Senin, 12 Maret 2012

Gamelan Sari Oneng, Daya Tarik Bagi Museum Geusan Ulun

gamelan sari oneng
Pada puncak hari Maulid Nabi Muhammad saw (1433 H), Kamis (23/2) lalu, masyarakat dari segenap pelosok Kabupaten Sumedang dan warga Sumedang yang tinggal di luar daerah Sumedang berdatangan memenuhi ruas jalan protokol kota berjuluk kota tahu. Mereka datang ke Sumedang karena penasaran ingin melihat langsung dari dekat benda-benda pusaka milik Kerajaan Sumedanglarang, yang merupakan benda-benda warisan leluhur. Benda-benda tersebut dipamerkan dalam acara Helaran Benda Pusaka Museum yayasan Pangeran Sumedang (YPS).

Benda-benda pusaka yang dipamerkan itu antara lain Pedang Ki Mastak peninggalan Prabu Tajimalela Raja Sumedanglarang pertama (721-778), Keris Ki Dukun Prabu Gajah Agung (893-998), Keris Panunggul Naga Prabu Geusan Ulun (1578-1601), Keris Nagasasra Pangeran Panembahan (1656-1706), Keris Nagasasra II Pangeran Kornel (1791-1828), Badik Curul Aul Senapati Jayaperkosa dan tentunya Mahkota Binokasih dibuat Raja Galuh, Sanghyang Bunisora Suradipati (1357-1371) merupakan masterpiece Museum Geusan Ulun Sumedang warisan Kerajaan Sunda yang diarak menggunakan replika Kereta Naga Paksi Liman.

Namun, rasa penasaran masyarakat pada waktu itu belum sepenuhnya terobati. Pasalnya, Gamelan Sari Oneng Mataram dan Gamelan Sari Parakan Salak yang belakangan banyak diberitakan di media cetak maupun elektronik tidak turut dalam iring-iringan benda pusaka. “Saya penasaran, sengaja datang ke Sumedang ingin melihat langsung gamelan yang pernah melanglangbuana ke sejumlah Negara Eropa dan Amerika untuk promosi hasil perkebunan negeri kita pada abad 18 M. Kalaupun melihat langsung datang ke museum (Museum Gesan Ulun harus waktu-waktu tertentu, “ujar Ridwan (22) salah seorang mahasiswa ISI Solo, ditemui seusai kirab.

Diakui Pimpinan Museum Geusan Ulun, Raden Moh. Ahmad Wiriaatmadja, dalam dua tahun terakhir keberadaan Gamelan Sari Oneng Parakan Salak dan Sari Oneng Mataram mulai terpublikasikan sebagai masterpiece Museum Geusan Ulun selain Mahkota Binokasih dan Kereta Naga Paksi Liman.

“Tetapi karena kurangnya informasi dan letak museum yang menyatu degan kompleks pemerintahan (Pemkab) Sumedang, masyarakat yang hendak berkunjung pun menjadi ragu-ragu untuk berkunjung, “Ujar Raden Moh. Ahmad Wiriaatmadja, saat mendampingi Kepala Balai Pengelolaan Taman Budaya Jawa Barat, Dra. Rosdianan Rachmiwaty, seusai mendiskusikan rencana Program Pewarisan Kesenian Tradisional Gamelan Sari Oneng Sumedanglarang.

Di dalam museum Geusan Ulun ini banyak tersimpan manuskrip sejarah kerajaan Sunda di tanah Jawa, yang merupakan cikal bakal berdirinya pemerintahan di Provinsi Jawa Barat. Sayangnya hal itu kurang bergema gaungnya. Sumedang yang terletak sekitar 40 kilometer dari Kota Bandung sering kali hanya jadi persinggahan lintas antarkota. Padahal. Di kota kecil yang berada di antara Bandung dan Majalengka-Cirebon, pernah ada suatu kerajaan besar bernama Sumedanglarang.

Tinggalan budaya kerajaan yang konon didirikan oleh keluarga Prabu Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi I itu, saat ini hanya tinggal pusaka-pusakanya, yang disimpan di museum yang diresmikan pada 11 November 1973. “Belakangan banyak mahasiswa dari dalam maupun luar negeri yang datang berkunjung ke museum ini untuk melakukan penelitian terhadap keberadaan Gamelan Sari Oneng Parakan Salak dan Sari Oneng Mataram, “ujar Raden Aom.

Keberadaan gamelan Sari Oneng sendiri, menururt Raden Aom, bukan kali ini membuat penasaran masyarakat. Tapi sudah sejak abad ke-19 M lalu, atau tepatnya antara 1840 hingga 1860. pada masa itu, Karel Frederick Holle dan Adrian Walraven Holle membawa Gamelan sari Oneng Parakan Salak bersama sejumlah seniman dan seniwati Sunda untuk melanglangbuana ke sejumlah Negara di Eropa dalam rangka promosi hasil perkebunan teh dan kopi dari tanah Sunda.

“Seniman Sunda dan Gamelan Sari Oneng pernah manggung secara rutin di World Exhibiton Amsterdam Belanda dari tahun 1880-1931, di Expositon Universelle Paris, Prancis (1889) pada perayaan 100 tahun revolusi Prancis dan peresmian menara Effel. Selain itu digelar pula dalam acara World Columbian Exposition Chicago (1893). Bukti-bukti itu antara lain foto, terdapat dalam album van Mientje dengan angka tahun 1860. dalam foto itu menampilkan sosok Adrian yang tengah mengenakan pakaian tradisonal Sunda dan memainkan rebab di antara nayaga pemain Gamelan Sari Oneng,” Ujar Raden Aom, seraya menambahkan bahawa pertunjukan besar terakhir Sari Oneng adalah saat mengiringi ulang tahun perkawinan ke-60 Soeriadanoeningrat, 36 tahun lalu.

Hal yang tidak kalah menarik adalah cerita keberadaan goong indung atau goong ageung (gong besar) Sari Oneng bergaris tengah 92 cm dengan berat 30 kg, yang tertinggal di Belanda. Goong Ageung yang disimpan di Tropen Museum, selalu berbunyi dan membuat takut pengelola maupun pengunjung museum, karena sering bunyi sendiri. Pada April 1989, benda-benda pusaka itu dikembalikan ke Indonesia. Anda merasa penasaran? Kalau sempat berwisata budayalah ke Sumedang dan berkunjung ke Museum Geusan Ulun.

Sumber: Retno HY/*Pikiran Rakyat”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar