Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq (kanan), dan Dubes Rusia untuk Indonesia Alexander Ivanov, berbincang saat pertemuan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (26/1). (Foto: ANTARA/Ismar Patrizki/ss/ama/12)
30 Januari 2012, Jakarta: Pinjaman luar negeri untuk belanja peralatan militer masih tersisa 80 persen. Dubes Rusia mewakili negaranya yang meminjamkan US$ 1 miliar kepada Indonesia sempat mempertanyakan pinjamannya yang tidak terserap dengan baik itu.
Panglima TNI, Laksamana (TNI) Agus Suhartono mengatakan peralatan militer dengan pinjaman luar negeri disesuaikan dengan kebutuhan yang ada. “Kalau kita beli senjata dari pinjaman luar negeri, kita hitung secara benar, bisa digunakan apa tidak,” kata Agus Suhartono kepada itoday, sebelum rapat dengan Komisi I DPR, Jakarta, Senin (30/1).
Menurut Agus, pembelian peralatan militer dari pinjaman luar negeri tidak seharusnya dibelanjakan semua. “Kalau peralatan militer itu tidak bisa digunakan, kita tidak membeli,” paparnya.
Ia juga mengatakan, selama ini, pemerintah tidak menyalahi perjanjian dengan Rusia dalam pinjaman pembelian peralatan militer.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Komisi I DPR kedatangan Dubes Rusia yang mempertanyakan pinjaman US$1 miliar ke pemerintah Indonesia untuk pembelian peralatan militer, tapi baru digunakan US$200, sisanya RpUS$800 masih belum dibelanjakan.
Enggartiasto Kritik Ketergantungan Pemerintah pada Dana Asing
Anggota Komisi I DPR RI Enggartiasto Lukita mengkritik kegemaran pemerintah yang terus meminjam dana dari asing, termasuk dalam upaya pembiayaan modernisasi alutsista TNI.
"Meski modelnya atau namanya berubah-ubah, dulu istilahnya kredit ekspor (KE), terus berubah lagi APP, terus sekarang berubah lagi istilahnya menjadi Pinjaman Luar Negeri (PLN) tetap saja itu judulnya pinjam dana asing," tegas Enggartiasto dalam rapat gabungan antara Menhan, Menkeu, dan Panglima TNI soal pembiayaan modernisasi alutsista TNI di Komisi I DPR, Senin (30/1).
Seperti diketahui, pemerintah mengalokasikan pembiayaan modernisasi alutsista TNI hingga 2014 dari sumber pendanaan PLN sebesar 6,5 miliar dolar AS.
Enggartiasto pun mempertanyakan, kenapa pembiayaan modernisasi alutsista TNI itu tidak dilakukan lewat pinjaman dalam negeri (PDN) saja. Karena sesungguhnya banyak sumber pendanaan PDN yang bisa dimaksimalkan. Sehingga selain menekan ketergantungan dari dana asing, ini juga menjadi tekad kuat bagi kemandirian bangsa ini.
"Dulu saya dengar Bank Mandiri saat dipimpin Pak Agus Martowardojo ini telah menawarkan untuk pinjaman PDN untuk keperluan produksi alutsista bagi BUMN. Kenapa itu tidak didorong ke arah sana saja. Terlebih saat ini Menteri Keuangannya Bapak sendiri. Dengan demikian kita tidak lagi ketergantungan dana asing untuk melakukan modernisasi alutsista bagi TNI ini," tegas politisi Golkar ini.
Lebih lanjut Enggartiasto mengatakan, perlunya pemerintah terus menekan ketergantungan pinjaman dana dari luar negeri, untuk berbagai keperluan pembangunan dalam negeri, termasuk soal modernisasi alutsista TNI ini. Terlebih selama ini Presiden sendiri yang menyatakan demikian.
"Sehingga itu jangan lagi sekadar janji dan statement saja. Tetapi harus diwujudkan dalam komitmen yang nyata. Karena semakin kita ketergantungan dana asing, membuat kita kian tidak berdaya atas peranan asing dalam urusan dalam negeri kita ini," tegasnya.
Sumber: Indonesia Today/Jurnal Parlemen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar