre. Ia juga pernah mengoperasi korban gempa di Iran, dan itu dilakukan seorang diri.
Selama berkelana ke Timur Tengah, Tom belajar banyak bahasa, dan ia menguasai bahasa Arab, Jerman, Perancis, serta Spanyol. Ia dapat membaca Al Quran, dan selalu menggunakan nama Omar dalam perjalanannya di kawasan Arab.
Mungkin inilah saat ia akhirnya mendapat hidayah, kemudian memeluk Islam. Namun, ia tetap berpegang pada 'diam' yang tak pernah menggembar-gemborkan soal kepercayaan barunya tersebut. Baginya, perbuatan lebih penting daripada seribu kata-kata.
Saat memotret dan menulis The Sword and The Sermon (pedang dan khotbah), Abercrombie pergi ke Kazakhstan mengunjungi sebuah masjid di Alma Ata dan sholat Jumat di sana.
"Saya memperkenalkan diri pada sheikh di sana. Sambil kami berbicara bahasa Arab, jamaah orang Kazakhstan tua yang jumlahnya makin membesar, mulai berkumpul mengeliling kami. Ketika saya memperlihatkan foto-foto Mekkah dan ibadah haji, mereka hampir menangis. Banyak yang mengusap baju saya lalu menyapu muka mereka dengan mendapatkan berkah dari seorang haji. Saya menjadi sangat emosional," ceritanya seperti dimuat dalam National Geographic.
Ya, Abercrombie telah membuka mata dua pihak. Di satu sisi, ia menyadarkan orang-orang Islam garis keras, bahwa masih banyak orang-orang di barat sana yang membuka tangan terhadap Islam. Serta, ia juga menohok sentimental orang barat lewat foto-fotonya, tentang dunia Islam secara nyata.
Semoga peristirahatan Haji "Omar" Tom Abercrombie (meninggal 3 April 2006) dari dunia membawa perubahan yang lebih baik demi perdamaian.
sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar