Senin, 19 Maret 2012

Pembahasan RUU Industri Pertahanan di Komisi I DPR Masuk Babak Pembahasan DIM


19 Maret 2012, Jakarta: Kementerian Pertahanan (Kemhan) bersama kementerian terkait lainnya mengadakan Rapat Kerja dengan Anggota Komisi I DPR terkait pembahasan lanjutan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Industri Pertahanan, Senin (19/3) di Gedung DPR, Senayan Jakarta. Rapat yang di pimpin oleh Wakil Ketua Komisi I DPR, TB. Hasanudin saat ini masuk kepada babak Pembahasan Daftar Inventaris Masalah (DIM).

Sebelumnya Pemerintah yang diwakili Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menyerahkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Rancangan Undang Undang (RUU) tentang Industri Pertahanan dan Keamanan, kepada Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq di Gedung DPR RI, Senayan Jakarta, pada Senin 27 Febuari 2012.

Dikatakan TB. Hasanudin, saat membuka Raker Komisi I DPR, bahwa pembahasan DIM RUU Industri Pertahanan akan berkaitan juga dengan Cluster DIM. Menurut TB Hasanudin pembahasan Cluster DIM nantinya akan meliputi masalah Judul, masalah DIM yang bersifat tetap, DIM bersifat Redaksional, perubahan substansi, rumusan baru dan DIM yang dihapus. Total dari keseluruhan DIM yang dibahas tersebut adalah 478 DIM.

Lebih lanjut TB Hasanudin menjelaskan, bahwa kedepannya untuk masalah DIM Redaksional akan di bahas didalam Tim perumus. Sedangkan DIM yang bersifat perubahan substansi, rumusan baru dan DIM yang dihapus akan diselesaikan di Tim Panja.

Pada kesempatan Raker tersebut, TB. Hasanudin menekankan harus ada kesepakatan antara pemerintah dengan DPR dalam penetapan judul RUU. Karena dianggap sangat penting untuk mengacu kepada substansi-substansi yang tercantum di dalam RUU tersebut.

Menanggapi masalah judul RUU, Menhan Purnomo Yusgiantoro mengatakan terdapat dua dasar yang digunakan untuk menetapkan judul RUU. Dasar pertama, yakni Defakto, istilah yang dipakai adalah industri pertahanan, walaupun industri ini akan memproduksi Alat Material Khusus, (Almatsus).

Sedangkan dasar yang kedua dasar Deyure, yaitu Undang-Undang No. 3 Tahun 2002 tentang pertahanan Negara, dan UU No. 5 Tahun 1984 tentang perindustrian. Berdasarkan dua hal tersebut, menurut Menhan memang sebaiknya undang-undang ini bisa disebut industri pertahanan. Menhan menambahkan RUU ini akan menjadi landasan dasar bagi pengembangan industri yang terkait di sektor pertahanan.

Semenjak tanggal 10 Januari 2012, melalui surat R08/pers/nomor.01/2012, Presiden telah menunjuk Menteri Pertahanan, Menteri Perindustrian, Menteri Keuangan, Menteri Hukum dan HAM, serta Menteri Negara BUMN untuk mewakili Presiden dalam membahas RUU Industri Pertahanan dan Keamanan bersama DPR.

Perkembangan yang telah dilaksanakan hingga saat ini, selain menyerahkan DIM RUU kepada DPR, Pemerintah bersama DPR telah membentuk Panitia Kerja (Panja). Yang mana perwakilan dari Pemerintah menunjuk Dirjen Pothan, Dr. Ir. Pos. M Hutabarat selaku Ketua Panja dari Pemerintah, dan Perwakilan dari Komisi I DPR Ketua Panja yang ditunjuk adalah TB. Hasanudin. Meski demikian didalam pembahasan RUU Industri Pertahanan ini juga akan di bentuk Tim Perumus dan Tim Singkronisasi bersama yang saat ini masih dalam proses peyusunan.

Diharapkan pembahasan RUU Industri Pertahanan di Forum Komisi akan selesai pada pertengahan Juli 2012, sehingga tidak akan menambah masa sidang untuk membahas RUU Industri Pertahanan ini.

Turut menghadiri dalam Rapat Kerja Komisi I DPR kali ini, Dirjen Perundang undangan Kementerian Hukum dan Ham, Dirjen UBTT Kementerian Perindustrian, Deputi Menteri BUMN, Direktorat Kekayaan Negara Kementerian Keuangan.

Syarat Beli Senjata Impor Diperketat

Untuk memperkuat industri pertahanan milik pemerintah dan swasta di Indonesia, syarat pembelian senjata impor diperketat. Anggota Komisi I DPR Tubagus Hasanudin yang ditemui Kompas, Senin (19/3/2012), di Jakarta, usai pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Industri Pertahanan, menjelaskan bahwa senjata impor boleh dibeli asal belum mampu dibuat di dalam negeri.

"Impor senjata itu masih disertai sejumlah persyaratan untuk mendorong pertumbuhan industri strategis Indonesia. Impor senjata harus disertai transfer teknologi atau setidaknya sebagian produksi dikerjakan di Indonesia dan dibuka keran imbal beli dengan barang produksi Indonesia," papar Hasanudin.

RUU Industri Pertahanan merupakan produk legislasi inisiatif DPR. Saat ini sedang dilakukan inventarisasi masalah dalam RUU tersebut.

Sumber: Kemhan/Kompas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar