Leopard 2A6 Bundeswehr. (Foto: Bundeswehr)
20 Januari 2012: Rencana pembelian alat utama sistem senjata (Alutsista), jenis Main Battle Tank (MBT) Leopard 2, dengan komposisi 50 unit Leopard 2A4 yang akan ditingkatkan kemampuannya menjadi Leopard 2A6, dan 50 unit Leopard 2A6 bekas untuk TNI AD menuai kritikan dari anggota DPR.
Beberapa anggota Komisi I DPR seperti Effendie Choirie, Priyo Budi Santoso, TB. Hasanudin, Pramono Anung, Ahmad Mizani, dan Al Muzzammil Yusuf meneriakan penolakan terhadap rencana modernisasi Alutsista tersebut.
Berbagai alasan dikemukakan para anggota Komisi I DPR RI agar pembelian tank berat tesebut batal, atau sekedar ditunda, untuk dibicarakan lagi dengan TNI dan Kementerian Pertahanan RI, seperti MBT tidak cocok dengan kondisi geografis Indonesia, dapat mematikan industri pertahanan dalam negeri, hingga dana pembelian tank Leopard 2A6 itu dialokasikan ke peningkatan kesejahteraan prajurit.
Penolakan juga datang dari Presidium Indonesia Police Watch, Neta S. Pane yang mengatakan pembelian tank Leopard sangat tidak masuk akal. Sebab, perawatannya susah dan biayanya mahal.
Uniknya, Salim Mengga dari Fraksi Partai Demokrat, setuju dengan alasan pemerintah untuk membeli tank bekas Leopard asal Belanda. Menurutnya, alasan yang diajukan Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin dalam pertemuan di Hotel Dharmawangsa logis dan masuk akal.
TNI AD sendiri sebagai pihak yang mengajukan pembelian Leopard 2A6, bersikukuh bahwa MBT ini diperlukan untuk meningkatkan kemampuan TNI dalam menangkal ancaman musuh dari luar dan pemenuhan Minimum Essential Forces (MEF), yang dicanangkan Pemerintahan SBY.
Dari konflik yang terjadi antara pemerintah-TNI dan DPR ini ada satu pertanyaan besar, apakah MBT sekelas Leopard 2A6 ini cocok dengan kebutuhan TNI, dan sesuai dengan doktrin pertahanan Indonesia?
Leopard 2A6 adalah MBT buatan Jerman yang dikembangkan berdasarkan varian sebelumnya, yakni Leopard 2A5. Leopard 2 sendiri sudah dikembangkan sejak dekade 1970-an, namun untuk varian A6-nya sendiri, baru dikembangkan dan diproduksi akhir 1990-an hingga awal 2000.
Belanda sendiri adalah pengguna Leopard 2A6 sejak 2003, dan berencana melego ratusan unit Leopard 2A5 dan A6 akibat dari terjangan krisis ekonomi yang melanda Eropa akhir 2009 silam.
Salah satu kekhawatiran DPR mengenai pembelian MBT Belanda ini, karena TNI membeli barang bekas yang dianggap sudah tua, sehingga dikhawatirkan tidak bisa beroperasi dengan baik dan biaya operasinya mahal karena teknologinya sudah ketinggalan. Padahal jika melihat dari sejarah operasionalnya, Leopard 2A6 Belanda ini baru digunakan selama sembilan tahun.
Untuk masalah pembelian tank Leopard akan mematikan industri pertahanan dalam negeri, khususnya Pindad. Kepala Staf Angkatan Darat, Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo justru mengungkapkan kedatangan salah satu MBT terbaik di dunia ini justru membantu industri pertahanan dalam negeri, karena memperoleh teknologi MBT.
Melihat kemampuan industri pertahanan dalam negeri yang ada sekarang. Pindad sebagai pihak yang banyak mengembangkan Alutsista untuk keperluan AD, memang belum mampu untuk membuat Alutsista sekelas MBT dalam waktu dekat.
Pindad memang sedang melakukan penelitian pengembangan Alutsista roda rantai (track wheeled), dan pengembangan tank ringan hingga sedang. Namun dua alutsista itu belum bisa diproduksi dalam waktu dekat, karena masih ada bagian-bagian teknolgoi yang belum dikuasai Pindad.
Tidak hanya masalah mampu atau tidaknya Pindad memproduksi tank sekelas Leopard 2A6. Dengan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada sekarang, industri pertahanan Indonesia jelas mampu. Namun timbul pertanyaan selanjutnya, sebanyak apa kebutuhan akan tank sekelas MBT ini?
Karena, jika ternyata kebutuhannya hanya sedikit saja. Pindad bisa merugi, sebab BEP tidak tercapai.
Kebiasaan yang terjadi selama ini, BUMN Strategis sudah mampu membuat produk sekelas dengan produk luar negeri, namun selalu saja terkendala dengan status belum terbukti kemampuannya, alias battle proven.
Terkait masalah doktrin pertahanan. TNI menganut sistem pertahanan pasif/defensif, alias bertahan. Hal inilah yang dijadikan alasan TB. Hasanudin mengapa tank sekelas Leopard tidak cocok, karena kebanyakan negara pengguna tank berat adalah negara agresor, alias negara dengan doktrin pertahanan menyerang.
Mengenai cocok tidaknya MBT beroperasi disuatu negara bukan berdasarkan doktrin pertahanan suatu negara, melainkan tujuan penggunaan MBT itu sendiri. Karena MBT sebagai alat, tentunya digunakan sesuai dengan kubutuhan.
Terakhir, mengenai dana pembelian Leopard sebaiknya dialihkan untuk meningkatkan kesejahteraan prajurit. Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro dalam Rapim TNI 2012, mengatakan bahwa dana pembelian Aliutsista dengan dana kesejahteraan prajurit terpisah. Sehingga peningkatan kesejahteraan prajurit tidak akan terganggu sama sekali dengan pembelian Alutsista.
Melihat kondisi dan fakta yang ada mengenai Leopard, serta kebijakan pemerintah mengenai pemenuhan MEF dengan pembelian Alutsista, apa yang diungkap DPR mengenai rencana pembelian Leopard bekas Belanda terkesan dipaksakan.
Apalagi KASAD sendiri mengatakan bahwa pembelian tank bekas Belanda ini masih belum final, karena masih menunggu perkembangan sikap parlemen Belanda.
Isu yang berkembang belakangan mengenai rencana pembelian Leopard ini, justru bersifat politis. Penolakan DPR atas rencana TNI ini, disinyalir untuk menjegal KASAD Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo yang digandang-gadang akan dilantik menjadi Panglima TNI, menggantikan Laksamana TNI Agus Suhartono.
Hal tersebut terlihat dari banyaknya suara penolakan datang dari kalangan oposisi. Sedangkan Fraksi Demokrat mendukung rencana pengadaan tersebut. Ditambah lagi status Pramono Edhie Wibowo sebagai adik ipar Presiden SBY, semakin memperkental aroma politis yang ada.
Sumber: Indonesia Today
Tidak ada komentar:
Posting Komentar